Salin Artikel

Dr Martens, Tri Rismaharini, dan Identitas Kaum Pekerja

Beberapa pasang mata langsung tertuju padanya.

Namun, ada yang lebih menarik pandangan mata. Risma yang mengenakan batik dan celana panjang hitam itu tampil sangar dengan alas kaki berupa bot hitam berlabel Dr Martens.

Seorang fotografer bahkan sampai terkesima melihat Risma mengenakan sepatu klasik asal Inggris tersebut.

Risma pun tak segan memamerkan sepatunya yang masih mulus mengilap.

Risma juga sempat bergurau mengenai sepatunya itu. Risma tampaknya menyadari bahwa Dr Martens selalu identik dengan budaya populer musik dan gaya hidup.

Dalam beberapa dekade terakhir, Dr Martens memang sering digunakan musisi punk, rock, ska, hingga hardcore.

Dr Martens juga identik dengan komunitas skinhead, salah satu budaya sub-kultur.

“Ya wes, enggak apa-apa, biarin saja. Nanti sebentar lagi kalau pensiun, mau jadi rocker saja. Mau jadi penyanyi,” kata Risma sambil tertawa.

“Eh tapi, Kompas TV mau kan, terima rocker yang baru, rocker yang tua…ha…ha…ha,” ujar Risma melanjutkan gurauannya.

Risma menceritakan bahwa sepatu bot yang dikenakannya saat ini begitu nyaman untuk dipakai berjalan dan beraktivitas.

Terlebih, saraf kaki Risma memang belum benar-benar pulih, setelah kakinya pernah mengalami terkilir.

“Sampai sekarang, itu kalau menginjak kerikil itu sakit sekali,” kata Risma.

Identitas kaum pekerja

Berbicara tentang Dr Martens memang tidak hanya sesederhana sebuah alas kaki.

Sepatu berbahan dasar kulit dengan sol karet tebal dan pola jahitan mencolok yang mengelilingi sepatu ini memiliki sejarah panjang di belakangnya.

Sepatu yang populer pada 1960-an ini awalnya banyak digunakan petugas kantor pos dan pekerja pabrik di Inggris.

Salah satu alasannya, karena sepatu ini cukup awet dan dapat melindungi kaki dengan baik saat digunakan bekerja keras.

Banyaknya kaum pekerja yang menggunakan Dr Martens melahirkan sebuah identitas baru bagi kaum pekerja. Dr Martens semakin terkenal sebagai simbol perjuangan kaum pekerja di masa ekonomi yang sulit.

Identitas itu tampaknya juga berlaku bagi Risma. Perempuan kelahiran November 1961 tersebut memang dikenal sebagai pekerja keras.

Sosoknya selalu mendapat pujian atas hasil-hasil yang dicapai sebagai wali kota.

Risma sendiri mengakui bahwa bot yang dikenakannya saat ini membantunya dalam menyelesaikan tugas-tugas. Sebagai contoh, saat ia harus melakukan inspeksi mendadak.

Belum lagi saat dia harus mengunjungi lokasi banjir, kebakaran atau lokasi tanah longsor yang menimpa warga.

 "Aku beli tiga pasang sepatu, yang satu untuk banjir-banjiran. Harus ada gantinya kalau masuk-masuk got. Cuma ini enggak licin, enggak takut kalau hujan," kata Risma.

Untung bukan Dr Martens...

Risma memiliki cerita lucu saat berbicara mengenai bot yang dia pakai. Risma menceritakan, suatu saat dia turun ke lapangan untuk memantau kebakaran di pemukiman warga di Surabaya.

Risma mengaku sangat marah dan emosi ketika memantau hasil kerja anak buahnya di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya.

Menurut Risma, anggota pemadam terlalu lambat bekerja. Bahkan, dia menilai, petugas pemadam tak cermat dalam memadamkan api.

Misalnya, petugas pemadam saat itu tak bisa mencegah api melebar ke rumah warga yang lain, hanya karena pintu rumah terkunci.

Padahal, menurut Risma, seharusnya petugas pemadam dapat menjebol dinding rumah warga, agar bisa masuk dan dengan cepat mencegah api menjalar ke rumah lainnya.

“Saya bilang ke petugas PMK-nya, ‘kamu ini bunuh orang, tahu enggak. Kalau pintunya enggak bisa dibuka, ya jebol, nanti saya yang ganti dinding itu’,” kata Risma saat menirukan ucapannya kepada petugas pemadam.

“Kalau rumah warga jadi terbakar semua, ya namanya Dinas Kebakaran saja, enggak usah pakai pemadam,” kata Risma.

Menurut Risma, saat itu dia merasa begitu emosi, sampai-sampai ia mencopot sepatunya dan melemparkannya ke arah petugas.

Saat menceritakan peristiwa itu, Risma pun kembali tertawa.

Risma ternyata membayangkan seandainya sepatu yang dia lempar saat itu adalah bot Dr Martens yang cukup berat dan memiliki sisi luar yang keras seperti besi.

“Untung aku waktu itu belum pakai sepatu ini. Kalau enggak, kena kepalanya aku bisa dituntut,” kata Risma sambil tertawa.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/01/07000031/dr-martens-tri-rismaharini-dan-identitas-kaum-pekerja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke