Salin Artikel

Batik Tanah Liek, Batik Kuno Minangkabau yang "Bangun" dari Mati Suri

Di Sumatera Barat, misalnya. Batik bahkan menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat. Namanya Batik Tanah Liek.

Namanya memang jarang dikenal karena tergerus oleh penggunaan songket dan sulaman dari Sumatera Barat. Batik ini sempat hilang dari peredaran, tidak diproduksi lagi oleh masyarakat sejak Islam masuk ke Minangkabau.

Namun belakangan, batik tanah liek mulai dikenal lagi seiring dengan banyaknya gerai-gerai batik yang menjual batik kuno khas Sumatera Barat ini.

Ahli sejarah dari Universitas Andalas Prof Gusti Asnan menuturkan, hadirnya batik di Sumatera Barat dipengaruhi oleh orang Jawa yang datang dalam jumlah besar ke wilayah Minangkabau sebelum Islam masuk.

Menurut dia, masuknya seni membatik ini sejalan dengan Ekspedisi Pamalayu dari Kerajaan Singosari dari Tanah Jawa. Ekspedisi ini juga berhasil membawa Putri Minangkabau ke Tanah Jawa yang melahirkan Raja Aditiawarman, salah satu raja di Pagaruyuang. Pagaruyuang dikenal sebagai pusat pemerintahan di Minangkabau. 

Kembali ke Ekspedisi Malayu, utusan Kerajaan Singosari ini masuk ke Sumatera melalui aliran Sungai Batang Hari Jambi. Yang jika ditelusuri aliran sungai ini menembus wilayah Kabupaten Dharmasraya saat ini. Pasukan ini juga sempat mendirikan kerajaan di Dharmasraya dan dianggap salah satu kerajaan terbesar yang menguasai Pulau Sumatera waktu itu.

"Saat ini Bumi Lansek Manih (sebutan Dharmasraya) dikenal sebagai sentral penghasil batik tanah liek yang produktif di samping Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan," tutur Gusti.

Namun, lanjut Gusti, kejayaan batik ini tidak berlangsung lama karena kuatnya pengaruh Islam di Tanah Minangkabau. Ini diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-18.  Masuknya Islam juga turut mempengaruhi corak pakaian masyarakat yang saat itu hanya didominasi pakaian bewarna putih dan hitam.

"Pada waktu itu pakaian bercorak yang lahir dari seni tradisi kreatif dianggap tak lazim. Akibatnya batik tanah liek tidak lagi dikenal hingga berpuluh tahun kemudian," ujarnya.

"Bangun" kembali

Belakangan, batik tanah liek kembali bangun dari mati suri, diperkirakan sejak awal reformasi. Saat itu, ide-ide kreatif dan inovatif bermunculan. Tak hanya itu, keinginan pemerintah daerah untuk memiliki produk khas daerah masing-masing juga turut membangkitkan semangat tradisi di daerah masing-masing.

"Saya lihat Pemerintah Kabupaten Dharmasraya cukup getol memberikan dukungan terhadap batik tanah liek ini," tutur Gusti.

Pada tahun 2000, pemilik merek Citra Batik ini mencoba menghidupkan kembali semangat pembuatan batik tanah liek ini di tengah masyarakat melalui kegiatan pelatihan.

"Saat Dharmasraya memekarkan diri tahun 2003 lalu, saya membawa batik tanah liek ke Bumi Lansek Manih ini," ucapnya.

Tak hanya menghidupkan kembali produksi batik, dia juga menambahkan satu motif batik yang dikenal dengan motif bunga sawit.

"Hal ini dilatarbelakangi dengan alam Dharmasraya yang dipenuhi kebun sawit," ujarnya.

Kini motif tersebut laku di pasaran dan menjadi ciri khas batik tanah liek Dharmasraya. Bambang tetap memproduksi motif tradisional lain sesuai pesanan, termasuk menerima masukan masyarakat untuk pewarnaan.

"Ada yang menawarkan pada saya lilin madu lebah. Tapi belum saya lihat. Kami cenderung menggunakan pewarna alami, di samping tanah liat yang menjadi ciri khas," ucapnya.

Bangunnya kembali batik kuno ini juga menaikkan harga jual. Kain batik yang dijual Bambang berkisar dari Rp 200.000 hingga Rp 1,5 juta.

Karena peluang bisnis yang menjanjikan. Batik tanah liek juga sudah memasuki rumah-rumah mode di Kota Padang.

Belajar hingga Yogyakarta

Perjalanan Wirda menemukan batik tanah liek ini juga tidak mudah. Awal ketertarikannya terhadap batik ini saat melihat upacara adat di kampung halamannya di Sumanik, Kabupaten Tanah Datar.

Dia melihat batik yang dikenakan para pemuka adat, datuak dan bundo kanduang tersebut sudah lapuk dan robek di sana-sini.

Kain serupa kain lapuk ini pun sudah tidak diproduksi sejak lama. Dengan niat memproduksi kembali batik kuno ini, dia belajar membatik hingga ke Yogyakarta.

Usai belajar membatik, kali ini dia harus berusaha keras mencari perpaduan warna yang mirip dengan warna batik tanah liek yang pernah dilihatnya sebelumnya.

Meskipun berhasil membuat perpaduan warna dengan bahan kimia, dia belum puas. Batik yang dihasilkan tidak sama dengan aslinya.

Akhirnya dia kembali ke Kampung Sumanik dan menelusuri proses pembuatannya. Saat itu, baru tahulah dia bahwa pewarnaan batik tanah liek menggunakan getah tumbuh-tumbuhan dan tanah liat.

"Kini namanya sudah dipatenkan menjadi batik tanah liek. Untuk warna digunakan getah gambir, rambutan, pinang, jengkol dan lainnya," ujarnya.

Pembuatannya hampir sama dengan batik pada umumnya, tetapi kain sebelum diberi motif terlebih dahulu direndam dalam air yang sudah dicampur dengan tanah liat. Barulah dibuat motif menggunakan canting dengan model batik tulis.

Setelah motif selesai dibuat, kain lalu diwarnai. Untuk menguatkan warna tanah liek, kain bisa direndam lagi dengan air tanah liat.

Untuk motif, hingga saat ini masih tetap menggunakan motif-motif tradisional yang biasanya juga digunakan untuk ukiran Rumah Gadang, seperti motif itiak pulang patang, kaluak paku, pucuak rabuang, dan lainnya.

Motif ini diambil dari fenomena alam yang terjadi di wilayah Minangkabau dan memiliki filosofi hidup orang Minangkabau. Itiak pulang patang misalnya, diambil dari kebiasaan itik yang berbaris rapi saat akan masuk kandang.

Hal ini melambangkan hubungan mamak atau paman dan kemenakan di Minangkabau. Induk itik sebagai mamak adalah panduan bagi anak itik yang dalam hal ini kemenakan. Dalam kebudayaan Minangkabau, mamak memiliki kewajiban untuk membimbing keponakannya.


https://regional.kompas.com/read/2017/10/03/09131931/batik-tanah-liek-batik-kuno-minangkabau-yang-bangun-dari-mati-suri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke