Salin Artikel

Kisah Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidikmisi, Makan Nasi Campur Air Garam

“Enak ini, ikannya juga jauh lebih besar,” ujar Iman, mahasiswa semester III Ilmu Peternakan Unpad mengomentari keberadaan Kantin Saridhona di Unpad, Jatinangor, Senin (25/3/2019).

Keberadaan kantin ini bagi mahasiswa penerima Bidikmisi seperti dirinya merupakan angin segar karena mahasiswa bisa makan sepuasnya, bayar seikhlasnya di segala situasi.

Sebab bukan cerita aneh jika penerima beasiswa Bidikmisi kesulitan makan. Ini karena uang saku sebesar Rp 650.000 per bulan kerap telat cair.

“Telatnya satu bulan, tapi kemarin ada senior yang telatnya sampai dua bulan,” tutur Iman.

Bagi mahasiswa yang masih mendapatkan dana dari orangtua, keterlambatan ini tidak jadi soal.

Namun, hal itu jarang terjadi karena penerima beasiswa Bidikmisi rata-rata berasal dari keluarga tidak mampu dari sejumlah daerah.

Banyak orangtua melepas dan memberikan kepercayaan penuh kepada sang anak untuk menjalankan kuliah begitu diterima kuliah dengan bantuan dana Bidikmisi.

Karena itu, ketika uang beasiswa telat cair, para mahasiswa ini harus memutar otak agar tetap bisa bertahan.

“Kalau saya beli telur (satu) kemudian digoreng dan dibagi tiga. Masing-masing untuk makan pagi, siang, dan malam,” ungkap Iman sambil tertawa.

Ia masih terbilang beruntung. Sebab beberapa temannya mengalami hal lebih sulit. Ada yang sengaja main ke rumah temannya yang tinggal di Bandung untuk menumpang makan.

Ada pula yang membuat air putih dicampur garam dan vetsin sebagai kuah campuran nasi. Bahkan, ada juga yang memilih menahan lapar.

Sebagai ketua angkatan, Iman kerap mendengarkan keluh kesah teman-temannya. Salah satunya saat beasiswa telat cair.

“Ada juga yang putus kuliah karena orangtua sakit kanker kemudian meninggal. Jadi, dia harus bekerja untuk membantu keuangan keluarga,” kata mahasiswa asal Sukabumi ini.

Mahasiswa penerima Bidikmisi lainnya, Sajidin, mengungkapkan hal serupa. Ia harus berhemat untuk menyiasati saat beasiswa telat cair.

“Kalau saya, paling parah itu makan nasi sama kerupuk terus dikasih kecap,” ucapnya.

Meski kerap mengalami kesulitan dan terkadang kelaparan, Sajidin dan Iman bertekad untuk berjuang keras menggapai cita-citanya.

“Saya ingin jadi dosen,” kata Sajidin.

Mahasiswa lainnya, Irfan, mengaku memiliki seorang teman penerima Bidikmisi. Temannya tersebut terkenal pendiam sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu ketika ia mengalami kesulitan.

Suatu hari, teman Bidikmisi lama tidak masuk kuliah. Ketika ditelusuri, temannya sakit parah karena sering menahan lapar.

Akhirnya, sang teman memilih pulang dan berhenti kuliah.

Pencairan anggaran

Direktur Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan Universitas Padjadjaran (Unpad) Yan Muda Iskandarsyah mengatakan, jumlah penghuni asrama Unpad yang notabene penerima Bidikmisi 546 mahasiswa.

Ketika beasiswa telat cair, kata Yan, ada mahasiswa yang tidak bisa makan. Dia dan pengurus asrama yang rumahnya berdekatan dengan wilayah kampus kerap mengajak mereka makan di rumahnya.

“Kasihan mereka. Dalam sehari belum tentu mereka bisa makan seperti yang lain,” tuturnya.

Yan mengatakan, biasanya beasiswa Bidikmisi terlambat karena proses pencairan anggaran memakan waktu cukup lama.

Kehadiran Kantin Saridhona, kata Yan, sebenarnya sangat membantu mahasiswa Bidikmisi ketika kesulitan keuangan.

Namun, saat ini dalam sehari Kantin Saridhona baru bisa menyediakan 100-120 porsi, disesuaikan dengan budget yang ada.

Ia berharap, banyak dermawan yang memberikan donasi dalam bentuk apa pun di kantin yang memiliki tagline, makan sepuasnya bayar seikhlasnya tersebut.


https://regional.kompas.com/read/2019/03/28/07215811/kisah-mahasiswa-penerima-beasiswa-bidikmisi-makan-nasi-campur-air-garam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke