Salin Artikel

Fenomena Embun Es di Dieng, Ini Penjelasan BMKG

Hal itu disampaikan Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Banjarnegara, Setyoajie Prayoedhi melalui keterangan tertulis, Selasa (25/6/2019).

"Berdasarkan hasil analisa BMKG, aliran massa udara di wilayah Indonesia saat ini didominasi angin timuran, yaitu massa udara dingin dan kering yang berasal dari benua Australia," kata Setyoajie.


Setyoajie menuturkan, Monsun Asia pada dasarian III Juni diperkirakan tidak aktif, sementara Monsun Australia diperkirakan lebih kuat dibanding normalnya.

Sehingga, berpotensi mengurangi peluang pembentukan awan dan hujan di wilayah Indonesia khususnya bagian selatan.

Berdasarkan analisis tanggal 19 Juni 2019, lanjut Setyoajie, menunjukkan Madden Julian Oscalliation (MJO) aktif di fase 5 (Maritime Continent) kemudian diprediksi tidak aktif hingga pertengahan dasarian I Juli 2019.

Kondisi ini diperkirakan tidak berkontribusi terhadap penambahan atau pengurangan awan konvektif di wilayah Indonesia.

"Dampaknya adalah pada dataran tinggi menjadi dingin secara cepat akibat kehilangan radiasi. Oleh sebab itu, di puncak gunung bertekanan lebih tinggi dibandingkan dengan di lembah," ujar Setyoajie.

Menurut Setyoajie, udara yang lebih dingin memiliki densitas (kerapatan udara) yang lebih besar kemudian akan mengalirkan udara ke lembah (catabatic flows).

"Udara dingin yang mengalir ke lembah secara signifikan mempercepat laju kondensasi uap air atau embun yang ada di permukaan, hal inilah yang dikenal sebagai embun es (frost), seperti yang terjadi di Dieng," ujar Setyoajie.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/25/11245681/fenomena-embun-es-di-dieng-ini-penjelasan-bmkg

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke