Salin Artikel

5 BERITA POPULER NUSANTARA: Tragedi "Surabaya Membara" hingga Mengapa Remaja Mabuk karena Air Rebusan Pembalut

KOMPAS.com - Kecelakaan maut di Surabaya saat peringatan Hari Pahlawan menjadi sorotan pembaca pada hari Sabtu (10/11/2018).

Polisi memastikan tiga orang meninggal dunia dan puluhan orang lainnya mengalami luka-luka.

Sementara itu, kasus sejumlah remaja di Kudus yang tertangkap sedang mabuk air rebusan pembalut wanita membuat terhenyak banyak pihak. Jajaran Pemkab Kudus pun mengaku kasus itu baru pertama kali terjadi.

Berikut ini secara lengkap berita populer Nusantara di Kompas.com:

 

Polisi berhasil mengidentifikasi tiga korban meninggal dunia akibat tertabrak kereta api di viaduk Jalan Pahlawan Surabaya, Jumat (9/11/2018) malam.

Menurut polisi, satu orang meninggal karena terlindas kereta api. Sementara itu, dua korban tewas lainnya disebabkan terjatuh dari atas viaduk.

Korban karena terlindas kereta api atas nama Helmi Suryawijaya (13), warga Karang Tembok Gang 5, Surabaya.

Sementara korban terjatuh adalah Erikawati (9), warga Jalan Kalimas Baru No 61, Surabaya, dan Bagus Ananda (17), warga Jalan Ikan Gurami 6/27, Surabaya. 

Baca selengkapnya: Tragedi Acara "Surabaya Membara", Polisi Pastikan 3 Korban Tewas dan 20 Luka-luka

 

Kepergian Shintia Melina meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga. Tanpa ada firasat apa pun, si sulung dari empat bersaudara ini telah pergi meninggalkan keluarganya.

Shintia menjadi korban dari jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Jawa Barat.

Jenazah Shintia berhasil diidentifikasi dan pada Jumat (9/11/2018) peti jenazahnya sampai di tempat kelahirannya, Komplek Vilaku Indah IV Blok A Nomor 6 Kelurahan Kurao Pagang, Kecamatan Nanggalo, Padang.

Tak hanya keluarga, seluruh warga Komplek Vilaku Indah IV turut melepas kepergian gadis yang sudah menjadi pramugari selama enam tahun terakhir ini.

Selain dikenal aktif sebagai remaja masjid sewaktu masih belajar di SMA, saat jatuhnya pesawat Shintia juga sedang melaksanakan puasa sunah.

Baca selengkapnya: Kenangan Pramugari Shintia Melani, Korban Lion Air: Lebih Religius Sebulan Terakhir

 

Abdussalam Ramli, Kepala Desa Waru Barat, Pamekasan, Jawa Timur, menepati janjinya. Dalam membangun desa, ia memiliki jargon yang disebut Dasa Warsa (Desa Bersatu Waru Barat Sejahtera dan Amanah).

“Desa kami berada di pelosok wilayah pantai utara Pamekasan. Dalam pembangunan daerah, kami selalu tertinggal jika dibandingkan dengan desa di selatan Pamekasan. Makanya saya langsung menggagas desa pintar dengan basis layanan internet, karena mayoritas masyarakat saat ini sudah menggunakan internet,” ujar Abdus, panggilan akrabnya, kepada Kompas.com.

Untuk memulainya gagasannya, Abdus menggandeng konsultan informasi teknologi (IT) dari Universitas Madura Pamekasan.

Tahun 2016, internet belum maksimal masuk ke desanya. Namun ia mulai membuat database desa, mulai dari data kependudukan, layanan administrasi yang sistematis dan peta lokasi desa serta potensi desa.

Bagaimana perjalanannya?

Baca selengkapnya: Kisah Abdussalam, Sarjana Fisika yang Sukses Membangun Desanya Jadi Desa Digital

 

Berdalih tidak mampu melakukan pemakaman dengan cara kremasi, NR (32) membakar mayat pria pasangannya, I Gede Suka Negara (52).

Warga menemukan jasad I Gede di Dusun Karanganyar, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Rabu (7/11/2018).

Saat membakar jasad pasangannya, NR mengaku juga mengajak JR, anaknya yang berusia di bawah umur.

"Pernah dirawat di rumah sakit Hardjolukito, tapi karena tak punya biaya kemudian pulang. Sebelum meninggal pun sempat akan dibawa ke rumah sakit, tapi terlanjur meninggal," kata KBO Reskrim Polres Bantul, Iptu Muji Suharjo, saat konferensi pers di Mapolres Bantul.

Baca selengkapnya: Mayat Tubuh Terbakar di Bantul Dikremasi Sendiri oleh Pasangan

 

Gaya hidup bebas yang jauh dari jangkauan orangtua serta keluar dari zona pendidikan dinilai menjadi akar aksi nekat sejumlah remaja mabuk-mabukan air rebusan pembalut wanita.

Faktor ekonomi dinilai juga menjadi salah satu penyebab anak-anak terjun mengonsumsi berbagai bentuk minuman keras dan narkoba.

"Karena lebih terjangkau tak harus mengeluarkan kocek yang banyak untuk mabuk. Murah meriah dan sangat berbahaya. Mulai dari mabuk lem, jamur teletong, kecubung, lotion antinyamuk, obat pembasmi nyamuk, dan kini rendaman pembalut wanita. Rata-rata anak jalanan memang tidak terkontrol. Ini peran semua pihak untuk mencegahnya," kata AKBP Suprinarto, Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jateng.

Baca selengkapnya: Fenomena Mabuk Murah Meriah, dari Losion Antinyamuk hingga Pembalut Wanita

 

Sumber: KOMPAS.com (Puthut Dwi Putranto Nugroho, Taufiqurrahman, Markus Yuwono, Rahmadhani, Achmad Faizal)

https://regional.kompas.com/read/2018/11/11/07415581/5-berita-populer-nusantara-tragedi-surabaya-membara-hingga-mengapa-remaja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke