Salin Artikel

Cerita Mereka yang Gemar Bermain Catur Meski Tak Bisa Melihat

Belasan penyandang tunanetra yang menimba ilmu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) juga senang melakukannya.

Mengandalkan perasaan, kejelian, dan hapalan, 17 siswa yang memiliki keterbatasan penglihatan bermain catur di aula di SLB Yaketunis, Jalan Parangtritis, Kelurahan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Minggu (13/8/2017).

Layaknya kejuaraan, belasan penyandang tunanetra itu saling berhadapan untuk menjadi pemenang. Mereka pun terlihat serius ketika ingin menggerakkan bidaknya.

Mereka pun terlihat sabar dan jeli dalam melangkah, baik untuk menyerang maupun bertahan. Sebelum melangkah, seluruh bidak di atas papan catur itu diraba dengan kedua tangannya.

Dengan cara itu mereka bisa mengetahui perbedaan bidak satu dengan yang lain. Tanpa ada kendala, mereka terlihat mahir menggerakkan buah catur setelah mengetahui jenis bidak yang akan digerakan.

Setiap langkah bidak yang mereka lakukan pun tidak pernah salah, bahkan sesekali membahayakan pihak lawan. Papan catur dan bidak catur yang dimainkan penyandang tunanetra ini memang berbeda dari yang biasanya.

Papan catur braille namanya. Papan catur ini didesain dan dibuat khusus untuk penyandang tunanetra untuk memudahkan menggerakkan bidak dan menghapal petak hitam dan putih.

Sedangkan untuk membedakan jenis warna buah catur, bidak hitam didesain berbeda dibanding dengan bidak putih. Untuk petak hitam, posisi permukaannya lebih tinggi ketimbang petal putih.

Hari Pramono (30), koordinator pecatur tunanetra SLB Yaketunis mengatakan, permainan catur yang dimainkan belasan siswa itu termasuk kegiatan sekolah. Menurut dia, kegiatan itu juga merupakan upaya mencari potensi dan bakat siswa SLB Yaketunis di bidang catur.

"Untuk kegiatan catur ini memang saya yang mengajak dan membuatnya," kata Hari ketika berbincang dengan Kompas.com.

Kegiatan catur itu, kata Hari, sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir. Untuk meningkatkan kemampuan dan bakat siswa SLB, pihaknya mendatangkan mentor dari Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) DIY.

Harapannya, para siswa SLB tak hanya sekedar mahir bermain catur, melainkan juga bisa menjadi atlet catur profesional.

"Sebelumnya kami kan hanya main biasa saja, tapi dengan ada mentor kami ditambah teori. Jadi main caturnya menjadi lebih mantap," ujar Hari.

Sejatinya, ia dan temannya tak hanya sekedar mencari prestasi dengan menggelar kegiatan olahraga catur di sekolah. Ia mengatakan, teman-temannya yang memiliki keterbatasan penglihatan itu juga bisa belajar dari permainan catur.

"Prinsip bermainnya juga bisa diaplikasikan di kehudupan sehari-hari. Misal dispilin berpikir cepat dalam mengambil keputusan," tutur Hari yang juga penyandang tunanetra ini.

Hari yang 10 tahun menekuni catur ini meyakini, penyandang tunanetra juga bisa berkarya melalui olahraga khususnya catur.

Adiknya saja, Ardi Nugroho, sudah mengikuti sejumlah kompetisi catur. Bahkan adiknya yang juga tunanetra itu sempat menjadi tandem Gayuh Satrio, atlet catur yang meraih medali emas di Pekan Paralimpik Indonesia (Peparnas) 2016 di Jabar.

"Saya juga pernah ikut lomba. Terakhir piala gubernur akhir Januari meski tak juara. Waktu itu saya peringkat 10 dari 29 peserta," tutur Hari.

Keyakinan senada juga dikatakan Kuswantoro (18). Penyandang tunanetra ini pun pernah menjadi juara 1 di ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional yang digelar di DIY. Ia meyakini jika penyandang tunanetra tetap bisa berprestasi meski memiliki keterbatasan dalam penghilangan.

"Kalau awal-awal memang sulit. Tapi karena terus berlatih dan dibiasakan, akhirnya bisa," ucap Kuswantoro yang menekuni olahraga catur sejak 2013.

Ia pun sudah mengikuti sejumlah even di luar kota selama menekuni permainan yang mengasah otak itu.

"Saya suka catur karena tidak menguras tenaga. Saya belajar setelah sekolah di sini, latihannya sama guru dan teman-teman," ucap Kuswantoro yang juga atlet goalball.

Bima Triardi Wijaya, pria yang menjadi pelatih catur menilai, siswa tunanetra SLB Yaketunis memiliki potensi dan bakat di bidang catur setelah berlatih selama tiga bulan. Ia pun yakin 17 siswa pecatur SLB Yaketunis bisa menjadi atlet profesional seperti Gayuh.

"Kalau dilihat sudah ada dua siswa yang menonjol di bidang catur ini. Tinggal diasah terus dan berlatih terus," kata Bima.

Bima mengatakan, jumlah atlet catur tunanetra di DIY belum begitu banyak. Ia menganggap baru Gayuh yang menjadi atlet tunanetra berbakat dan berprestasi asal DIY.

"Kalau peparnas tahun sebelumnya saya tidak tahu prestasinya," kata dia.

Menurutnya, Gayuh meraih dua emas dan satu perak ketika mengikuti Peparnas di Jabar tahun lalu.

"Mungkin ini juga karena perhatiannya paling bagus ketika Peparnas kemarin. Peparnas sebelumnya mungkin kurang diperhatikan. Misalnya penghargaan untuk atlet sama dengan yang umum," tutur Bima.

https://regional.kompas.com/read/2017/08/13/20112351/cerita-mereka-yang-gemar-bermain-catur-meski-tak-bisa-melihat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke