Salin Artikel

Saat Diplomat Afganistan Belajar Penyelesaian Konflik dari Maluku...

AMBON, KOMPAS.com - Konflik kemanusiaan yang pernah berkecamuk di Maluku sepanjang tahun 1999-2004, telah menjadi catatan buruk dan sejarah kelam bagi peradaban kemanusiaan di daerah berjuluk seribu pulau itu.

Namun, setelah konflik berakhir, Maluku kini terus bangkit dari keterpurukan dan mampu menampilkan wajah damai dari sebuah negeri yang menjunjung tinggi perbedaan dan toleransi.

Tak mengherankan banyak orang hingga sejumlah lembaga jauh-jauh datang ke Maluku secara khusus hanya untuk mempelajari konflik berkepanjangan di Maluku, dan bagimana cara orang Maluku menyelesaikan konflik secara damai.

Pengalaman orang Maluku menyelesaikan konflik yang terjadi di masa lalu membuat para diplomat asal Afghanistan ikut tertarik untuk belajar menyelesaikan konflik.

Ada sepuluh diplomat yang mendatangi Kantor Gubernur Maluku, pada Jumat (19/7/2019).

Kesepuluh diplomat itu yakni Abdul Ghaffar Jamshidi selaku Official of MoFA Afghanistan, Abdul Wahab Rahimi, Abdulzaman Akbari, Asef Naderi, Faridullah Malizai, Fawzia Habib, Hamed Khurasani, Jamal Nasir Gharwal, Jangyalai Hakimi, dan Mohammad Amin Yaqoubi.

Mereka datang ke Kantor Gubernur Maluku bersama Kepala Pusdiklat Kemenlu, Dr Yayan GH Mulyana dan langsung mengadakan pertemuan bersama sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Maluku yang dipimpin oleh Plt Kepala Kesbangpol Maluku, Dachjar Sialana.

Pertemuan yang berlangsung di lantai 6 Kantor Gubernur Maluku itu ikut dihadiri oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan universitas di Ambon dan perwakilan Polda Maluku dan Kodam XVI Pattimura.

Menurut Dachjar Sialana, selama pertemuan berlangsung, berbagai persoalan mengenai konflik di Maluku dan penyelesaiannya hingga isu kerukunan antarumat bergama ikut dibahas bersama para diplomat Afghanistan tersebut.

“Tadi kita (Pemda Maluku) sampaikan, kekuatan terbesar kita adalah kearifan lokal. Di samping itu, adanya intervensi pemerintah dalam hal regulasi seperti Instruksi Presiden Nomor 88 serta ada juga kebijakan pemerintah pusat untuk recovery (pemulihan). Itu disampaikan dan mereka (Diplomat) senang,” ungkap Sialana, kepada wartawan usai pertemuan itu, Jumat.

Kepada para diplomat dalam pertemuan itu, Sialana mengaku bahwa upaya membangun perdamaian dan toleransi di Maluku sangat kuat tercermin lewat perilaku kehidupan warga melalui kearifan lokal dan nilai budaya saling menghargai.

“Saat ada masjid di komunitas Muslim dibangun, saudara dari Kristiani juga ikut membantu, begitu pun sebaliknya, sehingga mereka tadi merasa luar biasa persaudaraan di Maluku," sambung dia.

Para diplomat Afghanistan yang datang ke Maluku itu, kata Sialana, juga mengaku kaget karena ternyata ada banyak warga Hindu dan Budha serta aliran kepercayaan lainnya di Maluku.

"Mereka tercengang dengan melihat pemerintah yang tidak hanya memperhatikan Islamic Center dan Cristiani Center, tetapi pemerintah juga memperhatikan Katolik Center, Budha Center dan Hindu Center. Itu membuat mereka kagum karena pemerintah pusat tidak melepas tangan terhadap Maluku," ujar dia.

Menurut Sialana, kedatangan diplomat dari salah satu negara yang juga tercabik konflik itu tentu menjadi sebuah kebanggaan bagi Maluku, apalagi kedatangan mereka untuk belajar tentang membangun perdamaian dan bagaimana menyelesaikan konflik.

“Ini juga menjadi tantangan bagi kami di Maluku untuk jangan hanya menjadikan ini sebagai slogan, tetapi intinya harus mempertahankan dan mewujudkannya terutama untuk generasi penerus. Karena inti dari semua ini adalah toleransi, baik itu toleransi antarsesama komunitas beragama maupun toleransi bagi orang luar yang datang ke Maluku," ujar dia. 

Alasan pilih Maluku

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri RI, Dr Yayan GH Mulyana mengatakan, Maluku dipilih sebagai model pembelajaran penyelesaian konflik dan perdamaian dari para diplomat Afghanistan dikarenakan beberapa alasan.

Menurut Yayan, alasan pertama karena penyesaian konflik di Maluku dilakukan dengan cepat, serta cara penyelesaian konflik tidak hanya melibatkan pemerintah pusat dan daerah, aparat keamanan, namun juga atas keinginan masyarakat bawah.

“Jadi, dari bawah, tidak hanya dari pemimpin agama, namun juga dari pemimpin masyarakat, bahkan dari kalangan pemuda serta peran perempuan di dalam menyelesaikan konflik dan merawat perdamaian yang sudah tercapai,” ujar dia.

Yayan mengaku, cara penyelesaian konflik di Maluku yang terjadi dengan cepat menjadi catatan tersendiri bagi para diplomat Afghanistan tersebut, mengingat daerah mereka juga menjadi wilayah yang selalu dilanda konflik saudara.

"Penyelesaian konflik Maluku merupakan suatu mode yang sangat dihargai oleh teman-teman dari Afghanistan, banyak pelajaran yang bisa diambil dari Maluku untuk penyelesaian konflik dan menciptakan keamanan," ujar dia.

Menurut Yayan, peran kearifan lokal yakni Pela Gandong sebagai warisan leluhur orang Maluku juga sangat berperan penting dalam penyelesaian setiap konflik yang terjadi dan selalu menjadi pemersatu di tengah masyarakat yang majemuk, baik itu secara etnik maupun agama.

"Tadi yang menarik perhatian mereka adalah keharmonisan di Maluku yang sudah menjadi DNA sejak zaman dulu, keharmonisan antaretnik dan antarpemeluk agama sangat dalam terstruktur, seperti saat saling membantu membangun rumah ibadah,” ungkap dia.

Dari pertemuan itu, para diplomat tersebut juga tertarik dengan adanya sejumlah forum adat seperti majelis latupati yang selama ini berperan membangun perdamaian dan kerukunan umat bergama di Maluku, serta peran pemerintah yang sangat berkomitmen membangun seluruh pusat keagamaan seperti Islamic Center, Kristian Center, Katolik Center, Budhis Center hingga Hindu Center.

“Ini luar biasa, karena awalnya sebelum ke sini kami pikir hanya ada komunitas Muslim dan Kristen saja. Tetapi, ternyata ada komunitas agama lainnya, ini begitu multi religi," imbuhnya.

Bantu Afganistan

Yayan mengungkapkan, komitmen Pemerintah Indonesia dalam rangka membantu proses perdamaian di Afghanistan sangat kuat.  

Karena itulah Pemerintah Indonesia menawarkan kepada Afghanistan untuk peningkatan kapasitas kemampuan dalam menyelesaikan konflik dan menciptakan kedamaian dengan belajar di Maluku.

Maluku sendiri dipilih untuk menjadi moda pembelajaran tentang perdamaian karena Maluku telah menjadi laboratorium kerukunan umat beragama di Indonesia.

"Jadi, tujuan teman-teman dari Afghanistan ini adalah untuk mendapatkan pelajaran dan pengalaman dari Maluku, dalam hal penyelesaian konflik serta merawatnya. Ini (Maluku) adalah salah satu laboratorium perdamaian dan moda yang sangat dihargai oleh para delegasi Afghanistan," ungkap dia.

Sesuai rencana, para diplomat Afghanistan itu akan berada di Maluku smpai tanggal 22 Juli mendatang.

Selama berada di Ambon, mereka akan mempelajari lebih dalam lagi penyelesaian konflik Maluku termasuk peran Pela Gandong dalam penyelesaian konflik.

"Mereka akan mendalami Pela Gandong di Universitas Kristen Maluku (UKIM) serta akan mendalami peran perempuan dalam penyelesaian konflik di IAIN Ambon. Jadi, mereka ingin mengenal Ambon serta juga akan melihat obyek wisata, budaya, dan sejarah yang sangat kaya di Ambon, Maluku," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/19/21433921/saat-diplomat-afganistan-belajar-penyelesaian-konflik-dari-maluku

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke