Salin Artikel

Kisah Polisi Bangun Kampung Berkebun, Ubah Eks Bandar Narkoba Jadi Petani Jahe

Aktivitas warga mulai tampak berlalulalang menelusur jalanan pinggir sungai yang membelah daerah RW 04, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.

Tak seperti permukiman di bantaran sungai lainnya, ada yang berbeda dengan daerah ini. Di atas sungai itu berdiri paranggong atau anyaman bambu yang terhampar menutupi sungai tersebut.

Di atas paranggong ini terdapat bermacam variasi tanaman produktif yang bisa dimanfaatkan warga sekitar.

Suasana hijau dan segar ini tidak hanya di bantaran sungai itu, tetapi juga di permukiman warga di sekitarnya.

Menariknya lagi, tembok-tembok sungai dan rumah warga dicat berwarna warni menambah daya tarik suasana bersih di wilayah tersebut.

Saat Kompas.com berkunjung ke RW 04 ini, tampak warga bergotong-royong tengah membuat paranggong lainnya. Beberapa warga masih mengerjakan pengecatan warna hijau di tembok bantaran sungai, sebagian lagi menggambar mural dan ajakan menjaga lingkungannya.

Kampung berkebun

Namun di balik suasana hijau di RW 04 ini ada seorang polisi berpangkat Aiptu yang menyempatkan waktunya untuk menggerakkan warga sekitar bercocok tanam dan menjaga kebersihan lingkungannya.

Polisi itu dikenal dengan nama Wawan Setiawan, yang juga seorang ketua RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Sikap dan cara bersosialisasi yang diterapkan Wawan dapat menyentuh warganya untuk bergerak menjaga kebersihan lingkungan hingga bercocok tanam.

Wawan mengaku termotivasi berdasarkan kesadaran diri menjaga kampungnya yang sebelumnya kotor tak terawat. Awalnya, bermukim di bantaran sungai memang tidak mudah, karena selain bau sampah yang dihasilkan sungai, juga pola pikir warganya yang tidak semua bisa dan paham menjaga lingkungan di sekitarnya.

"Kampung saya itu kotor, penduduk yang dekat ke sungai cenderung kekumuhan, kami lalu tergerak. Awalnya kami bergerak untuk bantaran kali," kata Wawan yang ditemui di lokasi, Selasa (9/10/2018).


Wawan sendiri terpilih menjadi ketua Rw 04 sejak tahun 2013. Kebetulan pada saat itu Pemerintah Kota Bandung yang masih di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil, memilih daerah tersebut untuk diikutsertakan dalam program Kampung Berkebun.

"Awalnya kami bingung karena daerah kami tidak memiliki lahan untuk bertanam, namun akhirnya kami buat paranggong di atas bantaran kali. Dari program pemerintah itu saya gunakan untuk menata daerah saya," jelasnya.

Perjuangan polisi

Memang tidak mudah menjadikan kampung tersebut sebagai kampung berkebun. Butuh seseorang yang bisa menggerakan warganya untuk menjadikan kampung itu menjadi prototipe kampung berkebun.

Keuletan Wawan sebagai ketua RW menjadi pemicu pergerakan yang mengubah kampung itu menjadi hijau seperti saat ini. Wawan mengaku butuh pengorbanan untuk menjadikan daerahnya hijau seperti saat ini.

Pasalnya, mengubah pola pikir warga tentu tidaklah mudah. Warga harus paham dan mengerti manfaat yang akan dihasilkan dari kampung berkebun itu.

Setiap pagi saat akan bekerja, atau saat istirahat di sela bekerja sebagai Babinkamtibmas Astana Anyar, Wawan menyempatkan diri melihat perkembangan tanaman produktif yang ditanam warga. Bahkan setiap pagi sesekali Wawan menyempatkan waktunya untuk menyiram tanaman-tanaman itu.

"Untuk memotivasi masyarakat harus berkorban waktu, sosialisasikan dan pentinganya bercocok tanam, menjaga lingkungan, seperti jangan buang sampah ke sungai," tuturnya.

"Kita harus berani korban harta. Ketika mereka butuh media tanam maka kami sediakan untuk itu lalu kemudian mereka menjadi tertarik. Padahal awalnya mereka enggan berkorban tapi setelah melihat hasil dari tetangga sebelah akhirnya ikut karena melihat hasil itu. Jadi kita juga harus ikut turun tangan," imbuhnya.

Bahkan saat itu, lanjut Wawan, Emil -panggilan akrab Ridwan Kamil- sempat datang melihat perubahan daerahnya tersebut, hingga memberikan dukungan dengan memberikan bantuan paranggong lainnya.

Saat ini ada sekitar delapan paranggong dengan panjang kurang lebih lebih 10 meter yang terhampar di atas Sungai Cipamokolan. Kampung berkebun sendiri diinisiasi sejak tahun 2014, saat itu pula lah Paranggong dan kampung berkebun dibuat.

Adapun dana yang digelontorkan merupakan bantuan dari Pemerintah Kota Bandung yang dikolaborasikan dengan iuran wajib daerah yang dikelola RW.


Di atas paranggong ini terdapat macam tanaman produktif yang awalnya didapatkan dari dinas pertanian, kini sudah ada banyak tanaman yang terhampar didaerah tersebut, bahkan warga sendiri sudah memiliki banyak bibit tanaman hingga dapat memetik hasil dari tanaman yang ditamannya tersebut.

"Setiap paranggong ada sayuran saledri, bawang daun, pohon tin, pakcoy, brokoli jahe merah, hingga buah-buahan kita semua tanami," katanya.

"Hasil dari setiap panen pertama dikonsumsi masyarakat dan kita juga menjual bibit kepada masyarakat di sini, untuk kembali ditanami di pekarang rumah mereka. Kita juga diikutkan dalam Bandung agri market setiap tiga bulan sekali, hasilnya dijual di alun-alun yang difasilitasi dinas pertanian. Hasilnya puterin lagi untuk bikin paranggong," jelasnya.

Jika dulu hanya beberapa warga yang mau dan sukarela menanam dan merawat tanaman, kini di Kampung Berkebun RW 04 sudah memiliki 30 petani.

"Tanaman ini juga bukan hanya di atas paranggong saja tapi juga di atas rooftop rumah warga," tuturnya.

Virus berkebun

Virus berkebun itu seiring waktu menulari warga lainnya. Respons positif menjadi amunisi semangat dirinya dan warga lainnya. Warga kini sudah dapat memetik hasil dari kampung berkebun.

"Sungai dulunya bau sekarang mengurangi bau, karena masyarakat sendiri segan ketika membuang sampah ke sungai. Kini suasana lingkungan di bantaran sungai ini sudah sejuk dengan tanaman, dan masyarakat juga ada ketahanan pangan, mengurangi mereka belanja sayuran," katanya.

Kampung berkebun RW04 ini kerap menjadi percontohan Dinas Pertanian di beberapa tempat seperti Tasik, Gorontalo, Makasar, Bali dan daerah lainnya. "Mereka datang kesini sebagai studi banding, karena daerah kami menjadi percontohan urban farming," katanya.

Tak hanya itu, bahkan daerah lain kerap melakukan studi tiru ke RW 04, dengan harapan kampung berkebun ini ada di setiap RW.

"Di kelurahan Pajajaran saja virus berkebun ini sudah menyebar ke RW 08," ujarnya.

Kini 350 meter Sungai Cipamokolan sudah dipasang paragong dengan bermacam variasi tanaman. Masyarakatnya bahkan sukarela menyisihkan sebagian uangnya untuk pemeliharaan yang dilakukan para petani di daerah itu.


Bandar narkoba insyaf

Tidak hanya itu, kerja keras Wawan pun berhasil mengubah pola pikir warganya untuk bertanam. Salah satunya Dedi Royandi alias Yayan, seorang pria yang mengaku mantan bandar narkoba. Yayan kini mulai berangsur meninggalkan dunia hitam yang pernah digelutinya.

Pria itu kini memilih merawat tanaman jahe merah dan menjual hasilnya. Saat ditemui di pekarangan rumahnya yang bersebelahan dengan bantaran sungai Cipamokolan, Yayan terlihat tengah menyirami tanamannya itu.

Yayan mengaku termotivasi dari dorongan hati. Mantan bandar narkoba ini sempat masuk bui pada tahun 2010, karena menjual narkoba. Seusai menjalani hukumannya itu, Yayan kemudian mendapat bimbingan dari Wawan dan mulai meninggalkan dunia hitam sedikit demi sedikit.

"Setelah keluar saya menghadap beliau (Wawan), sampe ponsel saya dihancurin sama Pak Wawan, karena di situ ada kontak teman-teman saya yang selalu ajak saya ke dunia hitam," tuturnya.

Akibat dunia hitam itu pula lah, keluarga Yayan sempat hancur berantakan. "Keluarga saya hancur, saya jauh dari anak istri. Lingkungan pun menjauhi," katanya.

Namun kini setelah menjauhi dunia hitam itu, Yayan memulai kembali membangun keluarganya, dan mencoba untuk bertanam meski awalnya belum menghasilkan sesuatu untuknya. Namun seiring waktu, Yayan pun dapat memetik hasil dari tanamanya itu meski tidak seberapa.

"Sekarang saya enggak nyabu lagi, berkebun. Anak kembali lagi, sama keluarga dekat, enak cair, orang lain enggak memandang sebelah mata lagi, justru mereka datang ingin tahu gimana caranya menanam," tuturnya.

Dengan bertanam, kata Yayan, tidak hanya membuat lingkungan sekitarnya segar dan bersih, tapi juga bisa menikmati hasil tanamannya.

"Kalau warga butuh nyambel atau sayuran lainnya, tinggal ambil sendiri. Manfaatnya banyak," kata Yayan.

Tanaman jahe merah itu sendiri bisa dia jual dengan harga Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per polybag.

Sementara itu, Lurah Pajajaran Naning Yuningsih mengatakan bahwa awalnya memang program kampung berkebun ini merupakan program pemerintah Kota Bandung. Daerah RW 04 sendiri dipilih karena warganya semangat untuk membuat kampungnya lebih asri.

"Awalnya didrop berupa macam tanaman. Karena itu, Pak RW bersinergi dengan kelurahan, maka terciptalah kebun di atas sungai paranggong, anyaman bambu. Ini disuport Pak Wali Kota Bandung," jelasnya.

Sebenarnya, lanjut Nining, program kampung berkebun ini dilakukan di enam kelurahan di Kota bandung.


Namun yang paling bertahan hingga kini hanya RW 04. Hasilnya, bahkan kampung berkebun ini juga mendapatkan apresiasi dari daerah lainnya yang berkunjung untuk studi banding hingga memberikan bantuan corporate sosial responsibility (CSR) 1.000 tanaman dari sponsor lainnya.

"Kenapa di atas sungai karena kita tidak memiliki lahan, tapi kita bisa menananam di atas sungai," pungkasnya

https://regional.kompas.com/read/2018/10/09/11555321/kisah-polisi-bangun-kampung-berkebun-ubah-eks-bandar-narkoba-jadi-petani

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke