Salin Artikel

Dengan 200 Buku, Inayati Berharap Anak-anak Desanya Minimal Lulus SMU

Meski terik matahari menyengat, namun hawa sejuk lebih kental terasa menusuk kulit saat itu. Wajar saja, perkampungan terpencil ini berlokasi di kawasan perbukitan.

Di dataran tinggi di kawasan hutan jati inilah, kebiasaan bocah-bocah mungil yang lebih memilih menghabiskan waktu untuk bermain usai bersekolah perlahan sirna.

Ya... sejak setahun ini, sebagian bangunan Mushola di bagian depan disulap menjadi perpustakaan mini ala kadarnya. Penggagasnya yakni Inayati (50) menamainya dengan sebutan "Taman Baca Luru Ilmu".

Berukuran sekitar 7 meter x 5 meter, beralaskan karpet yang menutupi lantai semen. Hanya ada dua rak kecil bertingkat tiga dengan koleksi sekitar 200 buku. Semula cuma dilengkapi 50 buku, namun kini mulai sedikit bertambah.

Taman Baca Luru Ilmu berada di ujung wilayah perbatasan Kabupaten Grobogan dengan Kabupaten Semarang. Melalui rute perjalanan darat sekitar 2 kilometer dari jalur umum dengan membelah kawasan hutan jati.

Setiap hari sepulang sekolah, sekitar 30 anak-anak TK, SD dan SMP berdatangan meluangkan waktu untuk membaca koleksi buku mulai dari dongeng, pengetahuan umum dan agama.

Saat Kompas.com datang mengunjungi Taman Baca Luru Ilmu suasananya begitu tenang. Anak-anak dari desa setempat duduk berkumpul membaca buku-buku yang digemari.

Beberapa anak-anak diantaranya memilah-milah buku di rak yang cukup usang itu. Pihak Taman Baca Luru Ilmu yang berjaga pun juga tak segan-segan memberi arahan. Bahkan, ada sesi mendongeng di halaman Taman Baca Luru Ilmu.

Menariknya, saat memasuki beduk Ashar, pihak Taman Baca Luru Ilmu menuntun anak-anak yang beragama islam untuk shalat berjamaah. Seketika respons anak-anak itu pun langsung berdiri dengan menempati shafnya masing-masing. 

"Saya dulu sering bermain-main sepulang sekolah karena memang tak ada fasilitas membaca. Sejak setahun ini setelah rajin membaca disini saya masuk rangking lima besar. Sangat membantu," kata Rasya Dwi Setyadi (11), siswa kelas 6 SDN 2 Ngombak.

Begitu juga dengan M Taufik Darmawan (14), siswa SMP. Taufik semenjak SD nilainya jeblok karena sering bermain layangan. Kini ia mengaku jika prestasinya terus meningkat setelah rajin membaca. 

"Alhamdulilah saya masuk rangking 10 besar di sekolah. Kebetulan buku yang saya baca disini berhubungan dengan mata pelajaran di sekolah. Kalau masih belum puas baca, saya bawa pulang dengan meminta izin. Ternyata membaca itu asyik," kata Taufik.

Empati rata-rata lulus SMP

Penggagas Taman Baca Luru Ilmu, Inayati (50), warga Desa Ngombak, menyampaikan, langkah kecil yang ia upayakan dengan menyediakan sarana baca bagi anak-anak di desanya karena didorong perasaan empati. 

Inayati prihatin dengan perkembangan kondisi sosial di kampung halamannya yang tak kunjung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil risetnya, akibat minimnya bekal pengetahuan, mayoritas para generasi muda pasrah mengikuti status orangtuanya yang tak ingin menuntaskan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

"Sejak 2002 selulus kuliah saya bekerja jadi guru di Malaysia dan kemudian bekerja di kantor otoritas Brunai. Sepulangnya tahun 2007, kondisi desa masih sama tak ada perubahan. Rata-rata lulusan SMP, kerja kuli bangunan atau petani mengikuti orangtuanya. Saya sedih karena di negara saya bekerja dulu, pendidikan itu lebih diutamakan," kata Inayati, mantan relawan Plan International Pendamping Desa Ngombak (2007-2016).

Inayati meyakini faedah positif dari kebiasaan membaca dan memahami buku akan merubah pola pikir seseorang menjadi lebih berkembang. Ibu satu anak itu pun kemudian berangan-angan untuk mewujudkan perpustakaan.

Karena keterbatasan dana, Inayati kemudian menggandeng Surahman (51) untuk merealisasikan Taman Baca Luru Ilmu. Surahman yang juga tokoh masyarakat setempat itu mengamini dengan mempersilahkan sebagian Mushala miliknya dijadikan pusat belajar.

"Dengan pengetahuan yang luas, seseorang akan lebih berfikir realistis. Karenanya saya menyasar anak-anak calon generasi muda agar lebih gemar membaca. Saya memilih Dusun Kedokan karena lokasinya yang paling terpencil," kata Inayati.

Dengan terwujudnya Taman Baca Luru Ilmu, Inayati berharap seluruh anak-anak di desanya akan gemar membaca. Secara tak langsung, menjauhkan diri dari pergaulan yang cenderung ke arah negatif.

"Kebiasaan membaca harus ditanamkan sejak awal. Semula sih susah meyakinkan para orangtua untuk mengajak anak-anak mereka membaca. Tapi sekarang lihat saja, 30 anak-anak per hari datang ke taman baca luru ilmu. Saya berkeinginan anak-anak di desa minimal lulus SMA. Ada ratusan warga di sekitar taman baca luru ilmu," kata lulusan S1 Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dibekali pengetahuan agama 

Surahman menambahkan, di sela kegiatan membaca di Taman Baca Luru Ilmu, anak-anak juga ditanamkan pendidikan dasar agama secara gratis. Surahman dan keluarganya dengan sukarela mengajarkan mengaji dan pemahaman tentang Islam kepada anak-anak pengunjung Taman Baca Luru Ilmu.

"Agama menjadi dasar lurus membentengi kepribadian seseorang. Kami sangat senang karena sekarang anak-anak lebih memilih mengisi waktunya dengan membaca dan mengaji. Kami hanya berharap koleksi buku dan fasilitas bisa bertambah dengan bantuan dari pemerintah ataupun dermawan," pungkas Surahman.

https://regional.kompas.com/read/2018/07/31/06501501/dengan-200-buku-inayati-berharap-anak-anak-desanya-minimal-lulus-smu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke