Salin Artikel

Kisah Rosani, Penderita Kanker yang Jualan Pentol untuk Biaya Kuliah

Wajahnya yang letih kembali sumringah ketika Cipa, sang ibu, berjalan dengan tertatih sambil memegangi pinggangnya menyambut kepulangan Rosani.

“Ibu habis operasi tulang belakang, sekarang belum sembuh benar,” ujar Rosani, Minggu (23/07/2018).

Setelah membersihkan diri, Rosani ditemani ibu serta kakak perempuannya Ratih Purwasih menemui Kompas.com yang berkunjung ke rumahnya.

Rosani mengaku sudah 6 bulan terakhir tidak lagi menjalani kemoterapi. Padahal, setiap 3 bulan sekali seharusnya dia menjalani kemoterapi untuk mengobati kanker tulang dan kanker kelenjar getah bening yang dideritanya.

Sebelumnya, Rosani juga menderita tumor ganas yang menggerogoti ovariumnya. Namun saat ini tumor ganas tersebut telah diangkat oleh dokter.

Sesuai rencana dokter, Rosani seharusnya masih menjalani 6 kali kemoterapi dari 15 kali jadwal kemoterapi.

Berhenti Kemo

Absennya remaja yang bercita-cita jadi polwan tersebut dari pengobatan kemoterapi karena biaya. Keluarganya sudah tak mampu lagi membiayai keberangkatannya ke Jakarta untuk melakukan kemo.

Meski pengobatannya di Jakarta ditanggung BPJS, namun biaya perjalanan serta biaya makan dan penginapan harus ditanggung sendiri.

Sejumlah donator yang dulu membantu pengobatan Rosani saat ini sudah menghentikan bantuannya.

“Kalau sekali jalan itu bisa Rp 15 juta habisnya, karena bisa 3 minggu sekali pengobatan,” ujar Ratih Purwasih, kakak Rosani.

Ratih menambahkan, untuk biaya hidup sehari-hari saja, mereka mulai kesulitan. Gaji suaminya sebagai tenaga keamanan di salah satu kantor swasta di Tarakan hanya cukup untuk makan sekeluarga dan kebutuhan kedua anak mereka.

Untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup, Ratih berjualan cilok keliling. Bahkan untuk menghemat pengeluaran, mereka mencari kontrakan lebih murah di pinggir kota.

Beban hidup Ratih bertambah dengan adanya bayi berusia satu tahun. Bayi tersebut diadopsi oleh Rosani.

Dia mengaku, bayi yang diadopsinya berasal dari perempuan yang hamil di luar nikah dan akan membuang bayi tersebut.

Meski sel kanker bersarang di tubuhnya, semangat Rosani untuk mengenyam pendidikan tinggi tidak pernah pupus.

Rosani berniat melanjutkan kuliah setelah berhasil menyelesaikan ujian paket C.

Dia terpaksa mengikuti ujian paket C karena untuk mengikuti ujian nasional di sekolahnya harus mengulang kelas 3.

Saat naik kelas 3, ia nyaris tidak pernah mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolahnya karena disibukkan dengan pengobatan kemoterapi di Jakarta.

Untuk memenuhi keinginannya kuliah, Rosani sudah mendatangi sejumlah perguruan tinggi di Kota Tarakan. Sayangnya, keinginannya belajar ilmu hukum di perguruan tinggi terpaksa ditunda karena tidak ada peluang baginya mendapatkan beasiswa.

"Susah kalau ijazah kita paket C. Rencana kuliah di universitas terbuka juga gagal karena biayanya mahal,” ucapnya.

Meski demikian, Rosani tak patah arang mengejar keinginannya untuk kuliah tahun depan.

Sejumlah pekerjaan dia geluti seperti bekerja sebagai penjaga toko, berjualan cilok keliling, hingga membuat kue kering yang dititipkan ke tetangga sampai bekerja sebagai kasir di perusahaan jual beli hasil perikanan.

Sayangnya ia belum bisa mengumpulkan uang. “Uangnya habis buat kebutuhan susu si kecil (anak adopsinya),” tuturnya.

Sulitnya mencari biaya pengobatan, membuat Rosani memilih melupakan upaya pengobatan kanker yang dideritanya selama ini.

Dia lebih memilih memikirkan bagaimana melanjutkan hidup dan bekerja agar bisa meraih keinginannya kuliah tahun depan.

Apalagi biasanya pasca menjalani kemo, dia tidak bisa makan, pusing, dan mual.

“Kalau soal kanker saya pasrah, tapi saya harus bekerja agar bisa kuliah tahun depan dan membelikan susu si kecil,” ungkapnya.

Baginya, cita-cita kuliah tahun depan merupakan obat mujarab untuk melawan dua kanker yang masih terus menggerogoti tubuhnya.

Dia mengaku akan tetap bersemangat menjalani hidup dan akan tetap melawan kanker dengan caranya sendiri.

“Saya berusaha hidup agar bisa berguna buat orang lain. Meski saya sakit, saya akan berusaha untuk terus hidup demi si kecil,” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/07/23/11042891/kisah-rosani-penderita-kanker-yang-jualan-pentol-untuk-biaya-kuliah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke