Salin Artikel

Kisah Kakek Samidan Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot Tak Layak Huni

Walau kondisi paha sebelah kanannya tak sempurna, ia tetap berusaha keras untuk mendapatkan biaya hidup sehari-hari. Ia  bekerja mengkukur kelapa warga lain.

“Paha saya sebelah kanan cedera sudah lama. Dulu tidak ada biaya untuk berobat, sampai sekarang seperti ini. Sehari-hari saya bekerja mengkukur kelapa milik orang lain untuk biaya makan,” kata Samidan kepada wartawan, Kamis (14/12/17).

Samidan mengaku, upah mengkukur kepala milik orang lain secara manual rata-rata Rp 5.000-Rp 10.000 per hari.

“Sekarang saya tidak sanggup kerja lain karena kondisi sudah tua. Paling mengkukur kelapa orang lain, satu hari dapat Rp 5.000, karena satu hari paling 30 kelapa sanggup saya kukur,” katanya.

Rumah gubuk berukuran 2x3 meter itu terbuat dari dinding daun kelapa dan atap rumbia. Kondisi sebagian atap dan dinding telah lama rusak dan terbuka. Akibatnya saat musim hujan, Kakek Samidan terpaksa tidur dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan.

“Kalau hujan basah, karena atap dan dinding sudah banyak bocor, mau saya perbaiki tidak ada biaya. Saya berharap ada bantuan untuk memperbaiki rumah, karena kalau hujan basah,” harapnya.

kakek Samidan bercerita, beberapa tahun lalu didatangi orang yang dikiranya dari pemerintah. Orang itu meminta uang Rp 500.000 untuk pengurusan rumah bantuan untuknya. Namun setelah uang diberikan rumahnya tak kunjung diperbaiki.

“Dulu ada datang orang diminta uang Rp 500.000 untuk biaya pengurusan rumah. Tapi sampai sekarang tidak kembali, malah KTP saya yang asli tidak dikembalikan lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Badrudin (55) kepala dusun di Desa Alue Buya Gampong, Kecamatan Jangka, mengaku prihatin dengan kondisi Kakek Samida.

Badrudin mengatakan, beberapa waktu lalu ia mengajukan permohonan bantuan rumah kepada Pemerintah setempat. Namun hingga kini, Kakek Samidan tak kunjung mendapatkan bantuan rumah yang layak.

Kakek Samidan, sambung Badrudin, tinggal seorang diri karena tidak menikah. Sebelumnya, dia tinggal bersama ibunya yang telah lama meninggal.

"Dari dulu memang tidak ada perhatian dari pemerintah. Harapan saya ada pihak yang mau membantu membangun rumah Kakek Samidan, karena dari desa pernah diusulkan tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan,” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/12/14/16361231/kisah-kakek-samidan-hidup-sebatang-kara-di-gubuk-reyot-tak-layak-huni

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke