Salin Artikel

Kisah Petani Penghasil Madu Liar, Berburu Panen Sebelum Hujan Tiba (1)

BANGKA BARAT, KOMPAS.com- Matahari bersinar cerah saat sejumlah petani di Desa Pelangas, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, bergegas memasuki kawasan hutan.

Para petani pada Minggu (8/9/2018) itu, bersiap memanen sarang madu yang dihasilkan kawanan lebah liar.

Ranting-ranting pohon dikumpulkan dan disusun menjadi beberapa ikatan. Seorang petani kemudian menyulut api pada ranting tersebut hingga menimbulkan asap.

Sarang yang hendak dipanen berada pada sebatang pohon setinggi 3 meter. Jumat, sang pawang lebah, langsung memanjat pohon tanpa menggunakan penutup wajah.

Ia hanya mengandalkan asap yang telah memenuhi area tersebut. Sementara itu, kawanan lebah sudah berhamburan meninggalkan sarangnya.

Berbekal sebuah pisau yang terbuat dari kayu, Jumat memotong sarang lebah menjadi beberapa bagian. Seorang rekannya yang ikut memanjat, menampung menggunakan ember.

"Lumayan besar sarangnya. Bisa dapat sekitar 5 liter," kata Jumat saat berbincang dengan Kompas.com.

Bapak dua anak ini mengungkapkan, sarang yang baru dipanen telah terbentuk sejak dua bulan lalu. Kompas.com beruntung bisa menyaksikan langsung proses panen madu dari hutan tersebut.

"Kami harus panen sebelum musim hujan tiba. Jika kebanyakan hujan, kualitas madu menjadi kurang bagus," ujarnya.

Sarang lebah yang baru dipanen kemudian dibawa ke sebuah saung untuk diperas dan disaring.

Bagi masyarakat setempat, tidak hanya madu yang dikonsumsi, tetapi juga anak-anak lebah yang masih berbentuk kepompong berwarna putih susu.

Anak-anak lebah yang tertinggal di dalam sarang diambil satu-satu, diolesi madu dan langsung dimakan mentah.

Desa Pelangas menjadi salah satu potret desa yang memiliki kekayaan madu alam liar. Pepohonan yang tumbuh subur, menghasilkan banyak bunga. Dari bunga inilah, kawanan lebah mendapatkan asupan untuk membuat sarang.

Seiring perkembangan zaman, perkebunan sawit mulai mengambil alih sebagian kawasan lahan. Tanaman sawit dikhawatirkan mengurangi ketersediaan pepohonan penghasil bunga bagi lebah madu.

Kepala Desa Pelangas Welly Wahyudi mengatakan, status hutan lindung masih menjaga kekayaan hayati di daerah tersebut. Masyarakat pun berkomitmen melestarikan hutan, agar produksi lebah madu tetap terjaga.

"Sejak lama kami menghasilkan madu. Namun belum banyak yang tahu. Orang tahunya kabupaten lain yang punya, padahal pasokannya dari sini," beber Welly.

Rata-rata dalam sebulan masyarakat bisa menghasilkan 20 sampai 30 liter madu. Di tingkat petani, harga jual berkisar Rp 50.000 per kemasan 200 mililiter. Kemampuan untuk memanen madu pun sudah tersebar di kalangan masyarakat desa.

Menurut Welly, sarang lebah madu tersebar di berbagai kawasan hutan. Jumlah sarang pun bervariasi untuk setiap pohon.

"Ada yang satu pohon satu sarang. Bahkan kalau pohonnya tinggi besar, bisa 15 sampai 20 sarang," sebutnya.

Kearifan lokal memungkinkan masyarakat untuk mengundang lebah datang ke pohon yang diinginkan. Untuk beberapa pohon yang dipilih, ada sepotong kayu dipasang di bagian atas pohon. Kayu yang disebut suar itu biasanya akan dihinggapi lebah sekitar satu bulan sejak pemasangan dilakukan.

BERSAMBUNG

https://regional.kompas.com/read/2018/09/09/11453041/kisah-petani-penghasil-madu-liar-berburu-panen-sebelum-hujan-tiba-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke