Salin Artikel

Warga Sekitar Sungai Deliksari Semarang Keluhkan Pembangunan Talut hingga Pencemaran Limbah Tahu

Hal tersebut menyusul terjadinya insiden tanah longsor di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Semarang Selatan yang merupakan kawasan perbukitan.

Sejumlah warga yang tinggal di RT 05 RW 010 dikejutkan dengan ambrolnya talut di bantaran Sungai Deliksari pada Selasa (7/1/2020) dini hari.

Tanah longsor tersebut memiliki panjang 20 meter dengan tinggi 3 meter berada di bawah jembatan yang terhubung dengan wilayah RT 08 RW 011.

Jaraknya hanya beberapa meter dari rumah Sugiarto (43) warga RT 5 RW 010.

Sugiarto mengaku mendengar suara talut ambrol selepas azan subuh.

Setelah kejadian itu, baru ada peninjauan ke lokasi oleh lurah Tandang beserta Danramil Tembalang pada pagi harinya.

Beruntungn tak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Hanya saja sejumlah warga yang tinggal di sekitar kawasan itu mengeluhkan longsornya talut disebabkan karena pembangunan yang tidak maksimal.

Suratno (48) warga RT 8 RW 011 mengungkapkan, pembangunan talut merupakan bantuan dari pemerintah.Namun, menurutnya pengerjaannya kurang maksimal.

"Dulu memang dibangun oleh pemerintah, seingat saya proses pengerjaannya sekitar 2 tahunan. Tapi memang kurang kokoh karena dibangun seenaknya sendiri, cuma ditempel-tempel gitu kurang merekat," jelas Suratno.

Suratno mengaku sudah tinggal di kawasan perbukitan itu sejak tahun 1971.

"Saya sejak kecil sudah tinggal di sini. Dulu hanya ada lima rumah di atas bukit-bukit, masih rindang karena banyak pohon randu, banyak ular besar-besar. Sekarang sudah banyak penduduk ularnya pada pergi. Pohon juga ditebang untuk lahan rumah," ungkap Suratno.

Meskipun tinggal di area perbukitan, Suratno tak merasa khawatir karena menurutnya rumah yang dibangun di atas tanah padasan tersebut cukup kuat.

"Dari dulu sudah bukit-bukit dari tanah padasan jadi masih asli dan kokoh. Kalau rumah-rumah di sini saya yakin aman enggak akan ada longsor. Dulu pernah ada badai besar sekali tapi enggak ada rumah yang longsor," ucap Suratno.

Hal serupa disampaikan Supardi (93) warga RT 08 RW 011 yang rumahnya tepat di seberang jembatan dekat dengan lokasi longsor di bantaran Sungai Deliksari.

Supardi yang sudah tinggal di kawasan itu selama 15 tahun mengeluhkan bau tak sedap yang kerap kali muncul dari Sungai Deliksari.

Hal itu disebabkan karena adanya pembuangan limbah industri tahu yang mencemari sungai tersebut.

"Waktu masuk musim hujan gini baunya memang tidak begitu menyengat. Tapi sebelumnya baunya kayak bangkai. Air sungai sampai warnanya jadi putih dan keruh karena limbah tahu diduga dibuang waktu malam hari lewat saluran yang dibuang ke kali," ungkapnya.

Maka dari itu, dirinya berharap agar tak ada pembuangan limbah tahu di Sungai Deliksari karena sangat merugikan warga sekitar.

"Sebelumnya kami sudah diminta untuk buat pernyataan warga sini agar tidak ada pembuangan limbah. Nantinya akan diteruskan ke kelurahan lalu kecamatan. Namun, belum ada kelanjutan," katanya.

Selain itu, di hari yang sama longsor juga sempat terjadi di wilayah RT 02 RW 0I dengan panjang 6 meter dengan kedalaman 2 meter.

Terlebih warga yang tinggal di area perbukitan rawan terdampak bencana tanah longsor yang bisa muncul setiap waktu.

Dirinya sempat mengecek kondisi wilayahnya saat terjadi tanah longsor.

"Di sini wilayahnya mayoritas perbukitan. Rumah-rumah warga rata-rata dibangun dengan bertumpuk-tumpuk ke atas. Tentunya kalau lingkungannya tidak dijaga dengan baik, pasti berpotensi terjadi longsor," ungkap Onny.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/08/17464911/warga-sekitar-sungai-deliksari-semarang-keluhkan-pembangunan-talut-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke