Kuasa hukum AN dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rifka Annisa, Suharti mengatakan, diksi "damai" memicu anggapan bahwa AN menyerah dengan perjuangannya.
"Kami sangat keberatan, menolak dan terganggu dengan penggunaan diksi 'damai'. Tidak melulu merujuk pada media, tetapi siapa saja yang menggunakan istilah damai dalam penyelesaian kasus ini," ujar Suharti dalam jumpa pers yang digelar di kantor LSM Rifka Annisa, Jalan Ambon, Yogyakarta, Rabu (6/2/2019)
Suharti mengatakan, penggunaan diksi "damai" seolah-olah menyampaikan anggapan AN tidak berjuang untuk kasusnya. Diksi tersebut juga memicu anggapan bahwa perjuangan AN selama ini tidak membuahkan hasil.
"Banyak yang mengartikan istilah damai itu sebagai hal yang negatif dan seolah-olah kita tidak menghasilkan apa-apa. Penyintas pun demikian, menolak penggunaan istilah damai itu," ujar Suharti.
Kasus dugaan pelecehan seksual dalam kegiatan kuliah kerja nyata atau KKN UGM pada pertengahan 2017 lalu akhirnya diselesaikan secara damai. Penyelesaian ini disepakati oleh HS, AL dan pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan menandatangani nota kesepakatan, Senin (4/2/2019).
Pertemuan di ruang rektor itu dihadiri kedua belah pihak, yakni HS dan AN. Hadir pula rektor UGM, dekan Fakultas Teknik dan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, wakil rektor Bidang Kerja Sama dan alumni serta wakil rektor Bidang Pendidikan Pengajaran dan Kemahasiswaan.
"Hari ini telah disepakati penyelesaian peristiwa di KKN antara saudara HS, AN dan juga UGM," ujar Rektor UGM Panut Mulyono dalam jumpa pers di ruang rektorat, Senin.
https://regional.kompas.com/read/2019/02/06/21170671/korban-pelecehan-seksual-kkn-ugm-keberatan-dengan-istilah-damai