Salin Artikel

Mengenal 3 Sosok Tentara Jepang yang Membantu Indonesia Usir Belanda

Ternyata Taman Makam Pahlawan Garut menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi tiga tentara Jepang yang satu di antaranya berdarah Korea.

Ketiganya dimakamkan di tempat itu karena ikut berjuang bersama rakyat Indonesia menghalau tentara Belanda pada agresi militer Belanda kedua tahun 1948.

Ketiganya adalah Yang Chil Seong yang masih berdarah Korea yang dalam nama Jepang disebut Tanagawa, Aoki, serta Hasegawa.

Iman Sukirman, penjaga Taman Makam Pahlawan Tenjolaya mengungkapkan, Yang Chil Seong, merupakan seorang prajurit yang ahli dalam membuat bom. Sementara, Aoki dan Hasegawa merupakan ahli strategi perang.

Ketiganya, selain bergabung berjuang bersama rakyat Indonesia, juga menyatakan masuk Agama Islam dan mengganti nama mereka.

Tanagawa menjadi Komarudin, sementara Aoki menjadi Abu Bakar, dan Hasegawa menjadi Usman yang diambil dari nama sahabat Nabi Muhammad SAW.

Iman menceritakan, ketiga tentara Jepang tersebut, bergabung dengan pasukan yang diberi nama Pasukan Pangeran Papak yang bermarkas di Kecamatan Wanaraja.

Bahkan, Tanagawa sempat menikahi gadis Wanaraja. Bersama pasukan Pangeran Papak, ketiganya berhasil menghalau tentara Belanda masuk ke Garut saat agresi militer Belanda yang kedua.

"Sebelumnya dimakamkan di Pasir Pogor, sejak tahun 1982, ketiganya dipindahkan ke TMP Tenjolaya,"jelas Iman saat ditemui Kamis (9/11/2017) di Taman Makam Pahlawan Tenjolaya.

Menurut Iman, dari sejarah yang diketahuinya, tiga tentara tersebut, memegang peranan kunci dalam menghalau Belanda masuk ke Garut.

Tanagawa, dengan keahliannya membuat bom, berhasil menghancurkan jembatan PTG yang saat ini dikenal dengan jembatan Kerkhof yang ada di jalan Perintis Kemerdekaan.

Strategi menghancurkan jembatan sendiri, merupakan strategi dari Aoki dan Hasegawa yang dilaksanakan oleh Tanagawa.

"Mereka bersembunyi di Gunung Dora, bisa tertangkap setelah ada orang yang membocorkan keberadaan mereka," jelasnya.

Setelah ditangkap, ketiganya lantas dieksekusi mati oleh tentara Belanda di lapangan Kerkhof yang saat ini jadi Sarana Olahraga (SOR) Merdeka, Kerkhof. Sementara, dua tentara lainnya yang dari Indonesia, dibawa ke Bandung oleh tentara Belanda.

"Komarudin, saat dieksekusi mati, usianya sekitar 30 tahun. Saat dieksekusi, mereka menggunakan baju kemeja putih dengan sarung merah, eksekusinya di hadapan masyarakat," katanya.

Saat ini, menurut Iman, hampir tiap tahun keluarga Komarudin dari Korea datang ke taman makam pahlawan Tenjolaya untuk berziarah.

Terakhir bulan Juli lalu, ada rombongan pelajar dari Korea yang berziarah. Selain itu, stasiun televisi Korea pun sempat melakukan liputan dan datang ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya.

Kisah Komarudin alias Tanagawa alias Yang Chil Seong pun, telah dibukukan seorang profesor dari Jepang. Peofesor tersebut melakukan riset sejak 2003 hingga 2012 setelah sebelumnya pada tahun 2003 perwakilan dari Korea dan Jepang berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya.

Batu nisan di makam Komarudin pun, saat ini telah diganti menggunakan marmer oleh pemerintah Korea Selatan. 

Kepala Staf Kodim 0611 Garut, Mayor Infanteri Aat Supriatna membenarkan tiga makam berjajar di taman makam pahlawan Tenjolaya adalah tiga orang prajurit Jepang yang akhirnya membantu berjuang melawan Belanda hingga tewas.

"Jika sosok Yang Chil Seong saja bisa sangat mencintai Indonesia hingga berani berjuang, kenapa kita sebagai orang Indonesia tidak mencintai tanah kelahiran sendiri," katanya saat ditemui Kamis (9/11/2017) di Taman Makam Pahlawan Tenjolaya Garut. 

https://regional.kompas.com/read/2017/11/10/06570011/mengenal-3-sosok-tentara-jepang-yang-membantu-indonesia-usir-belanda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke