Salin Artikel

Belajar dari Kisah Bonar, Keterbatasan Bukan Kendala

KOMPAS.com – Sekilas tak ada yang berbeda dari diri Bonar Bangun Simanjuntak, seorang driver GrabBike. Sehari-hari ia mengangkut penumpang dan mengantarkan ke tujuan sesuai dengan request yang didapat dari aplikasi layanan Grab.

Namun, bila pernah jadi penumpangnya, Anda akan tahu kalau Bonar adalah seorang pengemudi tuli.

Biasanya, sebelum ia menjemput, Bonar akan mengirim pesan bahwa dirinya tuli. Dalam proses menjalani pekerjaan, ada beragam respons yang ia dapat. Meski demikian, tantangan itu dihadapinya.

Bonar adalah teman tuli pertama di Bandung yang menjadi mitra GrabBike. Dia bergabung bersama Grab sejak April 2017.

Di tengah keterbatasan yang dimilikinya, Bonar tidak pernah merasa ruang geraknya dibatasi. Dia bahkan ingin mendobrak perspektif bahwa teman tuli berbeda.

Ia ingin membuktikan, keterlibatannya menjadi mitra GrabBike adalah bukti bahwa ia mampu produktif dan bisa berkarya.

“Saya tidak merasa minder. Saya berani. Saya merasa percaya diri dan merasa kuat juga,” ujar lelaki berusia 30 tahun itu dengan bahasa isyarat.

Istri dan anak, jadi motivasi bagi Bonar untuk terus bekerja. Ia mengaku, setiap hari mulai bekerja pukul 4 pagi sampai 10 malam. Tujuannya, adalah menafkahi keluarga.

Cita-cita yang tinggi

Dalam menjalani pekerjaan, Bonar berkomitmen dengan tujuannya, yakni bisa menghidupi keluarga, dan memberikan pendidikan terbaik pada anaknya sampai perguruan tinggi.

Saat ini, usia anak Bonar 5 tahun. Untuk mewujudkan rencana pendidikan, Bonar menyisihkan penghasilannya untuk ditabung.

“Hasil kerja ini untuk keluarga, menabung, asuransi (pendidikan) untuk masa depan anak saya. Saya ingin anak saya kuliah. Jadi, saya menabung dari sekarang,” tambah Bonar.

Tak ada saingan

Untuk urusan pekerjaan, Bonar tak pernah berkecil hati atas kondisinya. Menurutnya, rezeki tiap orang sudah ada yang atur. Ia tak mau berkompetisi dan tak merasa perlu untuk merasa berbeda.

Respons penumpang dan teman-teman sesama mitra GrabBike memang beragam. Ada yang positif, tapi tak sedikit juga yang kurang baik. Menanggapinya, Bonar hanya tersenyum.

“Saya ingat yang baik saja. Ada yang bilang ‘Wah, kamu orang tuli tapi tetap giat narik penumpang ya. Hebat.’ Mereka terlihat kagum.” kata Bonar mengenang.

Jerih payah Bonar untuk sampai pada saat ini sebenarnya bukan tanpa usaha. Dulu sebelum bergabung menjadi mitra driver, ia pernah melamar pekerjaan lain tapi sering ditolak.

“Awalnya saya ditolak empat kali waktu melamar di beberapa tempat. Tapi saya sabar dulu. Kemudian saya terpikir untuk menjadi mitra pengemudi transportasi online dan bikin foto dengan tulisan di kertas. Saya minta agar bisa bekerja di Grab,” kisahnya.

Foto itu akhirnya viral. Banyak orang berkomentar pada postingan tersebut. Akhirnya, Bos Grab dari Jakarta telepon saya. Dia bilang, ‘Ayo kamu lamar, InsyaAllah kamu diterima.’ Ketika buka Whatsapp, Alhamdulillah saya diterima, senang banget,” tutur Bonar.

Hal itu, tak akan pernah ia lupa. Karenanya, ia menjalani pekerjaan sekarang dengan suka hati.
Seiring berjalannya waktu, teman tuli lainnya pun mengikuti jejak Bonar. Mereka mendapatkan kesempatan yang sama menjadi mitra GrabBike.

Bonar bilang, saat ini ada lebih dari 20 teman tuli yang sudah menjadi mitra GrabBike di Bandung. Tidak jarang mereka berkumpul dan saling mentraktir.

“Kadang-kadang sering ketemu. Kadang sudah tahu bahwa kami sama-sama teman tuli, kemudian ngobrol dengan bahasa isyarat tentunya,” ujarnya.

Bonar merasa senang karena semakin banyak teman tuli yang mendapatkan kesempatan kerja di Grab.

Di sisi lain, sebagai teman tuli, dia merasa tidak kesulitan berkomunikasi dengan customer. Dia sudah terbiasa menggunakan fitur berkirim pesan untuk memberitahukan bahwa dirinya tuli sejak awal.

“Biasanya customer ramah ke saya ketika tahu saya tuli,” sambungnya.

Ia juga bilang, keterbatasan yang ia miliki tak begitu berarti ketika kerja di Grab. Ketika sudah sampai di tempat menjemput, dia hanya perlu chat customer, terus konfirmasi.

“Setelah itu saya kasih helm dan jalan seperti biasa. Kalau mau jalan pintas, mereka bisa tepuk pundak saya, misalnya kalau mau ke kanan tepuk pundak kanan dan sebaliknya,” ujarnya.

Bonar mengaku selalu menghormati penumpang dan mengutamakan keselamatan selama berkendara.

Karena itu, dia tidak pernah mengalami insiden kecelakaan karena rasa tanggung jawab yang tinggi atas keselamatan penumpang.

Ia berharap, orang lebih banyak lagi yang mempelajari mengenai gaya komunikasi teman tuli.

“Sehingga tahu tuli itu seperti apa. Jadi semuanya saling mengetahui dan bekerja sama. Saya juga ingin bilang kepada orang-orang, kita harus tahu bahwa tuli dan dengar itu sama-sama berjuang, bekerja.”

Dia menambahkan, merasa bersyukur karena sekarang Grab sudah bekerja sama dengan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin).

“Dengan begitu, teman-teman tuli juga bisa bekerja sama,” ujarnya.

Mendobrak sunyi

Bonar mengaku, penghasilannya saat ini sudah bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Ia juga senang karena respos kebanyakan orang tak begitu membeda-bedkan ia dengan orang normal.

Soal rencana ke depan, Bonar mengaku akan tetap bekerja sebagai mitra GrabBike.

“Saya masih akan tetap bekerja di Grab, lagian saya sudah 3 tahun,” ujarnya sambil tertawa.
Proses perekrutan teman tuli sebagai driver, sebetulnya adalah bentuk pengembangan misi Grab untuk memastikan setiap orang dapat menikmati manfaat dari ekonomi digital, terlepas dari kondisi mereka.

Lewat program ‘Mendobrak Sunyi’ bekerja sama dengan Gerkatin sejak September 2019, Grab menawarkan kesempatan bagi teman Tuli menjadi mitra pengemudi.

Untuk penyesuaian, Grab juga menyiapkan ekosistem. Ada banyak pembaruan dari sistem teknologi Grab seperti fitur bantuan khusus, materi pelatihan menggunakan subtitle, dan juga alat bantu komunikasi di dalam mobil dan di atas motor untuk memudahkan pengemudi dan penumpang saat berkomunikasi.

Menyambut Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2019, kisah Bonar bisa jadi inspirasi. Dukung terus aktivitasnya agar mereka mampu berkarya.

Di kota Bandung, data menunjukkan Grab berkontribusi sebesar Rp 10,1 triliun pada 2018.
Kontribusi terbesar dihasilkan oleh GrabBike dengan nilai Rp 4,59 triliun, yang selanjutnya disusul oleh GrabFood dengan nilai kontribusi sebesar Rp 3,76 triliun.

GrabBike dan GrabCar juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja persen di Kota Bandung. Sebelum bermitra dengan Grab, 38 persen mitra GrabBike, dan 39 persen mitra GrabCar tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali.

https://regional.kompas.com/read/2019/12/02/21241751/belajar-dari-kisah-bonar-keterbatasan-bukan-kendala

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke