Salin Artikel

Fakta Pasca-banjir Bandang di Lebak, Akibat Penambangan Ilegal hingga 19 Bangunan Sekolah Rusak

KOMPAS.com — Pasca-banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lebak, Banten, Rabu (1/1/2020) pagi, sedikitnya ada 19 bangunan sekolah mengalami kerusakan yang tersebar di enam kecamatan.

Selain itu, masih ada sejumlah permukiman yang terisolasi karena akses jalan terputus.

Atas bencana itu, Pemerintah Kabupaten Lebak pun menetapkan status tanggap darurat mulai 1 hingga 14 Januari 2020.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, banjir bandang yang terjadi di Lebak disebabkan adanya aktivitas tambang di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Berikut ini fakta pasca-banjir bandang Lebak yang Kompas.com rangkum:

Tingginya aktivitas penambangan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salah (TNGHS) disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Kabupaten Lebak, Banten.

TNGHS mencatat, terdapat 10 blok penambangan emas tanpa izin (PETI) pada pertengahan 2019 yang tersebar di tiga kabupaten, yakni Lebak, Bogor, dan Sukabumi.

Kepala BNPB Doni Munardo mengatakan, banjir bandang yang terjadi saat ini merupakan yang paling parah terjadi di Kabupaten Lebak dengan luasan area mencapai enam kecamatan.

Banjir bandang ini disebabkan adanya aktivitas tambang di kawasan TNGHS.

"Laporan dari Polda Banten, penyebab utama selain hujan lebat di hulu sungai TNGHS, adalah sejumlah lubang yang ditinggalkan ambrol, longsor, dan membawa bantuan lumpur, inilah yang menyapu sepanjang daerah Sungai Ciberang," katanya di Lebak, Banten, Sabtu (4/1/2020).

 

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan, bencana banjir bandang yang terjadi pada Rabu lalu merusak sedikitnya 19 bangunan sekolah yang tersebar di enam kecamatan. Selama masa tanggap darurat sekolah tersebut diliburkan.

Lanjutnya, sekolah yang diliburkan itu ada beberapa di antaranya karena bangunan rusak berat akibat banjir. Bahkan sebagian di antaranya hanyut saat banjir bandang menerjang daerah itu.

Sambungnya, sebagian lagi lantaran gedung sekolah masih terisolasi sehingga sulit dicapai oleh peserta belajar.

"Kami liburkan selama masa tanggap bencana. Insya Allah kami sedang mencari lokasi pengganti, seperti majelis yang bisa digunakan sementara," katanya kepada Kompas.com di lokasi bencana Kecamatan Lebakgedong, Lebak, Minggu (5/1/2020).

Iti mengatakan, pasca-banjir bandang tersebut masih terdapat sejumlah permukiman yang terisolasi, di mana warganya bisa keluar dari pengungsian karena akses jalan yang terputus.

Bahkan, sambungnya, untuk mendistribusikan bantuan ke permukiman tersebut, pihaknya harus menggunakan jalur udara.

"Alhamdulillah, bantuan logistik sandang pangan sudah terdistribusi, termasuk ke Cigobang dan Gunung Julang sudah dijangkau dari kemarin dan hari ini menggunakan helikopter sudah," katanya, Minggu.

Masih dikatakan Iti, dua permukiman itu sama sekali tak bisa dijangkau menggunakan kendaraan darat lantaran jembatan putus dan longsor di sejumlah titik.

Untuk menuju ke sana, hanya bisa dilakukan dengan jalan kaki dengan membuka jalur di dalam hutan atau menggunakan helikopter.

Iti mengatakan, untuk warga yang masih berada di permukiman terisolasi, diupayakan untuk dievakuasi ke posko terdekat.

"Kami khawatir terjadi bencana susulan, berdasarkan pantauan, tanah retak, sebaiknya kami mengimbau meninggalkan titik rawan, ke titik aman posko pengungsian," katanya.

Diketahui, banjir bandang menerjang Kabupaten Lebak, Rabu (1/1/2020). Banjir bandang terjadi lantaran aliran sungai Ciberang yang berhulu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) meluap.

Enam kecamatan yang terdampak banjir yakni Cipanas, Sajira, Lebakgedong, Curugbitung, Maja, dan Cimarga.

 

Sumber: KOMPAS.com (Kontributor Banten, Acep Nazmudin | Editor: Farid Assifa, Teuku Muhammad Valdy Arief)

https://regional.kompas.com/read/2020/01/06/08551721/fakta-pasca-banjir-bandang-di-lebak-akibat-penambangan-ilegal-hingga-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke