Salin Artikel

Bacakan Pleidoi, Kuasa Hukum Minta FN Dibebaskan dari Dakwaan dan Tuntutan Pidana

MEMPAWAH, KOMPAS.com - Kuasa hukum Frantinus Nirigi (FN) terdakwa perkara candaan bom dalam pesawat Lion Air JT 687 menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Mempawah, Kalimantan Barat, Senin (15/10/2018) sore.

Pleidoi setebal 40 halaman tersebut berjudul "Tangisan Seorang Anak Papua di Perantauan Korban SOP (Standar Operational Procedure) dan P21 dari Pramugari Cindy Veronika Muaya".

Pleidoi dibacakan oleh tiga kuasa hukum yang hadir, yaitu Andel, Aloysius Renwarin dan Dominikus Arif.

Pada sidang sebelumnya, Kamis (4/10/2018), Jaksa Penuntut Umum Kejari Mempawah mengajukan tuntutan 8 bulan penjara terhadap terdakwa FN.

Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan bahwa dakwaan bersifat subsidair, yaitu menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 437 Ayat 1 UU Rl No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dalam kesimpulan pleidoi yang dibacakan, kuasa hukum menyampaikan bahwa berdasarkan fakta hukum, terdakwa FN tidak terbukti melakukan perbuatan pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penumpang, sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan jaksa.

Ketentuan pasal 437 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang didakwakan jaksa tidak sesuai, karena tidak disertai dengan dua alat bukti yang sah menurut hukum.

Selain itu, kesaksian pramugari Cindy Veronika Muaya yang mendengar terdakwa mengucapkan perkataan 'awas di dalam tas ada bom' dalam ilmu hukum pembuktian pidana tidak mempunyai nilai kesaksian.

"Karena kesaksiannya didengar sendiri dan ia bersaksi sendiri dan bukan merupakan saksi (unus testis nulus testis) yang tidak mempunyai nilai kesaksian," ujar Andel.

"Sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan pidana," tambahnya.



Kemudian, terkait pendapat JPU tentang hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu, bahwa perbuatan terdakwa meresahkan dan membuat panik penumpang pesawat, membuat PT Lion Air mengalami kerugian, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, harus dikesampingkan.

Sebab, terdakwa tidak pernah meresahkan masyarakat, membuat para penumpang panik, dan menimbulkan kerugian terhadap perusahan Lion Air.

"Justru yang meresahkan dan membuat penumpang panik serta mengakibatkan kerugian perusahan Lion Air adalah sebagai akibat dari kesalahan pramugari yang tidak cermat serta telah salah mendengarkan perkataan 'awas di dalam tas ada tiga Iaptop bu' yang diucapkan terdakwa dengan gaya dan logat bahasa Papua," papar Andel.

Sehingga, pramugari melakukan penurunan penumpang tidak sesuai prosedur yakni melanggar SOP sebagaimana pengakuan dalam tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum.

Kemudian terkait terdakwa tidak mengakui perbuatanya, hal ini adalah sangat patut menurut hukum karena secara nyata terdakwa tidak pernah mengucapkan perkataan 'awas di dalam tas ada bom' di dalam pesawat.

"Faktanya di dalam tas memang terdapat 3 buah Iaptop, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan pidana," katanya.

Ditemui usai sidang, Aloysius Renwarin berharap hakim bisa memberikan keputusan yang maksimal.

"Sehingga pengadilan bisa adil dalam memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk Frantinus Nirigi," katanya.

Jaksa Penuntut Umum Kejari Mempawah, Erik Cahyo mengatakan pada intinya pihaknya sudah mendengarkan pleidoi dari kuasa hukum terdakwa.

Pihaknya juga mengaku sudah mempersiapkan tanggapan (replik) dalam sidang yang akan diselenggarakan pada Selasa (16/10/2018).

"Kami sudah siapkan tanggapan dari pleidoi tersebut yang akan disampaikan dalam sidang berikutnya," ujar Cahyo.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/15/22201351/bacakan-pleidoi-kuasa-hukum-minta-fn-dibebaskan-dari-dakwaan-dan-tuntutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke