Salin Artikel

Jalan Panjang Kopi "Kampung" Jadi Kopi "Specialty Grade"

Beberapa tahun lalu, kopi tersebut mungkin hanya kopi biasa yang dikonsumsi warga sekitar. Namun kini, kopi tersebut mulai merambah dunia internasional, karena kualitasnya telah bisa menembus specialty grade.

Adalah Harry Yuniardi, salah satu petani kopi yang mampu mengangkat citra kopi Garut. Ia berhasil memperkenalkan kopi Garut ke mata dunia hingga pencinta kopi dari luar negeri sengaja datang ke Garut untuk melihat langsung proses pembuatan kopi yang dilakukannya.

Tak tanggung-tanggung, CEO perusahaan kopi tertua di Norwegia pun datang ke Bayongbong tahun lalu. Selain datang ke rumah Harry, ia mengunjungi kebun kopi milik petani binaan Harry di Desa Pangauban, Kecamatan Cisurupan, yang terletak di kaki Gunung Papandayan. 

Menurut Harry, kopi Arabica yang ditanam di pegunungan di Garut, mempunyai citarasa tinggi. Bahkan tidak kalah dengan kopi Indonesia yang sudah lebih dulu terkenal seperti kopi Gayo dan lainnya.

Namun, proses pengolahannya belum memenuhi standar untuk menghasilkan kopi specialty grade. Baru setelah ia meraih juara berbagai ajang lomba kopi di dalam dan luar negeri, kopi olahannya dikenal di dunia. Bahkan kini, kopinya lebih banyak dipasarkan di luar negeri. 

“Ada petinggi perusahaan yang kenal kopi saya di negaranya saat pameran dan saat ini kerja di Garut sengaja mencari kopi saya. Hingga saat ini, mereka jadi langganan,” ujarnya di kediamannya di Jalan Raya Garut-Bayongbong KM 10 yang sekaligus tempat produksi kopi miliknya yang diberi nama Mahkota Coffe.

Harry menjelaskan, level kualitas kopi sendiri, paling rendah ada di grade 3 hingga specialty grade. Namun, ada juga kopi di bawah grade 3 yang masih dijual di pasaran. Biasanya kopi ini dihasilkan dari biji kopi yang rusak.

Sementara, kopi specialty grade adalah kopi dengan kualitas terbaik yang didapat dari hasil menanam, panen, pengolahan, hingga penyeduhan.

Ia melihat potensi besar pada tanaman kopi yang banyak ditanam di kaki-kaki gunung di Garut. Karenanya, ia mencoba menanam dan mengolah kopi tersebut sendiri untuk bisa menghasilkan kopi dengan kualitas specialty grade.

“Dari browsing di internet, saya ketemu kawan orang Indonesia yang jadi anggota SCAA (Specialty Cofee Asociation America), dia yang ngajarin saya mengolah kopi specialty grade,” katanya.

Selain itu, Harry juga sempat mengenyam pendidikan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia di Jember. Di lembaga yang didirkan sejak 1911 itu, Harry belajar tentang kopi dari para ahlinya selama enam bulan, hingga menerima sertifikat Puslitkoka.

Selama proses belajar, menurut Harry, hasil kopi olahannya diujicobakan kepada Q Grader, yang merupakan penguji citarasa kopi.


Dari Q Grader inilah, biasanya Harry mendapat catatan-catatan penting dari proses olahan kopi yang dilakukannya. Hingga akhirnya, kopi olahannya bisa memenuhi standar specialty grade.

Tak puas hanya diuji oleh Q Grader, Harry membawa biji kopi (green bean) hasil olahannya ke Puslitkoka Jember. Dari hasil pengujian yang dilakukan Puslitkoka, skor green bean olahan Harry 84 poin, atau melebihi angka minimal standar kopi specialty grade yakni 80 poin.

Disiplin Tinggi

Mengolah kopi, sambung Harry, memerlukan disiplin tinggi. Selain itu, pengolahan kopi memerlukan sentuhan rasa dan seni yang bisa membuat pengolah kopi lebih menjiwai proses pengolahan kopi.

Hingga kini, ia mengaku masih terus belajar soal kopi dengan cara mengikuti berbagai ajang lomba kopi di dalam dan luar negeri. Hal ini menurutnya penting juga untuk bisa memperkenalkan produk kopi asli Garut kepada dunia luar.

“Kualitas kopi kita (Garut), tidak kalah dengan kopi yang telah memiliki nama duluan dari Indonesia. Tapi kita belum bisa memproduksi dalam jumlah besar. Jadi di pasaran, kopi kita tertutup oleh kopi daerah lain yang produksinya sudah besar-besaran seperti kopi Gayo,” katanya.

Harry mengaku, pernah melihat langsung kebun kopi Gayo dan koperasi pengolahannya di Nangroe Aceh Darussalam. Stok kopi yang ada di gudang mencapai ratusan ton, karena kebun kopinya terhampar luas.

Namun saat ini, Harry sudah bisa bernafas sedikit lega. Setelah kopi Garut dikenal dunia karena citarasanya yang khas, kini banyak petani mau ikut menanam kopi. Bukan hanya itu, kedai-kedai kopi pun banyak berdiri di Garut dengan menu utama kopi Garut.

“Saya juga baru mulai membuka kedai kopi di Garut. Rencananya tahun ini kita buka kedai kopi di Bali, kopi yang dijual ya kopi Garut. Sekarang kopinya memang sudah masuk Bali, tapi dijual oleh orang lain. Nanti tempatnya kita punya sendiri,” ucapnya.

Lelaki yang dulunya petani akarwangi ini mengaku tak akan pelit berbagi ilmu soal kopi. Karena itu, petani kopi binaannya diajak untuk melakukan pengolahan kopi berkualitas tinggi hingga harga jual kopinya lebih mahal dan menguntungkan petani kopi.

Kabupaten Garut sendiri, menurut Harry, diuntungkan dengan geografis yang sangat cocok ditanami kopi arabica. Meski demikian, bukan berarti kopi robusta tidak bisa dikembangkan di Garut.

Saat ini, dirinya tengah mencoba membina petani di Garut Selatan untuk menanam kopi jenis robusta berikut cara pengolahannya agar kualitasnya bisa lebih bagus dan harganya lebih mahal. 

https://regional.kompas.com/read/2017/08/01/09224461/jalan-panjang-kopi-kampung-jadi-kopi-specialty-grade-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke