Salin Artikel

Bahagianya Siswa Tunanetra Belajar Selamatkan Diri Ketika Gempa Datang

Sirine kembali menyalak dari mobil ambulans berwarna biru yang berkeliling di area asrama. Asep, salah seorang staf PSBN Wyataguna, berteriak lantang.

"Keluar, semua keluar ada gempa, ada gempa," ucap Asep berteriak sambil berlari.

Pekikan Asep membuat seratusan siswa tunanetra berlari sambil berpegangan tangan menuju lapangan. Kepanikan harus mereka redam sembari meningkatkan sensitivitas meraba langkah.

Setelah berada di lapangan, para siswa bernafas lega. Tawa pun pecah seiring meredanya bunyi sirine.

Begitulah skenario pengenalan bencana yang diajarkan para guru PSBN Wyataguna kepada siswanya.

"Tarik nafas dulu, ini gempanya sudah mulai mereda. Suasana kalau terjadi bencana seperti itu, bahkan bisa lebih dahsyat, lebih panik daripada itu. Namun kalau sudah diberi pelajaran bagaimana menangani bencana nanti kalian terbiasa tenang, sekarang jangan merasa dikerjain karena ini pelajaran," ujar Wagiem, Koordinator Pekerja Sosial Wyataguna, saat memberi arahan kepada siswa.

"Seperti itulah situasi ketika menghadapi bencana. Kita tidak tahu persis kapan bencana terjadi. Kunci utama jangan panik karena di situ ada beberapa orang yang akan membantu Anda. Kalau berjalan, hati-hati. Waspada jika ada benda jatuh. Itulah harus diasah kepekaan kita," tuturnya.

Widi (23), salah seorang siswa, mengaku, materi pengenalan bencana sangat penting bagi dirinya sebagai penyandang disabilitas.

"Komentarnya mengesankan, seperti ada musibah beneran. Tadi di asrama putri ada yang tak sempat pakai kerudung, ada yang hampir jatuh dari mobil," ungkapnya.

Jay (25), siswa lainnya, berpendapat, materi pengenalan bencana gempa sangat penting diketahui oleh para siswa tunanetra.

"Menurut saya acara ini sangat penting dan sering dilakukan karena negara kita berada di ring of fire. Karena itu simulasi ini harus sering dilakukan," tambah Jay.

Pengenalan Bencana Bukan Untuk Orang Awas

Kepala PSBN Wyataguna Cecep Sutriaman mengatakan, pengenalan bencana gempa merupakan bagian dari masa orientasi siswa baru di PSBN Wyataguna.

Menurut dia, pengenalan sikap waspada terhadap bencana gempa merupakan hak setiap warga, termasuk penyandang tunanetra.

"Hak setiap manusia itu mengetahui setiap bencana, apalagi di Bandung bukan berarti orang disabilitas itu aman dari bencana. Dan ini agak sedikit terlupakan, jadi selama ini, pengenalan bencana hanya diprioritaskan pada orang yang awas, orang normal," paparnya.

Asep mencontohkan, saat gempa terjadi pada awal pekan lalu, para siswanya tampak panik. Berdasarkan pengalaman itu, dia pun berinisiatif menggelar kegiatan tersebut.

"Untuk sekarang, kami bikin seakan-akan Bandung sedang ada gempa bumi. Kami beri pelatihan kepada anak-anak bagaimana kalau seandainya ada gempa harus lari ke mana dia, pengamanan bagaimana, ini yang terpenting. Jadi mudah-mudahan dengan latihan seperti ini anak-anak ini akan bisa terselamatkan," katanya.

Dia menjelaskan, bunyi atau suara peringatan menjadi panduan utama bagi para tunanetra untuk menghindari bahaya.

"Karena kaum disabilitas itu khususnya tunanetra dia tidak tahu di mana titik aman. Inilah paling penting sehingga panduan-panduan warning yang hanya diberikan untuk orang awas, bisa juga diberikan kepada kaum disabilitas yang memang tidak memiliki penglihatan. Dia tidak tahu harus ke mana, tapi kalau kita berikan sinyal-sinyal tertentu kepada kawan disabilitas insya Allah dia akan terselamatkan dari bencana," ungkapnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/01/26/14173071/bahagianya-siswa-tunanetra-belajar-selamatkan-diri-ketika-gempa-datang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke