Menurut Bahrun, kejadian diawali dari ujian tengah semester (UTS). Saat mengontrol ujian, pihaknya mendapati sejumlah siswa berada di luar kelas.
Padahal, ujian baru berjalan 2 jam sedangkan waktu pelaksanaan ujian berlangsung 90 menit.
"Saya cek satu-satu soalnya, kebetulan saya lihat punya RA. Dari 10 soal yang harus dijawab, ada dua soal belum terjawab," kata Burhan di SMKN 1 Surabaya, Rabu (26/9/2018).
Namun, Bahrun mengklaim tidak menampar RA. Dia mengaku hanya menempelkan tangannya ke pipi RA yang merupakan anak berkebutuhan khusus (inklusi) hingga kacamatanya terlepas.
"Saya tidak menampar. Sebenarnya tujuan kami ingin mendidik tidak bermaksud seperti itu (melakukan kekerasan). Maksud saya dengan anak-anak mengerjakan sungguh-sungguh, nilainya akan lebih bagus," kata Bahrun.
Namun, Bahrun akhirnya mengaku bersalah dan meminta maaf kepada RA dan orangtuanya.
Saat melakukan mediasi dengan orangtua RA, Bahrun menyanggupi dengan membuat surat pernyataan dan menjamin tidak akan melakukan kembali kekerasan terhadap siswa.
"Saya minta maaf, saya tadi khilaf. Saya cuma ingin anak-anak bersungguh-sungguh dan sekolah punya prestasi di mata masyarakat," jelasnya.
"Saya juga tidak tahu kalau RA anak inklusi. Saya benar tidak tahu," katanya.
Menurut dia, anak inklusi yang sekolah di SMKN 2 Surabaya berjumlah 26, yakni kelas X 16 anak, kelas XI 8 anak, dan kelas XII 2 anak.
"Kebetulan memang tidak ada pendamping khusus (inklusi). Tapi orangtua percaya dengan sekolah, makanya kami terima anak-anak inklusi untuk ikut kelas regular," ucapnya.
Ke depan, dia berjanji akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada setiap siswa, termasuk membuat siswa enjoy di sekolah.
Terkait permintaan orangtua RA yang meminta dirinya mundur, Bahrun menyerahkan kepada atasannya, dalam hal ini Dinas Pendidikan Jawa Timur.
"Itu menjadi urusan atasan dan kami tidak punya wewenang. Kami hanya bisa memperbaiki diri ketika ada masalah dan berusaha tidak mengulanginya lagi," janji Bahrun.
Orangtua RA, Budi Sugiharto mengaku kecewa, sebab kepala sekolah sembunyi dan tidak menemuinya sejak awal.
"Bukan bersembunyi dengan alasan menghadiri rapat. Tapi tetap berada di sekolah," jelasnya.
Budi menganggap, kasus RA sudah selesai. Mengenai sanksi, ia menyerahkan kasus yang menimpa RA dan dua temannya ke gubernur Jatim.
"Masalah ini sudah selesai, sudah saling memaafkan. Kami Gubernur Jatim yang menaungi pengelolaan SMA/SMK bisa menilai tindakan bawahannya," kata dia.
"Kalau mau dicopot atau tidak, kami serahkan ke gubernur," sambungnya.
Sementara itu, Kapolsek Wonokromo Kompol Rendy Surya yang turut memediasi kedua pihak berharap tidak ada kekerasan dan bentuk intimidasi terhadap siswa.
"Saya minta Pak Burhan bisa memberi jaminan dan tidak ada lagi intimidasi kepada RA atau siswa lainnya. Jangan ada perbedaan," pungkasnya.
https://regional.kompas.com/read/2018/09/26/19180611/kepala-smk-yang-tampar-siswa-inklusi-meminta-maaf
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan