Salin Artikel

Kisah Relawan Mangrove di Bengkulu Menjaga Pulau Tikus dari Tenggelam

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2017 lalu menyebutkan sekitar 2.000 pulau di Indonesia menghadapi ancaman tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut serta abrasi pantai. 

Tidak terkecuali sejumlah pulau di Bengkulu. Sejumlah pulau sudah hilang dan lainnya mengalami masa kritis. Sebut saja pulau Bangkai dan Satu, yang kini tinggal cerita. Sementara pulau Tikus dan Enggano. 

Hilangnya pulau tidak saja merugikan nelayan dan negara secara ekonomi, tetapi dampak yang lebih jauh yakni mengurangi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan memperkecil wilayah NKRI.

Tidak ingin abrasi dan kenaikan permukaan air laut menghilangkan lebih banyak pulau di Bengkulu, salah satu komunitas mangrove pun tergerak untuk melakukan aksi nyata. 

Koordinator Komunitas Mangrove Bengkulu (KMB), Riki Rahmansyah dan beberapa rekan pemuda lainnya melakukan penanaman dan pembibitan mangrove di Pulau Tikus dan Pulau Enggano sejak setahun silam. Mangrove sendiri merupakan salah satu tanaman yang mampu menahan abrasi air laut di pantai. 

"Penanaman ini dilakukan dengan teknik REM (Riley Encased Methodology) atau istilah lainnya penanaman dengan sistem bungkus," kata Riki kepada Kompas.com. 

Secara teknis, penanaman teknik ini tidak dibarengi dengan pembibitan. Jadi, penanaman dilakukan dimana buah atau propagul bakau kerdil (Rhizophora Stylosa) ditanam langsung pada substrat yang sudah terpasang pipa PVC sebagai media pembungkusnya.

Teknik REM ini dipakai karena lokasi penanaman bersubstrat karang dan berarus deras serta bergelombang tinggi.

Teknik ini sendiri diadopsi langsung dari kegiatan Mangrove.org di Aruba, Spoil Island Florida. Penanaman mangrove di Pulau Tikus menjadi semi penelitian Komunitas Mangrove Bengkulu, karena sebelumnya tidak ada sejarah tanaman mangrove di pulau tersebut.

"Sebelum melakukan kegiatan ini kami sudah mengumpulkan referensi-referensi tentang mangrove yang dapat hidup pada substrat karang pasir dengan salinitas yang tinggi, salah satu menjadi referensi yaitu ekosistem mangrove di Pulau Enggano yang hidup pada substrat karang berpasir," tambahnya.

Riki dan komunitasnya berharap ke depan mangrove-mangrove yang mereka tanam dapat mejadi sabuk hijau untuk Pulau Tikus dan mencegah abrasi. 

Seperti diketahui Pulau Tikus awalnya memiliki daratan seluas 2 hektar namun karena abrasi luas pulau tersisa sekitar 0,66 hektar. Padahal, pulau ini saat ini sedang menjadi salah satu destinasi wisata yang sedang populer. 

Riki dan komunitasnya sudah menanam sekitar 1.500 propagul bakau kerdil yang diambil dari Pulau Enggano. Sebanyak 1.500 propagul ini sendiri ditanam secara bertahap dimana sebagian propagul ditanam pada saat monitoring dengan cara penyulaman baby mangrove yang mati.

Untuk melihat perkembangan penanaman ini, dilakukan monitoring per 3 bulan. Kegiatan Riki dan komunitasnya ini mendapat dukungan dari Dompet Dhuafa dan Australia Global Alumni.

Ia berharap tak hanya dua lembaga itu saja yang peduli dengan keberlangsungan pulau Tikus, namun ia juga berharap pemerintah dapat peduli terhadap daerah rawan ancaman abrasi yang dapat merugikan kehidupan masyarakat.

"Kami bekerja semampunya, selebihnya peran pemerintah diminta untuk lebih serius," pungkas Riki.

https://regional.kompas.com/read/2018/05/02/11434231/kisah-relawan-mangrove-di-bengkulu-menjaga-pulau-tikus-dari-tenggelam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke