Seorang perempuan diduga dibawa oleh polisi.
Pantauan Kompas.com di lokasi, sejak pukul 14.30 WIB, tim gabungan tiba di lokasi.
Dua mobil Gegana bersiaga tak jauh dari rumah yang digeledah. Mereka lalu mensterilkan lokasi dengan memasang garis polisi.
Warga berkerumun di jalan melihat keramaian yang tak biasa bagi mereka.
"Di sini tak pernah ya ada kek gini. Kirain tadi ada soal premanisme atau apa. Rupanya ada hubungannya sama yang di Polrestabes Medan itu ya," ujar Dani (22), seorang warga.
Suasana terasa tegang ketika beberapa petugas berpakaian biasa meminta warga untuk menjauh dan tidak mengambil gambar petugas yang tak menggunakan penutup wajah dengan alasan bisa mengancam nyawa mereka.
Garis polisi pun semakin diperlebar. Warga yang menonton mundur sekitar 5 meter.
Polisi juga memasang garis polisi di rumah berwarna pink yang satu sisi dinding rumahnya belum disemen halus.
Terlihat petugas menggunakan pakaian hitam dengan pelindung lengkap keluar masuk dari dalam rumah tersebut.
Begitu juga dengan petugas ynag berpakaian biasa dan berbadan tegap.
Sekitar pukul 17.00 WIB, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimun) Polda Sumut Kombes Pol Andi Ryan tiba di lokasi dan turut melihat rumah yang digeledah.
Tak lama berselang, Andi Ryan meninggalkan lokasi tanpa menjelaskan apapun.
Bersamaan dengan itu, tim INAFIS berjalan menuju mobil dan membawa dua plastik transparan berisi pakaian dan satu plastik berisi botol air mineral yang dipotong setengah berisi sesuatu yang tidak terlihat jelas.
Ketika ditanya, si pembawa barang tersebut hanya diam saja sambil terus berlalu.
Pada pukul 19.00 WIB, tim gabungan itu mulai meninggalkan lokasi.
Garis polisi di rumah tersebut juga sudah dilepas.
Seketika warga berkerumun semakin mendekat. Beberapa orang masih ada yang berjaga di lokasi tersebut.
Rumah Anto berada di belakang rumah Syamsudin. Rumah yang paling sering digunakan kumpul-kumpul adalah rumah Syamsudin.
"Paling sering di rumah Syamsuddin ini yang ada kumpul-kumpul hampir tiap hari. Syamsudin tidak tinggal di situ. Yang tinggal anaknya (Syafri dan istrinya)," katanya.
Ketika ditanya apakah Syamsuddin adalah Iwan yang pergi ke Bengkulu dua bulan yang lalu, Jihadun membenarkannya.
Dikatakannya, sepengetahuannya, Anto adalah orang yang selalu mengajar. Menurutnya, pada hari Senin Rabbial (RMN) datang.
"Kalau Salman (SA) pernah juga kemari karena infonya dia bekerja sama sama tambak kolam kepiting jadi kadang kemari. Tidak sering tapi ada beberapa kali kumpul," katanya.
Sehingga pihaknya terus memantau aktivitas mereka. Pasalnya, selain mengaji di rumah itu, mereka kadang juga pergi ke luar.
"Keresahan masyarakat karena mereka sering kumpul sampai larut malam diatas jam 12 malam. Kadang ada yang pulang dan menginap," katanya.
Jihadun menambahkan, aktivitas seperti itu sudah berlangsung sejak 2013 kemudian dilanjutkan oleh anaknya.
Sepengetahuannya, kelompok pengajian orangtuanya dulu bernama Jamiatul Insani.
"Yang ikut di pengajian itu, warga dari luar. Mereka pengajian atau kumpul sampai tengah malam. Tapi mereka tertutup dan saat kita datang mereka diam," katanya.
Informasi yang dihimpun, pada sore tadi sekitar pukul 15.30 WIB, seorang perempuan dibawa oleh polisi dengan mobil. Beberapa warga melihatnya.
Wakapolda Sumut Brigjen Pol Mardiaz Kusin pada Kamis sore (14/11/2019) mengatakan sebanyak 12 orang diamankan dan masih sebagai saksi.
Informasi yang dihimpun, di Belawan polisi mengamankan dua orang yakni Aris dan Fadli pada malam harinya. Satu orang lagi, Andri melarikan diri.
Ketiganya merupakan kakak beradik, anak dari Rudi Suharto.
https://regional.kompas.com/read/2019/11/15/21253181/selidiki-kasus-bom-medan-polisi-5-jam-geledah-3-rumah-di-belawan-ini