Salin Artikel

17 Agustus: Mengenang Rumah Petani Tionghoa, Tempat Penyusunan Teks Proklamasi di Rengasdengklok

Pada 16 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta dijemput oleh para pemuda kelompok Menteng 31, yakni Soekarni, Shodancho Singgih, Jusuf Kunto, dan tokoh-tokoh lainnya.

Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Ikut serta dalam rombongan istri Soekarno, Fatmawati, dan putranya yang masih bayi, Guruh Soekarnoputra.

Rencananya mereka akan dibawa ke markas PETA (Pembela Tanah Air), namun rombongan singgah di sebuah rumah milik Djiauw Kie Siong.

"Soekarno dan Hatta datang pagi hari ke rumah Djiauw Kie Siong. Kenapa datang ke sini? Karena rumah ini tak mencolok. Rencana awalnya itu tempat kumpulnya di markas PETA. Dipilih rumah Djiauw ini karena jauh dan tertutup rimbun pohon," cerita sejarawan Rushdy Hoesein, seperti dikutip dari KompasTravel.

Di rumah tersebut, teks Proklamasi di susun. Rencanaya Proklamasi juga akan dibacakan di tempat itu, dan upacara bendera sudah diadakan.

Namun, pembacaan proklamsi batal karena Ahmad Subardjo datang dan mengundang Soekarno-Hatta membacakan teks di Pegangsaan Timur. Akhirnya teks proklamasi dibacakan tanggal 17 Agustus 1945.

Saat kejadian itu, Babah Djiauw tidak berada dia rumah. Dia membiarkan rumahnya digunakan untuk menyusun proklamasi. Dia memilih pergi keluar rumah bersama keluarganya.

Petani Djiauw Kie Siong adalah warga keturunan Tionghoa Hakka yang lahir sekitar tahun 1880 di Desa Pacing, Sambo Karawang.

Menurut Yanto Djuhari, cucu dari Djiauw Kie Siong, kakeknya memiliki sawah seluas 2 hektare.

"Kakek sih petani dan pedagang juga. Kakek bertani sawah dan berladang palawija. Dulu kakek punya sawah sekitar dua hektar. Kakek sudah bertani lebih dari 20 tahun sejak 1930," kata laki-laki yang memiliki nama Tionghoa Djiaw Tiang Lin.

Dikisahkan Djiauw Kie Siong memiliki 9 sembilan anak dan hidup dua bersaudara.

Selain petani dan pedagang, Djiauw Kie Siong tergabung sebagai anggota PETA (Pembela Tanah air) dan ia mendapat pangkat di PETA.

Menurut cucunya, kakeknya juga punya keahlian membuat peti mati.

"Kakek juga pembuat peti mati. Dulu ada yang suka membawa bahan peti mati. Lama-kelamaan suka buat sendiri, dipahat sendiri. Dia buat peti mati untuk masyarakat sekitar Karawang," jelas Yanto.

Djiauw Kie Siong meninggal pada tahun 1964 karena sakit paru-paru.

 

Sayangnya, saat itu Soekarno-Hatta tidak berkenan hadir.

Tentara PETA saat itu, Kapten Masrin Muhammad kemudian mengumpulkan orang-orang di Rengasdengklok untuk mengikuti upara tersebut.

Masrin juga menjamin keamanan saat itu. Upacara dipimpin oleh Camat Rengasdengklok saat itu, R. Socho Hadipranoto.

"Saat itu (16 Agustus 1945) upacara digelar tanpa protokoler, hanya diiringi salawatan. Karena saat itu belum ada lagu Indonesia Raya. Oleh karenanya pada upacara yang kami lakukan saat ini (16 Agustus 2018), setelah bendera merah putih berkibar baru lagu Indonesia Raya dikumandangkan," ujar Edi Supriadi, Komando Lapangan Bale Hideung Karawang, Kamis (16/8/2018).

Ia bersama sekolompok pemuda dari Bale Hideung dan Pemuda Rengasdengklok menggelar upacara pengibaran bendera Merah Putih dengan khidmat, bak 16 Agustus 1945, pada tahun 2018 lalu.

Namun saat ini tempat ini sekarang terbengkalai lantaran Kantor Kecamatan Rengasdengklok telah pindah di dekat Tugu Kebulatan Tekad Rengasdengklok

Saat itu, secara kebetulan rumahnya dipilih untuk tempat singgah Bung Karno karena tempatnya rimbun dan tersembunyi.

Pada 1957, rumah asli Djiauw Kie Siong yang awalnya di pinggiran Sungai Citarum dipindahkan di lokasi yang berjarak sekitar 150 meter dari tempat aslinya di Kampung Bojong untuk menghindari abrasi.

Hingga saat ini kamar tempat Soekarno dan Hatta menginap masih terjaga baik.

Namun kasur yang digunakan Soekarno saat itu telah dipindahkan ke Museum Tentara di Bandung atas perintah Mayjen Ibrahim Adjie yang saat itu menjabat Panglima Divisi Siliwangi.

Sementara markas PETA sendiri sudah dibongkar. Di lahan itu dibangun Monumen Kebulatan Tekad yang dibangun tahun 1950-an seharga Rp 17.500.

"Kalau di buku sejarah itu dia dikenal hanya sebatas rumahnya dipakai. Di dalam Wikipedia yang baru, nama Djiauw Kie Song itu namanya Stephen yang mau baca proklamasi. Bukan. Proklamasi itu ditulis di rumah Tadashi Maeda dan Bung Karno itu tidak menginap," ujar Rushdy.

SUMBER: KOMPAS.com (Wahyu Adityo Prodjo, Jonathan Adrian, Farida Farhan)

https://regional.kompas.com/read/2019/08/17/09395221/17-agustus-mengenang-rumah-petani-tionghoa-tempat-penyusunan-teks-proklamasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke