Salin Artikel

Kisah Santripreneur asal Bandung, Berbagi dalam Keterbatasan

“Alhamdulillah ditandatangani Bu Rini,” ujar Fahmi kepada Kompas.com dalam Islamic Nexgen Fest di Bandung, Minggu (28/1/2019).

Tak lepas dari senyum yang lebar, Fahmi menceritakan hasil karya yang dipegangnya.

Gambar tersebut ia buat beberapa hari lalu saat mengikuti lomba usaha santri di Islamic Nexgen Fest yang akan dihadiri Rini Soemarno.

Saat itu, ia langsung berselancar dan memilih foto Rini yang paling bagus menurutnya. Ia kemudian memilih foto Rini berpose berbicara di depan microfone sambil memegang kaca mata.

Ia kemudian mengambil kayu pinus jati belanda yang telah dihaluskan. Lalu ia melukiskan wajah sang menteri dengan solder di atas kayu tersebut.

“Pakai kayu pinus jati belanda karena mudah dibakar dan tidak akan dimakan rayap. Lukisan itu tidak bisa dihapus,” ungkapnya.

Setelah lukisan selesai, ia membakar bagian atas dan bawah dengan kompor semawar. Gambar itupun akhirnya mendapat tanda tangan dari Rini Soemarno.

“Senang diapreasi. Saya belajar kerajinan ini dari Youtube, iseng-iseng buka Youtube dan lihat kerajinan. Karena suka gambar, saya buat. Bisnis saya baru 3 bulan,” ungkapnya.

Ke halaman selanjutnya

Anak keenam dari tujuh bersaudara itu mengaku memulai bisnisnya dengan memanfaatkan dana beasiswa Bidik Misi yang ia peroleh sebesar Rp 3,9 juta.

Dari jumlah itu, Rp 3 juta dibelikan 1 truk kayu pinus jati belanda yang masih berbentuk palet. Sisanya ia belikan alat manual penghalus kayu, sorder, dan lainnya.

“Lukisan yang gagal banyak. Tapi saya coba dan coba lagi, hingga akhirnya berhasil. Yang paling sulit, melukis wajah, sisanya mudah,” ungkapnya.

Untuk setiap karyanya, Faruk tidak mematok harga. Bagi pelajar SMA, ia akan menjualnya sesuai budget yang dimiliki mereka.

Namun untuk politisi semacam calon legislatif, ia memasang harga Rp 5 juta. Hingga kini, sudah ada sekitar 70 order, lima di antaranya caleg.

“Pemasarannya melalui Instagram. Yang beli ada dari Sumatera Barat, Garut, Karawang, dan daerah lainnya,” ungkapnya.

Faruk mengatakan, keuntungan dari bisnis tidak dinikmatinya sendiri. Uang tersebut ia bagi-bagi untuk membantu orang yang kesulitan mulai dari teman, keperluan pesantren, hingga tetangga sekitar pondok.

“Ada nenek-nenek tidak punya siapapun. Umurnya 70 tahun. Matanya sudah tak bisa melihat. Saya rutin memberi makanan untuk nenek ini,” ungkapnya.

Tak hanya itu, ia pun bisa membantu meringankan beban sang ayah, Cecep Abdul Rahman.

“Ayah saya tukang melak engkol (buruh tanam kol), kalau ibu sudah meninggal pas saya kelas 1 MTs Nurul Huda,” tuturnya.

Ke halaman selanjutnya

Faruk lahir dari keluarga kurang mampu di Pacet, Kabupaten Bandung. Karena persoalan ekonomi, kelima kakaknya hanya bisa sekolah hingga SD dan SMP.

Namun Faruk terlihat lebih semangat belajar hingga akhirnya sang ayah menitipkan Faruk kepada temannya seorang ustadz.

“Saya sudah dititipin sejak SMP. Saya tinggal di pondok dan untuk makan sepemberian dari guru,” ucapnya sambil tersenyum.

Meski hidup serba kekurangan, Faruk tak pernah lelah berjuang. Berbagai pekerjaan yang bisa ia lakukan seperti bersih-bersih di Pesantren Al Fauziah dilakukannya.

Kerja kerasnya membawanya hingga ke Universitas Terbuka yang dilakukan secara online.

Ia pun mendapat beasiswa Bidik Misi yang ia gunakan untuk modal usaha dengan merk “Bakarala Santri”.

“Begitu dapat uang saya langsung jadikan modal usaha. Saya ga mikir soal jajan atau untuk makan gimana. Karena saya yakin usaha saya menguntungkan hasil lebih banyak,” katanya.

“Dan yang lebih penting saya bisa bantuin orang. Karena niat awal saya buka usaha juga buat berbagi, buat bantuin orang,” tutupnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/01/28/07185191/kisah-santripreneur-asal-bandung-berbagi-dalam-keterbatasan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke