Salin Artikel

Menjaga Benteng Terakhir Badak Sumatera di Ujung Barat Indonesia...

Badak sumatera masuk spesies kategori sangat terancam (critically endangered) dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena keberadaannya sulit terdeteksi dan populasinya sangat sedikit.

Habitat badak sumatera salah satunya ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang menjadi benteng terakhir badak sumatera di ujung barat Indonesia.

Dilansir dari VOA Indonesia, Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNGL Adhi Nurul Hadi mengatakan, populasi badak sumatera di kawasan TNGL diperkirakan saat ini tidak lebih dari 30 individu.

Satwa yang hidup di hutan rawa dataran rendah hingga perbukitan ini terkonsentrasi di wilayah barat dan timur taman nasional tersebut.

“Itu perkiraan 16 hingga 20 individu, kami belum bisa optimal mengidentifikasi. Kami juga belum bisa membedakan individu satu dengan lainnya, kecuali badak yang memiliki anak itu bisa dimonitor perkembangan dan membedakannya dengan badak lain. Sebab, mereka tidak memiliki ciri khas sehingga kalau kami identifikasi terhadap foto dan video itu sekitar 12 sampai 20 wilayah barat. Lalu, wilayah timur kurang dari 15 individu, sekitar enam hingga delapan badak,” kata Adhi, Kamis (16/1/2020).

Adhi menjelaskan, sulitnya badak sumatera bereproduksi dan habitatnya yang terus terancam membuat satwa bercula dua ini menjadi prioritas di TNGL selain gajah, harimau, dan orangutan.

Selain itu, singkatnya masa berahi dan tingginya sensitivitas terhadap gangguan atau interaksi dengan satwa domestik lain menjadi salah satu faktor menurunnya populasi badak sumatera.

Bukan hanya itu. Perburuan, perambahan, dan penebangan liar, serta kebakaran hutan juga menjadi pemicu menyusutnya habitat badak sumatera di TNGL.

Adhi menjelaskan, beberapa cara dilakukan untuk menjaga kelestarian badak sumatera, seperti side monitoring, perlindungan, dan aktivitas penelitian.

“Kami sudah menetapkan side monitoring. Itu menetapkan satu areal yang intensif dan potensial menjadi habitat badak. Kami pasang camera trap di situ. Luas side monitoring sekitar 19.000 hektar. Kami juga melakukan survei untuk mengetahui individu ada berada di situ. Kami juga ingin memantau bagaimana proses reproduksi badak karena indikator keberhasilan dari suatu habitat penunjang satwa liar itu salah satunya adalah melalui reproduksi. Kami lakukan itu khusus di side monitoring,” jelas Adhi.

“Ketersediaan pakan kemudian kondisi fisik lingkungan yang bisa membatasi peluang reproduksi antara jantan dengan betina itu bisa mengurangi proses reproduksi,” katanya.

“Jika habitatnya kurang dari 15 individu itu akan ditranslokasi ke sanctuary, dimonitor sehingga proses reproduksinya bisa berkembang. Pertimbangannya apabila populasinya sedikit dikhawatirkan karena proses reproduksi badak sangat sensitif itu malah tidak terjadi reproduksi. Maksud dari rencana aksi darurat diharapkan mengembalikan perkembangan populasi badak tersebut,” jelasnya.

Hal senada juga dijelaskan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto.

Menurut Agus, salah satu cara menyelamatkan populasi badak adalah dengan membangun tempat pelestarian badak sumatera di Aceh Timur.

“Secara umum, mari kita jaga kawasan hutan yang merupakan habitat dari satwa liar di Aceh, termasuk badak. Sehingga, dengan kita menjaga habitatnya, otomatis kelestarian satwa itu dan populasinya dapat meningkat dengan baik,” ucap Agus dilansir dari VOA Indonesia.

Sementara itu, dilansir dari laman resmi World Wide Fund for Nature (WWF), dijelaskan bahwa perburuan badak sumatera dilakukan untuk mengambil cula dan bagian tubuh lainnya untuk bahan obat tradisional.

Selain itu, disebutkan juga bahwa rusaknya habitat hutan menjadi ancaman utama bagi kelangsungan hidup badak sumatera yang tersisa.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/20/06070021/menjaga-benteng-terakhir-badak-sumatera-di-ujung-barat-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke