Salin Artikel

Mengenang Moses Gatutkaca dan Peristiwa Gejayan pada 8 Mei 1998..

Gerakan mahasiswa semakin meluas ketika Soeharto terpilih sebagai presiden untuk ketujuh kali dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk membuat mahasiswa mulai melakukan aksi di luar kampus. Tak hanya dari kalangan mahasiswa, sebagian masyarakat Indonesia juga bergabung untuk bersuara.

Ketika itu aparat keamanan mulai memperlihatkan penanganan dengan kekerasan terhadap aksi mahasiswa. Aparat menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk meredam aksi mahasiswa.

Terkadang, penanganan yang dilakukan oleh aparat keamanan malah membuat keadaan menjadi tak terkendali. Kondisi ini menyebabkan mahasiswa marah dan akhirnya terjadiah bentrokan.

Peristiwa bentrokan berdarah terjadi di Gejayan, Yogyakarta, pada hari ini 21 tahun lalu, tepatnya 8 Mei 1998. Ketika itu mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta menyuarakan aksi keprihatinan dan menuntut Soeharto mundur.

Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Peristiwa Gejayan atau Tragedi Yogyakarta yang menyebabkan ratusan orang luka-luka. Bahkan, satu orang tewas, yaitu mahasiswa MIPA dari Universitas Sanata Dharma, Moses Gatutkaca.

(Ikuti juga liputan khususnya dalam VIK: Kejatuhan (daripada) Soeharto)

Tragedi berdarah

Aksi mahasiswa yang menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden meluas di seluruh Indonesia, termasuk di Yogyakarta. Mereka melakukan aksi di dekat universitas masing-masing sejak pukul 09.00.

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan aksi di bundaran kampus. Sementara itu mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan mahasiswa IKIP Negeri Yogyakarta (kini UNY) melakukan aksi di halaman kampus masing-masing.

Mereka melakukan aksi protes yang menyoroti perekonomian di Indonesia dan menyinggung kekerasan aparat. Peristiwa semakin memanas ketika mahasiswa mulai bergerak menuju UGM untuk bergabung.

Aparat keamanan tak memberikan izin atas aksi tersebut, apalagi aksi ini diikuti oleh masyarakat. Bentrokan akhirnya terjadi. Aksi saling dorong juga dilakukan oleh kedua belah pihak.

Dilansir dari harian Kompas yang terbit pada 9 Mei 1998, hingga pukul 23.00 WIB pada 8 Mei 1998, Jalan Kolombo, Yogyakarta, masih memanas akibat bentrokan ribuan mahasiswa dan masyarakat dengan ratusan aparat keamanan, menyusul saling serang antara aparat dan para demonstran.

Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, bahkan bom molotov. Aparat keamanan akhirnya mulai membubarkan demonstran dengan tembakan gas air mata, semprotan air dari kendaraan water gun, dan pengejaran ke IKIP Yogyakarta dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Aparat juga menangkap orang yang diduga melakukan provokasi terhadap aksi ini. Setidaknya tujuh orang ditangkap. Satu mahasiswa, Moses Gatutkaca dari Fakultas MIPA USD tewas.

Tubuh Moses Gatutkaca ditemukan tergeletak oleh mahasiswa di sekitar Posko PMI di Sanata Dharma. Mahasiswa kalahiran Banjarmasin itu meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Panti Rapih.

Menurut dokter Sudomo Jatmiko SPB dari UGD RS Panti Rapih, Moses mengalami perdarahan telinga akibat benda tumpul.

Tragedi berdarah yang terjadi di Yogyakarta membuat perlawanan gerakan mahasiswa semakin menguat. Jika pada awalnya gerakan dilakukan di dalam kampus, aksi demonstrasi secara perlahan dilakukan di luar kampus.

Kemudian, pada 12 Mei 1998 mahasiswa dari Universitas Trisakti melakukan aksi demonstrasi di luar kampus yang terletak di Grogol, Jakarta Barat. Para mahasiswa berusaha bergerak menuju Gedung MPR/DPR, tetapi mendapat perlawanan aparat.

Aparat bertindak semakin ganas, bahkan melepaskan sejumlah tembakan dengan peluru tajam. Penanganan ini mengakibatkan Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswanya.

Sayangnya, banyak yang melupakan tragedi berdarah yang terjadi di Gejayan, Yogyakarta, yang juga menjadi momentum semakin meluasnya perlawanan mahasiswa dan rakyat.

Apalagi, Yogyakarta juga menjadi salah satu kota yang menjadi basis perlawanan mahasiswa terhadap rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto.

Untuk mengenang Peristiwa Gejayan, Jalan Kolombo di sebelah Univeritas Sanata Dharma diubah menjadi Jalan Moses Gatutkaca. Nama jalan untuk mengenang pahlawan Reformasi yang mungkin masih terlupakan.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/08/14194141/mengenang-moses-gatutkaca-dan-peristiwa-gejayan-pada-8-mei-1998

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke