Salin Artikel

Kelurahan di Bandung Kelola Sampah Organik dengan Belatung

Sampah organik ini kemudian menjadi makanan bagi maggot larva atau belatung yang telah mengerubunginya.

Kelurahan Suka Asih, Kecamatan Bojongloa Kaler, menjadi salah satu kelurahan di Kota Bandung yang mengembangbiakan belatung untuk mengolah sampah organik warganya.

Pelaksana Teknis Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Ruri Iswantara menjelaskan, belatung-belatung ini berasal dari dari lalat black soldier fly atau lalat tentara hitam (hermetia illucens).

Lalat ini kemudian dimasukan ke inkubator khusus berupa kandang yang ditutupi tirai. Di dalam kandang itu, Ruri memberikan potongan kayu tipis yang disatukan dengan mengikatnya pada karet. Kayu-kayu ini lah yang nantinya akan menjadi tempat bertelur.

Telur yang menempel di sela-sela potongan kayu itu kemudian dimasukan ke ruang inkubator kecil yang kemudian menetas dan menjadi belatung kecil. Di dalam inkubator, belatung diberi makan sampah organik dari buah-buahan.

Setelah membesar, belatung itu kemudian dipindahkan ke wadah rak yang lebih besar berisi tumpukan sampah organik. Banyaknya sampah tergantung dari banyaknya belatung, nantinya sampah itu akan dimakan habis oleh belatung tersebut.

"Setelah berkumpul baru panen, lalu masukin ke wadah kecil atau inkubator. Telurnya lalu menetas. Sudah umur 7 hingga 10 hari dia masuk ke wadah besar. Larva inilah yang bisa makan sampah organik," tuturnya yang ditemui di tempat pengembangbiakan maggot di Komplek Kopo Kencana BKK, jalan peta, kelurahan Sukaasih, kecamatan Bojongloa kaler, Selasa (27/11/2018).

Fase hidup belatung ini hanya bertahan 18 hari untuk bermetamorfosis menjadi kepompompong pupa dan akhirnya menjadi lalat. Fase ini akan terus berputar.

Menurutnya, maggot ini bisa memakan tiga kali lebih besar sampah organik. Biasanya, sehari bisa sampai 100 kilogram sampah organik warga yang dibawa ke tempat itu untuk dimakan maggot.

"Ini sudah sampai 100 kalau sehari," ujarnya.

Pengembangbiakan maggot

Pengembangbiakan maggot sendiri dimulai pada Maret lalu dengan menggunakan dana Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) Kota Bandung.


Namum serius digarap Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) sejak Agustus 2018 lalu. Hanya saja, beberapa waktu lalu hujan yang mengguyur kota Bandung sempat merendam dan merusak pengembangbiakan ini. Akibatnya pengembangbiakan dimulai dari awal lagi.

Ruri kemudian memperlihatkan kumpulan maggot yang tengah memakan tumpukan sampah organik tersebut, dan mengambil belatung-belatung itu dengan kepalan tangannya. Ia kemudian melangkah ke penangkaran ikan lele dalam kolam kecil yang tak jauh dari wadah pengolahan sampah organik tersebut.

Ruri kemudian menaburkan belatung itu ke kolam tersebut. Kumpulan lele pun kemudian berlomba memakan belatung yang ditaburkannya itu.

"Pertama urban farming, lalu pengolah sampah dan peternakan dari lele, ini berkesinambungan. Hasil maggot bisa dikasih burung atau lele, ataupun residunya jadi pupuk buat tanah," katanya.

Adalah Agus hermawan pencetus pemanfaatan belatung ini. Agus yang menjabat sebagai bendahara Paguyuban Pegiat Maggot (PPM) Jawa Barat menawarkan cara pengolahan itu kepada lurah Sukaasih.

Konsep tersebut didapatkannya saat bekerja di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung. Pada tahun 2013, Agus ingin mencoba menyelesaikan masalah sampah organik melalui belatung. Namun stigma masyarakat yang menganggap belatung binatang yang menjijikan menjadi tantangan Agus untuk meyakinkan mereka.

Respons positif

Sampai akhirnya konsep itu pun mendapatkan respons yang baik dari lurah Sukaasih. Pengolahan sampah organik dengan belatung pun akhirnya dimulai bulan Agustus. Hal itu pun diyakinkan dengan bekerja sama dengan peneliti maggot dari ITB.

Namun saat ini, pengolahan sampah dengan belatung tersebut belum massif dilakukan di setiap RW di kelurahan itu, lantaran sosialisasi belum dilakukan secara keseluruhan, hanya beberapa wilayah saja.

Tapi ke depan hal itu akan dilakukan setelah pengembangbiakan ini telah berjalan stabil. Pasalnya tak semua orang bisa mengelola pengembangbiakan maggot ini lantaran membutuhkan waktu dan pengorbanan di awal.

"Sudah saya promosikan, tapi saat ini mah masih belum. Ke depan ada rencana ke sana, mengolah maggot tiap RW. Karena orang yang bisa mengelola maggot ini adalah mereka yang sudah survive secara ekonomi di rumah," ujarnya.


Menurutnya, pemanfaatan belatung ini sangat efektif menekan jumlah produksi sampah rumah tangga di kawasan Sukaasih. Bahkan penguraian sampah organik dengan belatung ini bisa dilakukan hingga 80 hingga 150 kilogram per hari.

Sampah yang telah diurai menjadi residu yang nantinya bisa dimanfaatkan menjadi pupuk organik dengan tingkat kesuburan tinggi bagi tanah. Sedang belatung yang sudah memasuki usia dewasa atau 18 hari bisa dijadikan pakan ternak berprotein tinggi.

"Sisanya jadi kompos buat tanah," kata Lurah Sukaasih Ade Rahayu.

Pengolahan sampah ini pun mendapatkan respons positif dari warga sekitar, khususnya RW 10. Tak sedikit warga memilah sampah organik dan membawanya ke tempat pengolahan sampah sekaligus pengembangbiakan maggot. Lokasinya memanfaatkan gang kecil tak jauh dari Kelurahan Sukaasih.

Pihaknya berharap pengolahan sampah organik ini bisa diterapkan di Kota Bandung, namun saat ini belum mendapatkan respons positif dari pemerintah setempat.

https://regional.kompas.com/read/2018/11/27/11193091/kelurahan-di-bandung-kelola-sampah-organik-dengan-belatung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke