Salin Artikel

Berkah Kemarau, Warga Olah Umbi Sikapa Jadi Camilan Enak

Tanaman umbi-umbian sikapa yang tumbuh subur di hutan pada musim kemarau mereka olah menjadi beragam camilan yang lezat, nikmat, gurih dan kaya gizi.

Kelompok ibu rumah tangga bahkan mengolah sikapa jadi bisnis industri rumahan.

Mereka mengolah umbi sikapa menjadi beragam panganan seperti kue sawalla, cinole, keripik atau sokko, sejenis makanan mirip nasi etan yang bisa menjadi makanan pengganti atau pendamping.

“Bisa dibuat jadi makanan dan kue apa saja. Tapi selama ini biasanya dibikin sokko, keripik tiga rasa, sawalla atau conole,” jelas Muliani, ibu rumah tangga yang hampir setiap hari memasak panganan sikapa selama musim kemarau, kepada Kompas.com, Minggu (16/9/2018).

Selain itu, kata Muliani, sikapa yang melimpah di desanya menjadi salah satu sumber pendapatan tambahan di musim kemarau selain bertani.

“Sikapa melimpah di hutan. Satu tempat saja buahnya bisa sampai 10 kilogram atau satu karung,” jelas Muliani.

Cara mendapat sikapa

Untuk mendapatkan sikapa tak sulit. Hanya dengan modal baskom dan parang panjang atau linggis, warga sudah bisa membawa pulang satu baskom atau satu karung sikapa hanya dalam waktu beberapa jam.

Umbi-umbian sikapa berukuran sebesar kepala tangan hingga seukuran bola sepak ini selanjutnya dikupas dan dibersihkan. Setelah dipotong-potong tipis dengan melintang kemudian dikeringkan selama dua hari.

Setelah kering dan berbentuk pipih, sikapa kemudian direndam di sungai atau air mengalir selama 24 jam agar zat racunnya hilang.

Tahap selanjutnya sikapa yang telah direndan dan dicuci bersih kemudian dipres menggunakan tempurung kelapa. Sikapa setengah jadi berbentuk seperdua batok kelapa ini kemudian dijemur lagi hingga kering.

Selanjutnya sikapa ini siap diolah dalam beragam bentuk makanan.

Untuk mengolahnya menjadi kue cinole, misalnya, sikapa kering ditumbuk hingga menjadi tepung. Tepung sikapa selanjutnya dikukus di atas panci dan diaduk hingga matang. Kue conole siap disajikan dengan ditaburi parutan kelapa dan garam secukupnya.

Sikapa yang telah diperas airnya menggunakan tempurung kelapa biasanya dijual warga ke pasar seharga Rp 5.000 per biji. Sementara produk camilan seperti keripik tiga rasa biasanya dijual warga dalam bentuk kemasan plastik yang masih sangat tradisional.

Awet berbulan-bulan

Kepala Desa Pangaparang, Muhammad Safri mengatakan, saat ini pemerintah desa tengah mendorong kelompok perempuan dan ibu-ibu rumah tangga untuk mengembangkan potensi ekonomi kecil. Hal itu agar kelak olahan sikapa bisa menjadi salah satu industri rumahan yang bisa menambah pendapatan keluarg mereka.

“Saat ini baru ada beberapa orang yang mengolahnya ke dalam varian seperti keripik tiga rasa dan makanan siap saji lainnya,” jelas Safri.

Menurut Safri, salah satu keunggulan sikapa adalah mampu bertahan hingga berbulan-bulan tanpa menggunakan bahan pengawet.

Amiruddin, warga Pangaparang mengatakan, meski belum ada penelitian ilmiah yang mengungkap kandungan gizi apa saja dalam umbi sikapa, namun makanan olahan dari sikapa ini bisa dijadikan makanan sarapan pagi layaknya nasi dan warga bisa bertahan hingga siang.

“Makan makana sikapa seperti sokko atau cinole itu sama dengn makan nasi. Kalau sarapan pagi dengan sikapa kita bisa tahan dan tidak lapar sampai siang hari, sama seperti kita sarapan nasi,” jelas Amiruddin.

https://regional.kompas.com/read/2018/09/16/11551721/berkah-kemarau-warga-olah-umbi-sikapa-jadi-camilan-enak

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke