Salin Artikel

Dolanan Anak hingga Nasionalisme, Topik Mural di Kampung Ini

Mainan tradisional anak seperti egrang, dakon, hingga bethengan itu tergambar apik dengan hasil goresan kuas yang bikin gemes. Aneka gambar mainan tradisional itu tersaji pada beberapa ruas tembok sepanjang lorong gang.

Melihatnya, akan membawa terbang ingatan ke masa lalu di mana mainan-mainan itu masih kerap dimainkan dengan serunya. Ini sekaligus pengingat bagi generasi masa kini bahwa dolanan itu merupakan kekayaan budaya yang sarat makna.

QqGambar dolanan anak itu hanya sekelumit dari mural lainnya yang ada di kawasan itu. Sebab, semakin dalam masuk menyusuri gang yang ada di tengah Kota Kediri itu, akan menemukan aneka gambar mural lainnya.

Gambar-gambar itu seperti sosok Dewi Sri, Saraswati, Jatayu, Gajahmada maupun tokoh pewayangan lainnya hingga Desa Majapahit akan nampak dengan indahnya menyatu pada dinding.

Selain itu juga juga bisa ditemui sosok duet Proklamator maupun petikan-petikan kalimat bijak dari WS Rendra, Kahlil Gibran, hingga Aristoteles. Sentuhan-sentuhan surealis dan seni kontemporer juga menghiasi.

Gambar-gambar itu menghasilkan pemandangan yang menarik sehingga mampu menyedot perhatian orang. Alhasil kerap ada pengunjung yang datang menikmatinya dan tak lupa berswafoto.

"Gambarnya lucu-lucu dan penuh nilai dan pesan-pesan yang dikandungnya," ujar Isbah, salah seorang pengunjung, Minggu (27/5/2018).

Rupanya kawasan gang tersebut memang sedang berbenah menjadi kawasan artistik dengan mural sebagai mediumnya. Ini adalah upaya lanjutan dan penegasan setelah sebelumnya kawasan itu juga ada mural namun belum begitu masif.

Kali ini mural-mural itu diperbaharui dan dibuat masif. Diperbanyak pula tema-tema yang diusung untuk menegaskannya sebagai kawasan atau Kampung Mural di Kediri.

Dodot F Widodo Putra, salah satu penggagasnya mengungkapkan, setidaknya mural-mural itu mengusung tentang semangat kebudayaan, soal kepahlawanan, relijiusitas, serta nasionalisme dengan ikatan kesatuan dan persatuan.

"Tak lupa juga menyisipkan aksara Jawa agar kita terutama generasi saat ini tetap mengingat asal usulnya," ujar pemuda dari Kediri Mural Movement ini.

Hingga saat ini restoraasi pengerjaan kampung mural itu masih terus berjalan. Untuk menyelesaikan semua itu, menurutnya butuh waktu sekitar 3 minggu.

Pengerjaannya melibatkan beragam komunitas art street yang ada di Kediri maupun warga Bendon sendiri yang turut berpartisipasi dalam gerakan itu.

Selama pengerjaannya, kata Dodot, juga senantiasa menghormati hak dan ruang bagi pejalan kaki atau aktifitas warga. Oleh sebab itu pengerjaannya sengaja dilakukan pada malam hari.

"Pengerjaan jam 11 malam sampai subuh agar tidak ganggu aktivitas warga," ujarnya.

Wilayah Bendon saat ini sudah hampir penuh dengan gambar mural. Capaian ini tentu membawa cerita tersendiri terutama pada awal-awal memulai gerakan itu.

Dodot menceritakan, gerakan ini telah dimulai pada tahun 2016 silam. Berawal dari keisengannya menggambari rumahnya sendiri di wilayah Bendon itu dengan mural batik.

Ia dan salah seorang rekannya Sis Kecik kemudian mencoba untuk mengembangkan luasan mural itu. Namun saat itu belum banyak diterima karena warga masih belum sepenuhnya memahami antara mural dan coretan vandalisme.

Dia bersyukur ada Mbah Man salah satu warga yang berkenan temboknya digambar mural. Kala itu Dodot dan Sis Kecik memutuskan menggambari tembok Mbah Man dengan mural dolanan anak.

"Sebab di rumah Mbah Man itu pusat anak-anak sini bermain," ungkap Dodot.

Hasil mural itu cukup bagus dan mampu memberi warna tersendiri bagi lingkungan. Dari situ kemudian semakin banyak warga lainnya yang terbuka hatinya dengan mengikhlaskan temboknya di mural.

"Ada juga rumah seorang pensiunan tentara kami gambari Garuda. Juga supaya jadi pengingat pentingnya nasionalisme bagi kita semua," kata Dodot.

Selama menjalankan misinya itu, Dodot menambahkan, sudah menghabiskan berkaleng-kaleng cat. Ini tentu membutuhkan banyak biaya. Namun dia dan rekannya mempunyai cara tersendiri menutupnya.

Yaitu dengan cara menyisihkan hasil kerja profesionalnya sebagai perupa untuk membeli cat. Dia memang selalu mencoba secara swadaya mencukupinya dan tidak pernah membebani warga.

Ada juga sumbangan dari pihak lain. Namun itu sifatnya tidak mengikat dan diupayakan tidak berupa uang tunai. Jika ada yang ingin menyumbang, ia kerap memintanya dalam bentuk cat atau perlengkapannya.

Itu menurutnya untuk mempermudah pertanggungjawabannya dan yang paling penting untuk menghindari fitnah. 

https://regional.kompas.com/read/2018/05/28/19295151/dolanan-anak-hingga-nasionalisme-topik-mural-di-kampung-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke