Salin Artikel

Saksi Jelaskan Kronologi Penipuan Hotel BCC, Terdakwa Tjipta Membantah

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi kedua ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejagung dan Kejari Batam hanya bisa menghadirkan satu saksi saja, yakni Ernita Coanti, istri Coanti Chandra.

Dalam saksinya, Ernita mengatakan, kasus ini berawal ketika salah seorang saudara mereka menghubungi dan meminta nomor telepon Coanti Chandra, yang merupakan suaminya. Dari sanalah, terdakwa Tjipta menghubungi Coanti dan menanyakan kegiatan atau bisnis apa yang dilakukan. Waktu itu, Coanti mengatakan bahwa ia tengah membangun hotel.

"Saat itulah terdakwa mengundang kami untuk main ke Medan, ke rumah terdakwa. Di sana kami ngobrol soal bisnis di Batam. Terdakwa mengaku dia minat untuk investasi hotel yang dipegang suami saya sebesar Rp 100 miliar. Dia juga bilang kalau dia itu bos minyak untuk Pertamina di Medan, makanya kami menyetujuinya," ungkap Ernita dalam persidangan.

Setelah panjang lebar berbincang, terdakwa menyanggupi memberikan pinjaman Rp 20 miliar, meski Coanti mengaku uang yang dibutuhkan sebesar Rp 50 miliar.

"Waktu itu suami saya sempat menawarkan untuk membuat surat perjanjian pinjam uang, namun terdakwa mengatakan tidak usah dan mengatakan dirinya hanya ingin membantu. Karena dia bilang seperti itu, makanya tidak dibuatkan surat atas peminjaman uang itu," jelas Ernita.

Ernita juga mengatakan, pemberian uang pinjaman ini dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya terdakwa memberikan pinjaman dengan total Rp 29 miliar lebih. Uang tersebut dipergunakan untuk membayar pembelian saham oleh Coanti kepada pemegang saham awal, yakni Hasan, Wimeng dan Suwistri melalui Wimeng.

"Bahkan uang tersebut juga dipergunakan untuk membayar cicilan pinjaman dan bunga bank," ujar Ernita.

Selanjutnya, terdakwa mengaku ingin membeli saham secara langsung dari Wimeng, Hasan dan Suwistri. Akhirnya muncul akta nomor 2, 3 dan 4 tentang pengalihan saham ketiganya kepada Tjipta.

"Namun faktanya pengalihan saham tersebut tidak disertai dengan pembayaran oleh terdakwa sepeser pun. Namun pembangunan hotel terus berlangsung, dan suami saya terus mengeluarkan uang pribadinya untuk mendanai pembangunan hingga selesai di tahun 2012," jelasnya.

Setelah selasai, Lanjut Ernita, Coanti berniat untuk menjual saham miliknya kepada terdakwa hingga akhirnya dibuatlah akta nomor 53 dan 54 tentang pengalihan saham Coanti kepada terdakwa. Namun pengalihan saham tersebut juga tidak disertai dengan pembayaran.

"Lagi-lagi terdakwa kembali lakukan penipuan, saya dan suami saya sempat diundang terdakwa ke BCC Hotel. Dan di sana terdakwa meminta suami saya membaca Pasal 1 surat jual beli dan disuruhnya baca berulang kali," kata Ernita.

Pada pasal 1 itu, kata Ernita, tertulis bahwa terdakwa telah membayar semua pengalihan atas saham.

"Namun kenyataannya, sampai saat ini sepeser pun terdakwa tidak penah melakukan pembayaran sama sekali, yang ada kami malah diusir terdakwa dari hotel kami sendiri seperti binatang," katanya.

Saat itulah terdakwa menguasai hotel dan apartemen BCC secara keseluruhan. Selain itu, terdakwa juga pernah mengeluarkan akta nomor 99 yang berisi tentang perubahan susunan direksi PT Bangun Megah Semesta (BMS) yang mana dalam akta tersebut dinyatakan bahwa Coanti hadir dalam rapat perubahan susunan direksi.

"Padahal suami saya tidak pernah hadir dalam dalam rapat itu. Tidak salah bukan kalau kami menyebutkan terdakwa telah melakukan pemalsuan akta otentik. Dan semua akta-akta itu berisi pernyataan yang tidak benar," terang Ernita.

Ernita juga menambahkan, perbuatan terdakwa telah membuat keluarganya mengalami kerugian sebesar Rp 200 miliar karena telah menguasai seluruh hotel beserta aset dan juga manajemen hotel.

Usai mendengarkan keterangan saksi Ernita, Sidang yang dipimpin oleh hakim Tumpak Sagala dan didampingi anggota Taufik Abdul Halim serta Yona Lamerossa Ketaren, langsung bertanya kepada terdakwa tentang kebenaran semua keterangan saksi itu. Terdakwa pun membantahnya.

Mendengar jawaban itu, hakim langsung menunda persidangan hingga tanggal 30 April 2018, pekan depan dengan agenda lanjutan mendengarkan keterangan saksi.

"Berhubung keterbatasan waktu, sidang akhirnya kami tunda hingga tanggal 30 April 2018, pekan depan dengan agenda keteranga saksi lainnya," kata Tumpak.

Tak objektif

Penesihat hukum terdakwa, Hendie Devitra yang didampingi Sabri Hamri ditemui seusai sidang mengatakan, banyak keterangan yang disampaikan saksi berdasarkan informasi dari saksi Coanti Chandra. Artinya, kata Hendie, keterangan saksi tidak objektif.

"Secara hukum Hernita Coanti yang mengaku mempunyai hubungan sepupu dengan istri terdakwa dapat mengundurkan diri sebagai saksi, dari keadaan ini saja sudah dapat diperkirakan keterangan saksi tidak akan objektif karena pasti akan mengikuti keterangan suaminya, Coanti Chandra. Apa yang diterangkan saksi selama persidangan hampir semuanya menurut keterangan suaminya, Coanti," kata Hendie.

"Jadi keterangan saksi adalah testimonium de auditu, yaitu mendengar dari orang lain (suaminya) dan ketika dicecar oleh penasihat hukum mengenai pengetahuannya saksi, banyak mengatakan tidak tahu, termasuk ketika ditanya mengapa Coanti membiarkan penjualan saham dari pemegang saham lama langsung kepada terdakwa, kalau memang Coanti sebagai pemilik 100 persen saham," jelas Hendie.

Hendie menjelaskan, yang menarik lagi adalah ketika saksi mengatakan suaminya pemilik 100 persen saham hotel dan apartemen BCC. Namun saksi tidak dapat menjelaskan dari mana kepemilikan sahamnya, melainkan hanya 27,5 persen saja. Sedangkan yang lain merupakan saham milik Wiemeng, Hasan, Sutriswi dan Andreas Sie.

Hendie menambahkan saksi juga mengakui bahwa terdakwa membeli saham langsung milik Wiemeng, Hasan dan Sutriswi dari uang yang diterima dari terdakwa. Saksi juga mengakui perbuatan pengalihan saham dari Wiemeng, Hasan dan Sutriswi menurut akta nomor 3, 4, dan 5 itu kepada terdakwa atas persetujuan suaminya.

"Keterangan saksi yang mengatakan pembayaran dari terdakwa sebesar Rp 29,5 miliar kepada pemegang saham untuk pembelian saham bertentangan dengan keterangan saksi yang mengatakan itu sebagai uang pinjaman saksi Coanti, dan kenyataannya saksi mengatakan sampai saat ini tidak pernah membayar atau mengangsur uang pinjaman itu, demikian sebaliknya terdakwa juga tidak pernah menagih kalau itu memang uang pinjaman," jelas Hendie.

https://regional.kompas.com/read/2018/04/23/23225141/saksi-jelaskan-kronologi-penipuan-hotel-bcc-terdakwa-tjipta-membantah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke