Salin Artikel

"Sekarang Kami Bangga Jadi Warga Dolly"

Mereka justru bangga karena produk usaha dari Dolly sudah menyebar dan dikenal di berbagai daerah bahkan ke luar negeri.

"Dulu mungkin orang malu mengakui tempat tinggalnya di Dolly, tapi sekarang saya bangga jadi warga Dolly karena produknya terkenal dan tersebar di mana-mana," kata Atik Triningsih, salah satu warga eks lokalisasi Dolly, Senin (20/8/2018).

Atik adalah koordinator Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya. Kelompok ini mengembangkan usaha produksi sepatu dan sandal yang memanfaatkan tenaga warga eks lokalisasi Dolly. Produk sandalnya kini menyebar di hotel-hotel di Surabaya dan sekitarnya.

Kemarin, KUB Mampu Jaya memperoleh bantuan 15 unit mesin jahit dari perusahaan mesin jahit merek Singer. Bantuan mesin jahit komplit dengan peralatan bahan baku dan layanan perawatannya.

Menurut catatan Kecamatan Sawahan, ada 5 usaha berbentuk KUB di Dolly, yakni produksi sandal dan sepatu, goody bag, sablon, minyak rambut (pomade dan semir), kerajinan tangan, serta lukisan.

"Untuk UKM batik, ada empat kelompok UKM, yaitu Jarak Arum, Alpujabar, Canting Surya, dan Warna Ayu," kata Camat Sawahan, Muhammad Yunus.

Warga eks Dolly di Kelurahan Putat Jaya itu, kata Yunus, juga disebut gemar memproduksi produk kuliner.

Setidaknya ada 13 usaha kecil menengah yang bergerak di bidang kuliner, antara lain, olahan bandeng, Jarwo Tempe, kerupuk Sami Jali, Pangsit Hijau, rujak, UKM Puja (telur asin, botok telur asin), UKM Squel (olahan keripik), UKM Vigts (jamu herbal), Gendis (bumbu pecel), UKM Henrik (olahan semanggi dan es puter), dan olahan minuman dari rumput laut.

"Setiap usaha yang dikembangkan warga minimal melibatkan 3 sampai 10 orang warga sekitar," jelas Yunus.

Menurutnya, omzet yang didapatkan dari industri usaha di Dolly bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan.

Dia mencontohkan, industri sandal dan sepatu bisa mencapai sekitar Rp 30 juta hingga 40 juta per bulan, sedangkan usaha batik bisa mencapai Rp 17 juta hingga Rp 28 juta per bulan.

“Order yang datang juga tidak hanya dari Surabaya dan sekitarnya, ada juga oder yang datang dari Sorong, Papua," katanya

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, tidak mudah membangun perekonomian warga eks Dolly pasca-penutupan lokalisasi 2014 lalu. Namun, dia mengaku kaget karena respons warga sangat positif setelah merasakan ada peluang usaha yang bisa dikembangkan.

“Memang tidak mudah seperti membalikkan tangan. Tapi yang pasti pergerakan pembangunan di sini sangat cepat dan bagus. Saya bangun di daerah lain agak lama, kalau di sini mereka mandiri," kata Risma.

Risma berencana mendatangkan trainer untuk pembuatan tas tradisional bagi warga eks Dolly.

"Saya sudah kenal orangnya. Nanti saya datangkan ke sini untuk pelatihan pembuatan tas tradisional berbahan kulit dan kain batik," jelasnya.

Pasca-penutupan lokalisasi 4 tahun lalu, Pemkot Surabaya terus memberikan fasilitas pengembangan usaha untuk warga di eks lokalisasi Dolly dan Jarak. Selain pelatihan usaha, juga akses pasar maupun fasilitas.

Gedung lokalisasi terbesar di Gang Dolly, yakni Wisma Barbara, bahkan sengaja dibeli oleh Pemkot Surabaya untuk dimanfaatkan sebagai gedung serbaguna dan ruang pamer produk khas warga Dolly.

Lokalisasi yang konon terbesar di Asia Tenggara itu ditutup Pemkot Surabaya yang dipimpin Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 2014. Risma beralasan penutupan lokalisasi itu untuk menyelamatkan masa depan anak-anak yang tinggal di sekitar lokalisasi Dolly dan Jarak.

https://regional.kompas.com/read/2018/08/21/12500921/sekarang-kami-bangga-jadi-warga-dolly

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke