Salin Artikel

Mengenal Adul, Siswa yang Merangkak Sejauh 3 Km demi Sekolah

KOMPAS.com - Anak itu bernama Mukhlis Abdul Holik, lahir di Sukabumi pada 8 April 2010. Sejak lahir Adul, sapaan akrabnya, memiliki kekurangan fisik pada kedua kakinya.

Untuk berjalan, Adul harus merangkak dengan kedua tangannya menjadi tumpuan. Putera keempat dari empat bersaudara pasangan Dadan Hamdani (52) dan Pipin (48) tersebut akhir-akhir ini menjadi perbincangan. Semangatnya untuk bersekolah mengalahkan keterbatasan fisik yang dimilikinya.

Inilah fakta di balik perjuangan Adul bersekolah untuk meraih mimpinya. 

Adul saat ini duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) X Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di mata guru wali kelasnya, Euis Khodijah, Adul adalah anak istimewa.

"Adul ini punya semangat tinggi, anaknya baik dan rajin belajar. Dalam menerima materi pelajaran sama dengan anak yang lainnya," ungkap Wali Kelas 3 Euis Khodijah kepada Kompas.com saat ditemui di sekolah, Sabtu (10/11/2018).

Euis mengatakan, meskipun mempunyai kekurangan fisik, namun Adul tidak minder dan saat bermain dengan teman-temannya juga biasa.

Bahkan dia juga aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka dan olahraga.

"Alhamdulillah teman-temannya juga menerima dengan baik. Kalau Adul ada keperluan, misal ke kamar mandi, teman-temannya yang mengantarkan Adul, katanya.

Hal senada juga diungkapkan Kepala SDN X Cibadak, Epi Mulyadi.

"Adul juga mampu mengerjakan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Adul punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan seperti anak-anak lainnya, anak-anak seusianya," kata Epi.

Epi menjelaskan Adul diterima di sekolahnya karena beberapa pertimbangan, salah satunya adalah lokasi SDN X adalah yang terdekat dengan rumah Adul. Selain itu, pihak sekolah melihat latar belakang ekonomi keluarga Adul.

"Kami juga tidak memandang kondisi keterbatasan fisik. Apalagi dia termasuk anak yang pandai, aktif dan punya semangat tinggi untuk belajar di sekolah," jelas Epi mendampingi Adul saat ditemui di sekolahannya, Sabtu.

"Adul juga mampu mengerjakan semua tugas sekolah tanpa kekurangan. Adul punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan seperti anak-anak lainnya, anak-anak seusianya," kata Epi.

Epi mengaku pernah ada warga yang mempertanyakan kebijakan sekolah menerima Adul.

"Ya, SLB yang terdekat lokasinya cukup jauh dari kediaman keluarga. Dan, pertimbangan ekonomi keluarga juga menjadi alasan kami menerima Adul," tutur dia.

"Kalau memang anak ini mampu kenapa harus kami tolak masuk sekolah kami," kata Epi.

Dari rumahnya di kaki perbukitan Gunung Walat menuju sekolahnya, Adul harus melintasi jalan setapak curam.

Bila musim hujan tiba, jalan tersebut sangat licin dan cukup berbahaya. Adul pun harus berhati-hati.

Setelah itu, Adul harus menyeberangi selokan dengan memanfaatkan jembatan terbuat anyaman bambu.

"Perjalanan seperti ini sudah biasa setiap hari," kata ibunda Adul, Pipin, Sabtu siang.

Pipin pun menceritakan, saat awal masuk kelas 1 hingga kelas 2, Adul harus digendong. Setelah masuk kelas tiga, Adul mulai terbiasa berjalan sendiri.

Untuk mencapai sekolahnya, memang tidak dilakukan dengan terus dengan berjalan kaki. Karena, setelah mencapai jalan desa, Adul bisa menumpang motor ojek sekitar 1 kilometer dengan ongkos Rp7.000 sekali jalan.

"Kalau ada uangnya kami pakai ojek. Tapi kalau lagi enggak ada uang ya terpaksa berjalan kaki sampai sekolah begitu juga pulangnya," kata aku Pipin.

Sebenarnya, total jarak rumah Adul ke sekolah bila menggunakan jalan kampung yang utama sekitar 5 kilometer.

Namun setelah Kepala SMA Pesantren Unggul Al Bayan mengizinkan Adul melintas melewati area SMA itu, maka jarak tempuhnya menjadi lebih singkat, hanya sekitar 3 kilometer.

"Alhamdulillah, kami sudah mendapatkan izin dari kepala sekolah Al Bayan. Sehingga perjalanan lebih singkat," kata Pipin.

Belum usai, Adul harus melewati beberapa anak tangga sebelum keluar dari SMA pesantren Al Bayan untuk menuju jalan setapak ke kampungnya.

Adul pun menyusuri jalan setapak di kampung, menyeberangi jembatan bambu di atas selokan, dan akhirnya sampailah di rumah.

"Ya, setiap hari ditemani ibu. Kalau dulu masih digendong, sekarang sudah besar, sudah bisa jalan sendiri," kata Adul kepada Kompas.com usai pulang sekolah.

Adul yang penuh semangat untuk menuntut ilmu ini bercita-cita menjadi seorang petugas pemadam kebakaran.

Selain itu, ternyata ada cita-cita yang lainnya yaitu menjadi dokter. Alasannya menjadi petugas pemadam kebakaran, Adul menjawab agar bisa membantu orang yang membutuhkan.

"Ingin menolong orang lain," jawab Adul dengan suara parau karena terganggu tenggorokannya.

Begitu juga kalau menjadi dokter, lanjut dia, tujuannya juga sama, untuk membantu orang lain, terutama yang sedang mengalami sakit.

"Waktu itu sakit panas, batuk dan sakit telinga. Sama dokter perutnya diperiksa dan dikasih obat, menjadi dokter bisa menolong orang yang sakit," katanya.

Sumber: KOMPAS.com (Budiyanto)

https://regional.kompas.com/read/2018/11/12/20013001/mengenal-adul-siswa-yang-merangkak-sejauh-3-km-demi-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke