Salin Artikel

Dilema Produsen Kue Keranjang di Tengah Persaingan Harga..

Bukan makanan asal Indonesia, kue keranjang atau nian gao merupakan kue asli dataran China yang memang keberadaannya hanya ada di waktu Imlek saja.

Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Susana, pemilik produksi kue keranjang legendaris di Kota Solo, Jawa Tengah.

Perempuan yang menjadi generasi kedua dalam usaha pembuatan kue keranjang keluarga ini mengaku selalu kebanjiran pesanan setiap kali Imlek datang.

Saat ditemui di kediaman sekaligus tempat produksinya di Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Solo, ia terlihat sibuk menyiapkan kue-kue keranjang pesanan pelanggannya yang siap diambil.

Sembari menata kue di rak-rak untuk selanjutnya dikemas, Susana menceritakan tantangannya menjadi produsen kue keranjang di zaman sekarang.

"Kue keranjang terbuat dari ketan dan gula putih, bahan baku yang mahal mau tidak mau membuat harga jual kue keranjang juga mahal. Saya tidak bisa menurunkannya," ujar Susana mengawali perbincangan saat ditemui akhir pekan (3/2/2019).

Perbandingan

Kue keranjang Susana dengan merk dagang Dua Naga Mas, dijual dengan harga Rp 31.000 per kilogram. Setiap 1 kilogram terdiri dari 4-5 kue keranjang, tergantung ukurannya.

Harga ini, menurut Susana, sudah banyak yang menyaingi. Ia mengaku termasuk sebagai produsen yang melepas kue keranjang ke konsumen dengan harga yang tinggi.

Banyak produsen-produsen kue keranjang di solo yang menjual dengan lebih murah, misalnya Rp 25.000 per kilogram.

"Banyak sekali sekarang produsen yang jual dengan harga lebih murah. Tapi kualitasnya tidak tahu, lah," kata Susana sambil mengambilkan contoh kue keranjang murah tersebut.

Jika dipandang kasat mata, kue keranjang dengan harga murah yang dicontohkan memiliki warna coklat yang lebih pekat, menyerupai gula merah. Sementara kue buatannya cenderung berwarna coklat lebih terang.

Menurut dia, warna yang tidak terlalu pekat itu karena tidak adanya campuran yang ia masukkan ke dalam adonan kue yang baru bisa masak setelah dikukus selama 12 jam itu.

Beralih ke segi tekstur, kue keranjang dengan harga murah tadi memiliki tingkat kekenyalan yang lebih lembek.

"Seperti mainan anak-anak, squishy," ujar salah satu anak Susana yang ada di sana.

Meskipun sama-sama kenyal, namun kue produksi milik Susana cenderung lebih padat dan berisi. Ketika dicicipi, kue keranjang Dua Naga Mas terasa manis gula, dengan tekstur kenyal dan lengket.

Sementara produk pesaing yang berhasil dijual dengan harga lebih murah Rp 6.000 per kilonya, memiliki rasa yang lebih hambar, tingkat kelengketannya pun berbeda.

Adapun jika dilihat dari segi pengemasan, produk miliknya terlihat lebih rapi dan elegan karena dibungkus menggunakan plastik kaca. Sementara pesaing hanya menggunakan plastik bening biasa.

"Ini pakai plastik kaca. Setelah dibasahi dengan air, kue keranjang yang lengket ini akan mengelupas dengan mudah karena menggunakan plastik ini. Aneh, saya juga tidak tahu kenapa, tapi begitu," ujar Susana, sambil tertawa kecil.

Dari perbedaan harga jual tersebut, tentu banyak dampak yang ia rasakan. Misalnya, hilangnya sebagian pelanggan karena lebih tergoda membeli kue keranjang dengan harga lebih murah daripada kue miliknya.

"Beberapa tahun lalu, kue keranjang saya selalu dipakai untuk acara Grebeg, tapi semenjak harganya naik, sudah tidak lagi. Mereka lebih memilih kue dengan harga di bawahnya, yang penting dapat banyak kalau dibuat gunungan jadinya tinggi," ujar Susana.

Namun, hal itu tidak menjadi masalah dan usaha kue keranjang rumahan yang sudah ada sejak 1976 itu tetap ia jalankan setiap tahunnya.

Meskipun begitu, Susana tidak mempermasalahkannya, ia pun tetap teguh untuk menjaga kualitas dan cita rasa kue keranjang sebagaimana mestinya.

Dari kualitas yang terjaga inilah, menurutnya pelanggan-pelanggan setia kembali lagi datang kepadanya untuk memesan puluhan bahkan ratusan kue keranjang untuk dibagikan kembali saat perayaan Imlek tiba.

"Bos-bos itu pesan sampai 100 kilogram, untuk dibagikan ke karyawan-karyawannya. Jadi tidak apa-apa ketika ada yang lebih memilih kue keranjang dengan harga yang lebih murah, saya tetap begini," ujar ibu dari empat anak ini.

Sebagai manusia biasa, Susana juga tetap memiliki rasa sedih melihat menjamurnya produsen kue keranjang yang hanya mengejar konsumen, namun mengesampingkan kualitasnya.

Ia pun berujar apa salahnya untuk membeli kue dengan harga sedikit lebih tinggi kalau kualitas dan rasa yang didapat jelas lebih pasti.

"Kan ini diberi ke orang hanya satu tahun sekali, mbok ya yang enak, mahal kan enggak apa apa. Tapi kalau orangnya baik, pasti dia akan beli yang rasanya enak untuk dikasih ke orang," ujar dia, sambil menyebutkan beberapa nama pelanggan setianya.

Apa pun yang terjadi dengan persaingan usaha kue keranjang di Kota Solo saat ini, Susana yang dalam memasak kue dibantu 10 orang karyawan ini mengaku akan tetap mempertahankan kualitas kue keranjang produksinya. Ini tetap dilakukan meskipun harus melepas dengan harga tinggi ke pasaran.

Dalam kepercayaan Tionghoa, kue keranjang dipercaya memiliki makna tersendiri. Rasa manis melambangkan suka cita.

Tekstur kenyal dan lengket menggambarkan keeratan persaudaraan. Sementara bentuknya yang bulat menunjukkan kebersamaan tiada akhir, dan tidak ada yang lebih penting dari kekeluargaan.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/05/16424761/dilema-produsen-kue-keranjang-di-tengah-persaingan-harga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke