Salin Artikel

Kisah Kakek 60 Tahun, Mahasiswa Tertua Universitas Muhammadiyah yang Lulus Ujian Skripsi

LOMBOK UTARA, KOMPAS.com- “Tuntutlah ilmu sejak masih buaian hingga liang lahat” mungkin ini kata yang tepat untuk Basri, kakek berumur 60 tahun asal Dusun Karang Nangka, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Di umur yang renta, Basri masih bersemangat mengenyam bangku perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi di NTB yakni di Universitas Muhammadiyah Mataram, dan sudah menyelesaikan ujian skripsinya.

Basri tercatat menjadi mahasiswa Muhammadiyah sejak tahun 2015 lalu dengan mengambil jurusan Komunikas Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Agama.

Dirinya merupakan satu-satunya mahasiswa yang umurnya tertua di kampus itu, bahkan mungkin dirinya lebih tua dari dosennya.

Ditemui Komas.com di rumahnya, Basri terlihat baru saja bangun dari tidur siangnya.

Penampilan Basri yang tergolong sederhana. Ia memakai sandal jepit yang berbeda sebelah, sebelah kiri berwarna kuning dan sebelah kanan berwarna hitam, dengan memakai sarung kotak-kotak.

Basri tinggal sendiri di rumah yang baru saja dibangun dengan ukuran 6x6. Rumah lama Basri sebelumnya roboh akibat gempa pada 2018 lalu dan mendapat bantuan dari pemerintah.

Terlihat tumpukan buku yang menggunung di kamar Basri.

Bagi Basri, menuntut ilmu suatu kewajiban, kapan pun di mana pun, harus menuntut ilmu.

Basri mengakui, masuk jurusan KPI karena ingin menjadi sorang pendakwah yang bisa menyiarkan kebaikan sesama manusia.

“Masuk jurusan KPI karena ingin jadi pendakwah, walaupun tua, ya kita harus tetap belajar,” ungkap Basri, saat ditanya motivasinya kuliah, Kamis (23/1/2020).

Dirinya mengakui, selalu rajin masuk kuliah, sehingga dalam waktu 4 tahun dirinya bisa menyelesaikan skripsinya dengan judul “Peran Forum Silaturahmi Marbot Masjid Dalam Meningkatkan Suasana Ibadah".

“Alhamdulillah saya bisa selesaikan skripsi 4 tahun, saya ujian skripsi kemarin tanggal 22 Januari,” kata Basri.

Pria kelahiran 1965 ini mengakui mengambil judul skripsi tersebut, karena ingin menunjukan bahwa marbot masjid perlu diperhatikan keberadaanya oleh pemerintah.

Marbot, kata dia, merupakan pekerja ikhlas tanpa menerima pamrih untuk mengurus masjid.

Biaya kuliah sendiri

Mengenyam pendidikan di bangku kuliah dengan usia tua, memang tak mudah dijalani oleh Basri.

Dirinya mengakui membiayai kuliahnya dengan berjualan pembibitan pohon durian.

Walaupun dengan usaha kecilnya itu, Basri percaya, pasti ada jalan jika ingin belajar menuntut ilmu.

“Untuk biaya kuliah, ya kita usaha, usaha kita pembibitan pohon buah-buahan seperti durian, salak dan lain-lain, walaupun usaha kecil, kalau kita belajar pasti ada jalan,” kata Basri, sambil tersenyum tipis.

Menjalani kuliah yang hampir setiap hari, Basri mengakui pulang pergi dari Lombok Utara menuju Mataram, yang jaraknya 40 kilometer atau menempuh waktu sekitar 1,5 jam.

Basri menyebutkan, sering menginap di Masjid Raya Mataram jika tidak punya uang bensin untuk balik ke rumah.

“Saya pulang pergi Lombok Utara-Mataram, sering juga nginap di Masjid Raya supaya irit beli bensin,” kata Basri, dengan mata berkaca-kaca.

Hal yang tidak bisa dilupakan oleh Basri yakni menjelang ujian skripsinya, saat berangkat dari rumah menuju kampus untuk sidang skripsi.

Saat itu terdapat operasi razia surat kendaraan oleh polisi. Pada saat itu, polisi menilang dan menahan motornya.

Basri yang saat itu ditilang meminta tolong kepada polisi agar dirinya bisa mengikut ujian skripsi.

Basri berusaha membujuk polisi dengan menunjukan skripsinya yang akan diujikan.

Namun, usaha Basri tidak berhasil dan motornya tetap ditahan karena tidak mempunyai surat-surat.

“Waktu itu saya minta, tolong saya polisi agar bisa lolos, saya mohon-mohon sampai menunjukan skripsi, tapi tetap juga tidak bisa,” kata Basri.

Basri menyebutkan, surat-surat kendaraan motor hilang pasca terjadinya gempa 2018 lalu.

“Surat-surat semua hilang semenjak gempa itu, semua itu mungkin ujian,” kata Basri.

Karena tak berhasil membujuk polisi, akhirnya Basri meminta tolong temannya yang sebagai tukang ojek untuk mengantar dirinya ke kampus untuk ujian skripsi.

Mahasiswa yang rajin

Sementara itu, Yusron Saudi selaku pembimbing Skripsi Basri menuturkan, Basri merupakan mahasiswa yang rajin, walaupun jarak rumah dan tempat kuliahnya lumayan jauh, namun selalu tepat waktu.

“Pak Basri merupakan orang yang bersungguh-sungguh sesuai dengan moto beliau (Basri), ‘jika orang bersungguh-sungguh dalam menjalankan usahanya, maka Allah akan akan memberikan jalan kemudahan baginya’. Beliau rajin walaupun dari Lombok Utara,” ungkap Yusron.

Yusron menyebutkan, Basri tidak sungkan untuk bertanya jika materi perkuliahannya tidak dipahami, dan Basri merupakan mahasiswa yang tergolong aktif berdiskusi di kelas.

“Kalau ada yang beliau tidak pahami, dia langsung bertanya, dan orangnya sangat aktif berdiskusi,” Kata Yusron.

Ia mengungkapkan, pernah suatu ketika Basri kelelahan dari perjalanan rumahnya hingga kampus, kemudian Basri memilih duduk di belakang dan tertidur.

“Kadang beliau ketiduran di kelas, mungkin karena capek, dia memilih bangku paling belakang dan tertidur,” kata Yusron.

Basri dijadwalkan akan melaksanakan prosesi wisuda pada Maret mendatang.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/24/20273581/kisah-kakek-60-tahun-mahasiswa-tertua-universitas-muhammadiyah-yang-lulus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke