Salin Artikel

Warga Banyumas dan Kebumen Tewas Diserang Babi Hutan, Ini Tanggapan BKSDA

BANYUMAS, KOMPAS.com - Serangan babi hutan yang terjadi di wilayah eks Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah, dalam kurun waktu sepekan ini semakin menjadi.

Dua korban tewas, sementara tiga lainnya mengalami luka-luka akibat diamuk hewan liar yang tiba-tiba turun ke perkampungan warga tersebut.

Korban pertama yakni Sunardi (65) warga RT 002 RW 005 Desa Peniron, Kecamatan Pejagoan, Kebumen, Senin (12/11/2018). Sunardi tewas dengan luka di sekujur tubuh.

Sementara Sudarti (55), tetangganya, juga harus mendapat perawatan medis akibat diserang babi yang sama.

Di Purbalingga pada hari itu juga, seekor babi hutan juga masuk ke perkampungan dan menyerang Watori (60), warga RT 004 RW 002 Desa Tlahab Kidul, Kecamatan Karangreja.

Akibatnya, korban menderita luka robek di kepala, betis kaki kanan, paha kanan, dan dua jarinya putus.

Sementara sehari sebelumnya, konflik antara hewan liar dan warga juga terjadi di Desa Kedunggede, Kecamatan Lumbir, Banyumas, Minggu (11/11/2018).

Babi dewasa tersebut masuk ke perkampungan dan menyerang Miarto Saprul (74), warga RT 003 RW 004, hingga menyebabkan korban mengalami memar pada bagian perut dan luka di kaki kiri.

Di saat yang sama, anak korban bernama Kasilem melihat hal tersebut dan hanya dapat berteriak minta tolong. Kasilem yang memiliki riwayat sakit jantung dan darah tinggi panik hingga pingsan kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Menanggapi hal tersebut, Petugas Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah Seksi Konservasi Wilayah II Pemalang-Cilacap, Teguh Arifianto mengatakan, faktor utama penyebab turunnya babi hutan ke pemukiman warga adalah sempitnya ruang habitat satwa.

“Perluasan hutan produksi dan semakin dalamnya pemukiman menjorok ke perbatasan hutan membuat ruang gerak satwa semakin sempit, sehingga dalam penjelajakan keluar habitatnya berpotensi menimbulkan konflik,” kata Teguh.

Khusus untuk peristiwa di Kebumen, Teguh menilai, kondisi hutan masih cukup bagus. Namun, populasi babi hutan juga cukup banyak dikarenakan tidak adanya predator alami seperti macan tutul atau macan kumbang.

“Diduga babi hutan yang mengamuk tersebut kalah bersaing dan terusir dari kelompoknya sehingga keluar dari habitatnya dan menuju permukiman atau lahan milik warga,” ujar dia.

Pada prinsipnya, dalam konflik antara manusia dan satwa, selalu lebih diutamakan keselamatan nyawa manusia.

Namun upaya pencegahan tentu wajib dimaksimalkan terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan untuk melumpuhkan. Untuk itu, manusia diharapkan selalu menghindari perjumpaan secara langsung dengan satwa yang berpotensi menimbulkan konflik.

“Selain itu, warga juga sebaiknya membuat sistem keamanan lingkungan (Siskamling) dan memasang alat yang menimbulkan bunyi-bunyian keras seperti kaleng atau kentongan sehingga dapat mengusir satwa,” beber dia.

Saat ini, lanjut Teguh, kasus babi hutan di sejumlah wilayah tengah mendapat penanganan mengingat satwa tersebut belum dilindungi oleh Undang-Undang.

Dia mengimbau masyarakat untuk melaporkan kepada Balai KSDA Jawa Tengah jika membutuhkan penanganan lebih lanjut terkait konflik dengan satwa.

https://regional.kompas.com/read/2018/11/16/16301681/warga-banyumas-dan-kebumen-tewas-diserang-babi-hutan-ini-tanggapan-bksda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke