Salin Artikel

Cerita Sunarto dan Wahyuni, Satu dari 50 Pasutri Peserta Pilkades Serentak di Lamongan

LAMONGAN, KOMPAS.com - Sebanyak 385 desa yang ada di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, bakal menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara serentak pada September 2019 mendatang.

Dari jumlah tersebut, ada sebanyak 50 pasangan yang merupakan suami-istri dan bakal bersaing dalam Pilkades.

Salah satu di antaranya adalah pasangan Sunarto (45) dan Sri Wahyuni (39), pasangan suami-istri ini bakal bersaing untuk menjadi Kepala Desa Surabayan yang membawahi Dusun Semlawang dan Kedangean, yang berada di Kecamatan Sukodadi, Lamongan.

Ketika ditemui Kompas.com di kediamannya, Selasa (9/7/2019) kebetulan Sunarto atau yang dikenal warga sekitar dengan sebutan lurah Cameroon, tampak tengah santai duduk di teras rumah.

Ia pun terlihat tanpa ragu mempersilahkan untuk masuk ke dalam rumah, sambil menanyakan maksud dan tujuan berkunjung ke kediamannya.

"Benar, besok (saat Pilkades serentak) saya akan bersaing dengan istri saya sendiri. Habisnya hingga pendaftaran ditutup kemarin, enggak ada warga lain yang mendaftar. Jadinya calonnya ya hanya saya dan istri saya," kata Sunarto.

Ia lantas menjelaskan, tidak ada maksud dari dirinya yang merupakan incumbent untuk memonopoli pencalonan, karena pihak penyelenggara sudah mengumumkan mengenai pendaftaran bakal calon kepala desa kepada semua warga sejak jauh hari.

Bahkan, sebelum masa jabatan periode pertama dirinya menjabat sebagai kepala desa Surabayan habis pada 28 Juni 2019 kemarin.

Dua kali bersaing dengan istri

"Ini bukan pertama kalinya saya maju mencalonkan diri sebagai kades melawan istri, sebab saat periode pertama pada 2013 lalu saya juga waktu itu melawan istri saya sendiri," jelasnya.

Pada periode pertama menjabat sebagai kepala desa Surabayan, Sunarto yang awalnya memang berangkat mencalonkan diri sebagai kepala desa karena dorongan dari warga dan sesepuh kampung, tidak menyangka bakal bersanding dengan istrinya sendiri sebagai pesaing.

"Kalau di periode pertama dulu, awalnya memang banyak yang mencalonkan diri. Tapi entah kenapa, begitu tahu saya maju, para calon lainnya kemudian mengundurkan diri, enggak jadi mencalonkan dirinya," kata dia.

Padahal menurut pengakuan Sunarto, dirinya maju saat itu juga bukan murni atas kehendak nurani melainkan desakan dari beberapa sesepuh kampung, terutama kaum muda Desa Surabayan yang menginginkan adanya perubahan di kampung mereka.

"Kalau dulu kan persyaratan enggak ribet seperti sekarang mas, bahkan ada beberapa persyaratan yang memang tidak membutuhkan kehadiran saya waktu itu diuruskan sama orang-orang (para pendukungnya), karena saking kepengennya saya maju menjadi kepala desa di sini. Kalau sekarang (periode kedua) kan beda, persyaratan enggak bisa diuruskan sama orang lain, harus ngurus sendiri," jelasnya.

Seiring perjalanan waktu, beberapa calon yang semula mendaftarkan diri kemudian mundur secara teratur dan membatalkan pencalonan mereka, sehingga kemudian memunculkan hanya sosok Sunarto seorang yang menjadi kandidat bakal calon kepala desa.

"Kurang tiga hari pendaftaran bakal kepala desa ditutup, orang-orang akhirnya menyuruh istri saya untuk maju mendaftarkan diri. Jadilah saya melawan istri sendiri," tutur Sunarto.

Aku tak milih bojone ae...

Pada periode pertama pencalonan tersebut, Sunarto akhirnya keluar sebagai peraih suara terbanyak dan lantas dilantik sebagai kepala desa Surabayan setelah mendapat 1.239 suara dari 1.400-an warga yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

"Saya waktu itu cuma dapat sekitar 45 suara, kalah jauh dibanding dengan perolehan suara bapaknya. Mungkin orang-orang sudah sreg dalam memilih bapaknya," ucap Sri Wahyuni.

Ketika disinggung mengenai ketika proses pencoblosan berlangsung, Sri mengungkapkan, tidak ada saling bersaing dengan sang suami, dengan mereka justru mendukung satu sama lainnya.

Meski waktu itu, Sri juga sempat menjadi bahan candaan beberapa warga setempat sebelum menyalurkan hak pilih mereka.

"Ada juga yang bercanda waktu itu, terutama ibu-ibu yang bilang aku tak milih bojone ae enggak milih Mbak Sri sambil bercanda. Tapi bagi saya dan bapaknya nggak masalah, sebab siapapun yang jadi kepala desa harus saling mendukung, terus bapaknya ternyata yang menang," beber Sri.

Dengan pengalaman yang didapat tersebut, Sri mengaku, bakal tidak lagi canggung saat kembali harus 'bertanding' dengan suaminya, Sunarto, dalam Pilkades serentak yang dijadwalkan bakal digelar pada 15 September 2019 mendatang.

"Sudah dapat pengalaman itu, ya nggak masalah. Tetap saja seperti sebelumnya, kami sudah sepakat, siapapun yang nantinya terpilih harus saling mendukung," kata dia.

Tak pengaruhi kehidupan rumah tangga

Meski akan kali kedua maju menjadi lawan dalam Pilkades mendatang, kehidupan rumah tangga Sunarto dan Sri Wahyuni dikatakan 100 persen tidak terpengaruh dan tetap berjalan dengan harmonis.

Dengan mereka tetap fokus dalam membesarkan ketiga buah hati mereka yakni, Alegra (18), Virta (13), dan Chelsea (6).

"Mungkin beda ceritanya kalau lawan orang lain atau kandidat lain, ini kan lawan istri sendiri. Jadi selain memikirkan coblosan nanti, urusan keluarga, anak-anak tetap yang utama," ujar Sunarto.

Begitu juga dengan Sri Wahyuni, yang tetap menempatkan dirinya sebagai sosok ibu rumah tangga kepada ketiga anaknya, bahkan hingga urusan dapur tetap dilakukan seperti biasa, dengan tidak ada yang berbeda.

"Namanya istri ya tetap saja, masak, ngurusi anak-anak. Kan pada saat pemilihan saja kita (dengan suami) bersaing. Paling juga nanti duduknya berdampingan saat pemilihan, jadi teringat seperti kemanten (pasangan saat menikah)," kata Sri.

Sri juga menolak dikatakan apakah dirinya dilanda nervous maupun gugup saat bersanding bersama suaminya, pada saat proses pemungutan suara berlangsung nanti.

"Nggak juga, kan sudah pernah. Kalau dulu (periode pertama) sih ada sedikit, mungkin karena belum pernah atau belum pengalaman. Tapi kalau sekarang sudah tidak, biasa saja" ucap dia.

Dorongan warga desa

Kendati belum pernah menjabat sebagai kepala desa sebelumnya, warga Desa Surabayan tak ragu mendorong Sunarto sebagai calon kepala desa pada 2013 (periode pertama).

Termasuk mengusulkan dan mendapuk sang istri, Sri Wahyuni sebagai rival lantaran tidak ada kandidat lain yang berkenan alias membatalkan diri sebagai calon.

Apalagi pada saat ini, setelah mereka telah merasakan 'tangan dingin' Sunarto saat menjabat sebagai kepala desa, dengan pada Pilkades serentak di Lamongan pada 15 September 2019 mendatang, kembali akan bertanding menghadapi istrinya sendiri.

"Orangnya (Sunarto) bagus, amanah. Saya ini bukan asal ucap, sebab bisa dilihat sendiri hasil pembangunan (infrastruktur) semasa Sunarto menjabat sebagai kepala desa. Coba bandingkan dengan (kepala desa) sebelumnya," kata salah seorang warga Desa Surabayan, Suliadi (51).

Ucapan Suliadi diamini oleh warga Desa Surabayan yang lain, Makhrus. Sama seperti Suliadi, Makhrus juga menilai Sunarto sangat cocok dan ideal dalam memimpin kampungnya.

Terlebih, Sunarto beberapa kali melakukan terobosan apik dalam rangka mempercantik kampung dengan pembangunan dan tentunya kesejahteraan warga.

Adapun Kabag Pemerintahan Desa Pemkab Lamongan, Abdul Khoiri sempat menjelaskan, memang dalam aturan tidak diperbolehkan calon kepala desa hanya berjumlah satu orang. 

Karena itu mereka kemudian mengajak suami atau istrinya mendaftar sebagai pesaing dalam Pilkades mendatang.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/10/09052151/cerita-sunarto-dan-wahyuni-satu-dari-50-pasutri-peserta-pilkades-serentak-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke