Salin Artikel

Marak Kasus "Bullying" di Sekolah, Ada yang Hilang dalam Diri Pelaku

KOMPAS.com - Sederet kasus bullying atau perundungan terjadi di sejumlah sekolah di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. 

Kasus terbaru terjadi di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Purworejo, Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bahkan memantau langsung kasus tersebut.

Ganjar mengaku segera menelepon kepala sekolah tempat kasus tersebut terjadi hingga memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk datang ke Purworejo.

"Hari ini saya sudah meminta Kepala Dinas saya untuk bertemu korban dan kedua orang tuanya. Kondisinya memang memprihatinkan. Kami minta kedua orangtua korban untuk tidak bekerja dulu sementara waktu. Agar waktu pendek ini ada trauma healing kepada si anak," jelas Ganjar saat ditemui di Kantor Gubernur Jateng, Kamis (13/2/2020).

Masih di bulan Februari, seorang siswa sebuah SMPN di Kota Malang, MS (13), terpaksa menjalani operasi amputasi jari tengah tangan kanan setelah diduga menjadi korban bully 7 teman sekolahnya.

"Operasi tadi malam. Masuk pukul 18.00 WIB sampai 21.30 WIB," kata Taufik (47), paman MS, saat ditemui di Rumah Sakit Lavalette Kota Malang, Rabu (5/2/2020).

Terkait kasus tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang Zubaidah, mengatakan, kejadian itu bukan berdasar kekerasan, namun hanya bercanda.

“Kesimpulan sementara bukan kekerasan, tapi bercanda,” kata Zubaidah.


Lalu, sebuah video kasus perundungan terhadap salah satu siswi sekolah dasar di Batujajar, Bandung Barat, sempat menjadi viral.

Menurut salah satu guru yang enggan disebut namanya, kejadian tersebut terjadi pada Sabtu (6/4/2019) sekitar pukul 13.00 WIB.

"Masalah seperti itu sih sebenernya bercandaan saja karena sepatu Nabila terduduki dan terinjak temannya," katanya.

Dalam video yang sempat beredar luas di media sosial, N terlibat percakapan dengan temannya tentang sepatu milik N yang terinjak.

Berikut ini dialog N dan temannya:

N: Iya tapi jangan pakai uang bapak kalian, tapi pakai uang kalian sendiri.

Teman: Kamu juga dapat uang dari bapak mama kamu

N: Enggak

Teman: Ya iya, kamu dapat uang itu dari mama bapak kamu. Kalau bukan emang dari mana?"

N: Aku ambilin rongsokan langsung dijual. Aku mah cape-cape untuk membeli sepatu dan aku juga ditinggalkan ibu bapakku...

Pihak sekolah mengatakan, Nabila tinggal bersama kakek dan neneknya, Cece (70) dan Ira (70).

Kedua orangtuanya berpisah dan mereka meninggalkan Nabila sejak dia bayi.

Nabila marah karena sepatu itu ia beli dengan kerja keras, hasil keringatnya sendiri dari mengumpulkan rongsokan.

Sementara itu, menurut pemerhati pendidikan yang juga Wakil Kepala Program Studi PGSD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Apri Damai Sagita Krissandi, kasus bullying di sekolah menjadi bukti hilangnya kemampuan berempati pada anak.

Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya peran orangtua yang hanya memenuhi kebutuhan secara finansial keluarga tanpa membuka dialog antar pribadi dengan anak.

"Secara teori, empati bisa tumbuh sendiri namun perlu stimulus yang tepat. Sejak balita bisa ditumbuhkan, tetapi fenomena saat ini "ketidakhadiran orangtua secara emosional", maka perkembangan emosi anak tumbuh secara liar. Orangtua hanya memenuhi kebutuhan finansial saja," katanya saat dihubungi telepon oleh Kompas.com pada hari hari Kamis (13/2/2020).

Apri menambahkan, kasus bullying juga memunculkan pertanyaan apakah metode pendidikan karakter yang digencarkan Kementerian Pendidikan sudah dijalankan dengan tepat?

"Selama ini ada tim khusus pengembang pendidikan karakter di Kementrian Pendidikan, tetapi teknis pelaksanaannya belum mendarat dengan baik di sekolah," kata Apri.

"Menurut saya, tim ini seharusnya bukan menembangkan bahan ajar tetapi panduan teknis menumbuhkan empati melalui contoh-contoh nyata di sekolah, misal cara pendampingan emosi dengan permainan dan film, solusi ketika siswa bertengkar, solusi ketika guru menemui kasus perundungan, dan lain-lain," tambah Aris.

(Penulis: Kontributor Semarang, Riska Farasonalia | Editor: Khairina, Phytag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2020/02/14/05150001/marak-kasus-bullying-di-sekolah-ada-yang-hilang-dalam-diri-pelaku

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke