Salin Artikel

Ketika TNI dan Rakyat Cegah "Human Trafficking" dari Perbatasan RI-Timor Leste

KUPANG, KOMPAS.com - Duduk berjejer di bangku kecil panjang selebar satu jengkal, Ariyanti Nobel terlihat serius memandang ke arah Anthonius DPR Lela, Kepala Sub Seksi Intelijen Keimigrasian Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sorot mata perempuan berambut ikal sebahu dan kulit sawo matang berusia 18 tahun itu, begitu tajam seolah tak mau berkedip. Sesekali, ia menatap empat orang teman sebaya yang duduk persis di sebelah kanannya.

Ariyanti bersama teman-teman dan puluhan warga RT 008, Desa Nunuana, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, yang berbatasan langsung dengan Distrik Oekusi, Timor Leste, sedang mengikuti penyuluhan singkat tentang pencegahan human trafficking (perdagangan manusia), Senin (5/8/2019) malam.

Kegiatan penyuluhan yang difasilitasi oleh Kodim 1604 Kupang itu, digelar secara sederhana di halaman rumah Yunus Maus, yang beratap alang-alang dan berdinding kayu bebak.

Sebuah bola lampu penerangan yang minim pencahayaan dipasang di sudut kanan rumah. Beruntung dukungan lampu sorot LED milik TNI, membuat suasana malam itu sedikit lebih terang.

Sebagian warga duduk di kursi plastik dan kursi kayu panjang. Mereka masing-masing berbalut kain selimut tipis.

Ada pula warga yang tidak kebagian kursi, terpaksa harus berdiri. Bahkan anak-anak usia sekolah dasar, duduk di tanah tanpa beralas tikar.

Udara malam itu mulai terasa dingin menusuk tulang. Meski begitu, mereka serius mendengar dengan seksama penyampaian informasi detail tentang bahaya perdagangan manusia dari petugas imigrasi.

Mengenakan baju kaos berwarna hijau muda terang, dengan kain sarung garis merah campur biru yang mulai terlihat usang, Ariyanti sesekali menganggukan kepalanya.

Ariyanti terus berbisik dengan Sifora Masus, teman sebaya yang duduk berselebahan dengannya.

Kedua gadis remaja itu, adalah siswi tamatan SMA Negeri di wilayah Amfoang Timur, yang berencana akan mencari pekerjaan di Kota Kupang.

"Kami barusan tamat SMA dan ingin cari pekerjaan di kota. Setelah mendengar penjelasan dari pihak imigrasi tentang perempuan muda yang diperdagangkan hingga ke luar, kami mulai hati-hati memilih pekerjaan, terutama tawaran kerja ke luar negeri dari orang yang tidak dikenal," ungkap Ariyanti, kepada Kompas.com.

Apalagi, Ariyanti pernah mengetahui informasi dari media massa, bahwa banyak perempuan muda asal NTT yang menjadi korban perdagangan manusia.

Ariyanti yakin, orangtuanya tidak akan mudah mengizinkannya bekerja ke luar negeri, setelah mendengar penjelasan tentang bahaya perdagangan manusia.

"Terima kasih kepada bapak dari imigrasi dan dari Kodim Kupang yang telah menginformasikan langsung kepada kami tentang bahaya perdagangan orang," ujar Ariyanti.

Mencegah perdagangan orang

Ketua RT 008 Desa Nunuana, Esau Nobel, menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan penyuluhan itu.

Esau mengaku, warganya baru pertama kali mendengar langsung penyuluhan tentang bahaya perdagangan orang.

Esau pun berharap, kegiatan seperti ini bisa terus dilakukan, sehingga warga tidak gampang menerima tawaran kerja dari pihak mana pun.

"Apa yang telah dilakukan oleh pihak TNI maupun imigrasi ini, tentunya sangat bermanfaat dan berguna bagi kami. Terima kasih banyak untuk perhatiannya bagi kami masyarakat, yang memang sangat minim informasi. Karena itu, bersama TNI, kami akan lawan perdagangan manusia," kata Esau optimistis.

Kepala Sub Seksi Intelijen Keimigrasian, Anthonius DPR Lela mengatakan, tujuan dilakukan sosialisasi sebagai upaya pencegahan, agar masyakat jangan menjadi korban perdagangan orang.

Menurut Anthonius, masyarakat harus diberikan pemahanan tentang bagaimana bekerja ke luar negeri dengan legal, melalui perusahaan jasa tenaga kerja yang resmi.

"Kalau ada orang luar yang datang menawarkan kerja ke luar negeri, harus minta identitasnya termasuk perusahaannya. Kalau ragu, segera koordinasi dengan kepala desa, polisi atau TNI terdekat, sehingga anak kita bisa kerja ke luar negeri melalui jalur yang resmi," kata Anthonius.

Waspada modus 'uang sirih pinang' 

Anthonius pun meminta kepada para orangtua, agar jangan cepat tergiur menerima tawaran bekerja ke luar negeri dari orang tak dikenal, dengan iming-iming upah yang besar.

Ada pula modus perdagangan orang saat ini lanjut Anthonius, yakni orangtua calon tenaga kerja, dikasih uang 'sirih pinang', kemudian anaknya dibiarkan bekerja ke luar negeri secara ilegal.

Anthonius menyebut, beberapa syarat untuk bekerja ke luar negeri, di antaranya usia harus di atas 21 tahun dan melalui perusahan resmi, serta menggunakan paspor.

Berdasarkan data dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), Kupang, jumlah TKI asal NTT yang meninggal di Malaysia dalam enam tahun terakhir ini cenderung meningkat setiap tahunnya.

Kepala BP3TKI Kupang, Siwa mengatakan, pada tahun 2013 sebanyak 31 orang TKI meninggal, tahun 2014 menurun menjadi 21 orang, tahun 2015 sebanyak 28 orang, tahun 2016 naik menjadi 49 orang dan tahun 2017 meningkat menjadi 62 orang.

Kemudian, pada tahun 2018 jumlah TKI yang meninggal meningkat pesat mencapai 105 orang dan tahun 2019, dalam rentang waktu lima bulan sejak Januari hingga Mei 2019, tercatat 49 orang meninggal.

TKI yang paling banyak meninggal di Malaysia, sebagian besar berasal dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Kupang. Mereka tidak memiliki dokumen atau TKI ilegal yang menjadi korban perdagangan orang.

"Sebagian besar TKI yang meninggal undocumented atau ilegal," ungkap Siwa.

Komandan Kodim 1604/Kupang, Letkol Kavaleri FX Aprilian Setyo Wicaksono, menyebut, kegiatan penyuluhan tentang upaya pencegahan perdagangan orang merupakan bagian dari kegiatan non fisik dalam TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-105 Tahun 2019 yang digelar di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Aprilian mengatakan, kegiatan TMMD hadir sebagai perwujudan peran TNI membantu Pemerintah Kabupaten Kupang, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan melalui sentuhan pembangun fisik dan non-fisik.

"Ada dua sasaran utama pembangunan yang diwujudkan dalam TMMD yakni fisik dan non-fisik," tutur Aprilian.

Aprilian mengatakan, terdapat 150 personel dari tiga marta yakni TNI-AD didukung TNI-AL, TNI-AU serta personel dari pemerintah daerah, diterjunkan dalam TMMD 2019 yang berlangsung selama 10 Juli-8 Agustus mendatang.

Selain penyuluhan tentang pencegahan perdagangan manusia, kegiatan non-fisik lainnya yaitu tentang wawasan kebangsaan, kesadaran hukum, pertanian dan penggunaan teknologi tepat guna, bahaya penyakit HIV/AIDS dan bahaya narkoba.

Sementara, untuk pembangunan fisik yang dilakukan pihaknya, yaitu pembangun fasilitas keagamaan rumah pastoral di Desa Tuaheo, rumah pastoral di Desa Netemnanu Utara, dan Gereja Santu Paulus di Desa Nunuana.

"Pembangunan fisik dan non-fisik ini, kami melibatkan masyarakat dan mereka sangat pro aktif. Ini sebagai bentuk sinergi bersama masyarakat, untuk membangun desa sebagai wujud nyata dari nilai kemanunggalan TNI-rakyat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat di beranda terdepan NKRI itu," tutur dia.

Aprilian berharap, pembangunan fisik dan non-fisik ini, masyarakat bisa sadar dan terbangun morilnya untuk tetap optimistis dalam melakukan rutinitas sehari-hari.

"Kami akan selalu ada bersama masyarakat dan siap membantu masyakat," ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/06/15392791/ketika-tni-dan-rakyat-cegah-human-trafficking-dari-perbatasan-ri-timor-leste

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke