Salin Artikel

Wali Kota Pematangsiantar Diminta Berhenti oleh Beberapa Kalangan

PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com-Belum sepekan Pematangsiantar meraih penghargaan sebagai kota toleran nomor 3 di Indonesia sesuai hasil riset Setara Institute, muncul desakan agar Walikota Pematangsiantar Hefriansyah Noor diberhentikan dari jabatannya.

Alasan pemberhentian itu karena Hefriansyah dinilai telah menciptakan dan memicu konflik suku agama ras dan golongan (SARA) di kota tersebut.

Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (KNPSI) Pematangsiantar bahkan sudah melayangkan surat desakan pemberhentian itu ke Presiden, Mendagri, Gubernur Sumut dan Ketua DPRD Pematangsiantar pada 9 Desember 2018.

Ketua KNPSI Jan Wiserdo Saragih mengatakan, sebelumnya Hefriansyah pernah diminta masyarakat etnis Simalungun untuk dimakzulkan karena dianggap telah menista etnis tersebut.

Hal itu ditindaklanjuti DPRD Pematangsiantar pada 25 Juni 2018 dengan membentuk panitia angket.

Dari kerja Panitia Angket DPRD Pematangsiantar, ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh Hefriansyah yakni pelanggaran Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, pelanggaran KUH Pidana yaitu Pasal 157 dan Pasal 310 Ayat (2) dan tidak melaksanakan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Pada 25 Juli 2018 dalam kesimpulan dan uraian hasil panitia angket tersebut antara lain dinyatakan bahwa Hefriansyah pantas untuk dimakzulkan,” terang Jan Wiserdo di Pematangsiantar, Senin (10/12/2018).

Lebih jauh, kata dia, pada 8 November 2018 Hefriansyah kembali melakukan pelecehan, penghinaan, dan pembohongan publik.

Saat memberikan cinderamata kepada pejabat PT PLN, Hefriansyah memberikan kain ulos dari daerah lain dan bukan Hiou Simalungun.

Kemudian, Hefriansyah dianggap telah menghina, melecehkan tokoh-tokoh etnis Simalungun, dan melakukan penipuan kepada publik karena memindahkan lokasi pembangunan tugu Raja Sang Naualuh dari Jalan Sang Naualuh ke Lapangan Merdeka, kemudian memindahkan lagi dari Lapangan Merdeka ke Lapangan Haji Adam Malik.

Padahal sebelumnya, pada 4 November 2018, telah disepakati dan ditandatangani oleh Wali Kota Pematangsiantar, ahli waris Raja Sang Naualuh, Yayasan Sang Naualuh, Ihutan Bolon Damanik dan tokoh etnis Simalungun seperti Prof Dr Bungaran Saragih, Irjen Pol Wagner Damanik, dr Sarmedi Purba dan tokoh lainnya bahwa lokasi pembangunan tugu Sang Naualuh adalah di Lapangan Merdeka.

“Penetapan lokasi pembangunan tugu juga adalah hasil kajian dari Universitas Sumatera Utara. Namun pada 10 November 2018 , Hefriansyah selaku Walikota Pematangsiantar memindahkan lokasi pembangunan tugu Sang Naualuh dari Lapangan Merdeka ke Lapangan Haji Adam Malik dengan melakukan peletakan batu pertama dihadiri pejabat Muspida , Ketua MUI , tokoh adat dan tokoh etnis Simalungun,” terangnya.

Belakangan, ada kelompok masyarakat yang meminta agar lokasi pembangunan tugu dipindahkan dari Lapangan Haji Adam Malik.

Pemerintah Kota Pematangsiantar yang diwakili Sekda Pematangsiantar, Budi Utari Siregar menyatakan proses pembangunan tugu Sang Nauluh dihentikan karena dikhawatirkan akan terjadi bencana sosial.

Berdasarkan kronologis dan fakta tersebut, menurut Jan Wiserdo, sesungguhnya bencana sosial yang dinyatakan oleh Sekda Budi Utari Siregar justru dipicu dan diciptakan oleh Hefriansyah.

Jika Hefriansyah mematuhi keputusan pada 4 Juni 2018 dan membangun tugu Sang Naulauh di Lapangan Merdeka maka bencana sosial yang dinyatakan oleh Budi Utari Siregar tersebut tidak akan pernah ada.

“Berdasarkan fakta, keterangan, dan penjelasan kami tersebut di atas dengan ini kami meminta agar dengan segera dilakukan proses pemakzulan kepada Hefriansyah sebagai Walikota Pematangsiantar sesuai dengan ketentuan dan perundangan yang ada, mengingat saat ini tinggi dan besarnya amarah etnis Simalungun akibat penistaan yang berulang,” katanya.

Ketua DPRD Pematangsiantar Marulitua Hutapea mengaku, pihaknya sudah menerima surat desakan pemberhentian Wali Kota Pematangsiantar yang dilayangkan KNPSI.

"Suratnya sudah saya terima dari bagian umum. Soal apakah akan dibahas oleh DPRD isi surat tersebut, nanti kami pelajari dulu," kata Maruli, Senin (10/12/2018).

Sedangkan Sarmedi Purba, salah seorang tokoh etnis Simalungun yang ikut menghadiri peletakan batu pertama pembangunan tugu Sang Naualuh di Lapangan Haji Adam Malik pada 10 November 2018, menyampaikan rasa kecewanya atas penghentian pembangunan tugu Raja Siantar itu.

“Kalau pembangunan ini dihentikan, kami tidak lagi mempercayai Wali Kota Hefriansyah. Karena apa yang diucapkannya di depan umum dan ditandatanganinya dalam bentuk SK tidak ditepatinya dan dipertanggungjawabkannya,” tuturnya. 

https://regional.kompas.com/read/2018/12/10/19185381/wali-kota-pematangsiantar-diminta-berhenti-oleh-beberapa-kalangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke