Salin Artikel

Khofifah Sarankan Mendikbud dan Menag Buat Konsensus soal Sekolah 8 Jam

Menanggapi hal ini, Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa yang juga Ketua Umum Muslimat NU mengaku sudah pernah menyampaikan saran kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy agar segera membangun konsensus bersama dengan Menteri Agama Lukman Hakim.

Khofifah tidak menampik ada kekhawatiran yang besar di kalangan NU bahwa kebijakan tersebut akan mengancam eksistensi Madrasah Diniyah yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.

"Mereka harus merasa terjamin, tidak ada ancaman bahwa apa yang sebetulnya sedang diprakarsai oleh Kemendikbud itu dipastikan tidak akan mematikan Madrasah Diniyah, perlu ada kesepakatan bersama segera," kata Khofifah di sela kegiatan Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan (PKH) di Halaman Kantor Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang, Jumat.

(baca: Mendikbud: Perpres Pengganti Permen "Full Day School" di Mensesneg)

Menurut Khofifah, kesepahaman antarkedua menteri diperlukan karena keberadaan Madrasah Diniyah berada di bawah kordinasi Kemenag.

Kesepakatan yang telah dicapai juga perlu segera disosialisasikan kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan gejolak.

Khofifah mengaku saran itu sudah ia sampaikan juga kepada Menteri Agama.

"Tadi juga saya sama Menteri Agama (saya sampaikan) harus disegerakan kesepakatan bersama antara Menteri Pendidikan dan Menteri Agama supaya ada kepastian (program) ini tidak mengancam Madrasah Diniyah. Katanya segera mereka koordinasi," ujarnya.

Ribuan warga Nahdliyin di Kota Semarang melakukan unjuk rasa menolak kebijakan lima hari sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari.

(baca: Istana: Program Sekolah 8 Jam Sehari Dikaji Ulang, Bukan Dibatalkan)

Program itu dinilai akan mematikan keberadaan madrasah diniyah di desa-desa.

Aksi unjuk rasa dari kalangan santri dan pengelola madrasah dimulai dari halaman Masjid Baiturrahman Semarang selepas shalat Jumat.

Massa kemudian berjalan menuju kompleks perkantoran Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan Semarang.

Massa meneriakkan kata-kata "tolak full Day school" dan "batalkan full Day school".

Mereka berorasi dan membentangkan spanduk penolakan Permendikbud itu.

"Permen tentang lima hari sekolah ini jelas membawa dampak buruk bagi masyarakat, tapi pemerintah tetap saja memaksa untuk diberlakukan," kata koordinator aksi, Hudallah Ridwan.

(baca: Mendikbud: Kebijakan Lima Hari Sekolah Ditujukan untuk Guru)

Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy sebelumnya mengatakan, kebijakan lima hari sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari ditujukan untuk para guru, bukan siswa.

"Mendikbud punya problem besar, itu mengenai beban kerja guru. Perundang-undangan Nomor 74 tahun 2008 disebutkan bahwa beban kerja guru (minimal) 24 jam tatap muka dalam satu minggu," kata Muhadjir.

Adapun pencapaian kuota jam mengajar tersebut merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi. 

Peraturan itu membuat sejumlah guru kelimpungan. Khususnya, guru mata pelajaran Bahasa Asing, Agama, Sosiologi, dan sejumlah pelajaran lain yang kuota jam belajaranya sedikit.

Baca: Kemendikbud Sebut Sekolah Lima Hari Tak Ubah Struktur Kurikulum

Kemudian, sebagian guru memilih mengajar di tempat lain demi memenuhi kuota tersebut.

Namun, cara ini akan sulit diterapkan oleh para guru di daerah. Sebab, biasanya jarak antara satu sekolah dengan sekolah lain cukup jauh atau akses jalan yang harus dilalui terbilang sulit.

Menengahi problematika itu, Kemendikbud meregulasi kebijakan belajar mengajar.

Sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari menjadi wacana. Saat ini kebijakan itu masih dikaji ulang pemerintah.

https://regional.kompas.com/read/2017/07/22/09080721/khofifah-sarankan-mendikbud-dan-menag-buat-konsensus-soal-sekolah-8-jam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke