Salin Artikel

Digusur, Warga Gugat Sultan HB X dan Bupati Bantul

Hari ini, Senin (4/9/2017), warga menggugat Bupati Bantul Suharsono, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, serta Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat ke PN Bantul.

Kepala Divisi Ekonomi Sosial dan Budaya LBH Yogyakarta Epri Wahyudi menyampaikan, dalam gugatan ini, terdapat 13 nama yang dicantumkan, dari puluhan warga yang terdampak penggusuran.

Dasar gugatan adalah pertama, Pemkab Bantul belum memiliki Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kedua adalah bupati menggusur bangunan di Gumuk Pasir Parangtritis berdasarkan surat Panitikismo padahal Panitikismo hanya lembaga di Keraton Ngayogyakarta.

Ketiga, dasar dari penggusuran itu salah satunya adalah status lahan yang diklaim Sultan Ground. Pihaknya menuntut relokasi beserta bangunan rumah yang layak, ganti rugi yang layak, dan juga lahan relokasi itu harus diatasnamakan warga.

"Kami menuntut adanya ganti rugi materiil maupun immateriil serta tempat relokasi yang layak," kata Epri, Senin (4/8/2017).

Sejak digusur pada Desember 2016, lahan relokasi yang dijanjikan Pemkab Bantul tak layak ditempati saat musim hujan. Tuntutan kerugian warga yakni sebesar Rp 700 juta.

Kerugian materi meliputi rumah, kandang dan berbagai barang milik warga, sedangkan yang imateriil adalah penghasilan warga sebagai pedagang dan peternak sekitar Rp 50.000 - Rp 100.000 per hari sudah hilang sejak 260 hari usai penggusuran.

"Lahan di gumuk pasir belum ada bukti dan belum ada aturan hukum tata ruangnya. Bupati sempat janji untuk memberi ganti rugi masyarakat, tapi realisasinya konkret tak ada," ujarnya.

Hal ini diperkuat dengan kedatangan Komnas HAM pada 29 Agustus 2017 lalu yang menyatakan Pemkab Bantul tidak serius memberikan ganti rugi kepada warga.

Ngajiono, seorang warga tergusur di Parangkusumo yang ikut menggugat, mengatakan, dirinya sudah sekitar enam tahun menempati lokasi yang digusur tahun lalu. Setelah penggusuran itu, dia mengontrak dan harus mengeluarkan biaya Rp 2 juta per tahun.

Dia mengakui, memang pemerintah sudah menyediakan lahan relokasi, tetapi lahan tersebut jauh dari kata layak sehingga sampai saat ini belum ada warga yang bersedia menempati lahan relokasi tersebut.

"Lahan relokasi kurang layak," ungkapnya.

Penggusuran sesuai aturan

Sementara itu, Bupati Bantul Suharsono mengaku siap menghadapi gugatan warga Parangkusumo Bantul. Dia mengklaim penggusuran bangunan di Gumuk Pasir sudah sesuai prosedur.

"Yang dilakukan pemeritah sudah sesuai, seperti memberikan surat peringatan sampai 3 kali bahkan kalau tidak salah sampai 6 kali. Tapi tidak diindahkan sehingga kami melakukan eksekusi, tapi masih sesuai aturan," katanya.

Menurut dia, penggusuran gumuk inti sudah sesuai aturan, dan pemkab Bantul menjalankan kewenangan provinsi, termasuk ganti rugi yang diajukan oleh masyarakat.

"Kalau dalam hati kecil saya, saya tidak tega misalnya. Tapi karena tugas bagaimanapun harus kita lakukan, tapi ya sesuai prosedur," ujarnya.

Politisi Gerindra ini mengaku siap mengantarkan warganya untuk menggugat propinsi, jika merasa dirugikan.

"Semuanya wewenangnya provinsi. Silakan kalau menggugat ke provinsi saya antar. Karena itu wewenangnya provinsi, ayo saya antar ke sana. Saya fasilitasi ke sana," tandasnya.

Pemerintah provinsi dan Pemkab Bantul pada 14 Desember 2016 melakukan pembersihan bangunan di zona inti gumuk pasir di kawasan Pantai Parangkusumo.

Waktu itu, pemerintah meratakan bangunan permanen dan semi permanen. Pemerintah berdalih penertiban ini salah satunya untuk mengembalikan ini gumuk pasir bacan.

https://regional.kompas.com/read/2017/09/04/18225401/digusur-warga-gugat-sultan-hb-x-dan-bupati-bantul

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke