Salin Artikel

Kisah Yulianto, Penyandang Disabilitas yang Dukung Pemilu Lewat Relawan Demokrasi

Relawan demokrasi merupakan kepanjangan tangan KPU dalam mensosialisasikan tahapan pemilu, sekaligus meningkatkan partisipasi pemilih pemilu di komunitasnya.

Yulianto menyampaikan keinginannya menjadi relawan demokrasi untuk menghapus stigma buruk masyarakat terhadap penyandang disabilitas.

Dia ingin membuktikan penyandang disabilitas juga mempunyai hak yang sama dalam menyukseskan pesta demokrasi lima tahunan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

"Maka dari itu saya ingin memberikan gebrakan bahwa tunanetra itu juga bisa bersosialisasi memberikan edukasi dan simulasi dari KPU Surakarta, khususnya untuk pemilu," ucap Yulianto kepada Kompas.com di Solo, Jawa Tengah, Rabu (13/2/2019).

Yulianto mengaku mengetahui informasi pendaftaran relawan demokrasi melalui media sosial. Setelah itu Yulianto mengumpulkan persyaratannya untuk mendaftar sebagai relawan demokrasi.

"Saya ikut relawan demokrasi secara tidak langsung menepis anggapan itu (stigma buruk)," ungkapnya.

Menurut Yulianto, penyandang disabilitas yang belum mendapatkan sosialisasi tentang pemilu masih banyak. Maka tidak heran apabila penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu masih sedikit.

"Kami ingin tingkat partisipasi pemilih dari teman-teman disabilitas ini mencapai 90-100 persen," tandasnya.

Sebagai penyandang disabilitas, Yulianto memiliki teknik sendiri untuk membantu KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih dari kelompok penyandang disabilitas.

"Kami punya metode khusus untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Terutama saya akan mengadakan metode simulasi bahwa penyandang disabilitas bisa memilih tanpa harus diwakilkan. Kalaupun diwakilkan kerahasiaan pemilih disabilitas tetap terjaga," terang Yulianto.

Metode simulasi ini merupakan salah satu cara yang mudah dipahami terutama bagi penyandang disabilitas maupun berkebutuhan khusus, seperti autis dan down syndrome. Sebab, ada lima jenis surat suara pada pemilu 2019.

Kelima surat suara yang dipilih itu antara lain, surat suara calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD.

"Dengan simulasi ini mereka akan mengerti gunanya surat suara itu untuk apa, bilik suara itu untuk apa, kenapa harus dimasukkan ke kotak suara kenapa," katanya.

Lebih jauh, dirinya mengatakan, telah mengadakan sosialisasi dengan metode simulasi ke berbagai tempat, seperti Saya Sekolah Luar Biasa (SLB), dan sekolah inklusi. Dia juga melakukan pendekatan terhadap orangtua berkebutuhan khusus dan kelompok atau komunitas disabilitas di Solo untuk meningkatkan partisipasi pemilih pemilu.

Divisi Bidang Perencanaan, Data dan Informasi KPU Surakarta Kajad Pamuji Joko W mengatakan, relawan demokrasi dibentuk pada 28 Januari 2019. Para relawan juga telah diberikan bimbingan teknis (bintek) dan sosialisasi pemilih di komunitasnya.

"Ada 11 komunitas relawan demokrasi yang ada di Solo. Mereka kita bentuk untuk meningkatkan partisipasi pemilih di komunitas masing-masing sesuai dengan cara sosialisasi terkait tahapan pemilu," kata Kajad.

Kajad menyebut 11 komunitas relawan demokrasi itu di antaranya ada komunitas disabilitas, komunitas keluarga, komunitas pemilih muda, komunitas pemula, komunitas warganet (netizen), komunitas keagamaan, marginal, dan lainnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/13/22581681/kisah-yulianto-penyandang-disabilitas-yang-dukung-pemilu-lewat-relawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke