Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Balon Udara Dikritik karena Bahayakan Penerbangan, Ini Alasannya

Kompas.com - 27/06/2017, 22:18 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Agus Santoso, mengungkapkan balon udara yang terbang pada level ketinggian di bawah jalur penerbangan pesawat komersil masih terhitung aman.

Balon udara menjadi berbahaya apabila terbang hingga ketinggian pesawat terbang, apalagi jika balon melayang di jalur penerbangan yang padat. Hal ini dijelaskan Agus untuk menyikapi tradisi menerbangkan balon udara di sejumlah kota di Jawa Tengah.

Tradisi ini dilakukan warga dalam rangka menyambut 1 Syawal 1438 Hijriah, sebagai bentuk rasa syukur dan merayakan kemenangan di Hari Raya Idul Fitri.

"Dari yang kami pantau, dari sebelum tahun 2015, balon udara di Jawa Tengah ini kan terbang begitu saja dan melayang mengikuti arah angin, tidak bisa dikontrol," kata Agus yang ditemui Kompas.com usai rapat di kantor AirNav Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (27/6/2017).

(Baca juga: Kemenhub: Tradisi Balon Udara di Jawa Tengah Bahayakan Penerbangan)

Selain tidak terkontrol, balon udara ini disebut Agus tidak terdeteksi oleh radar. Hal itu dikarenakan material balon udara yang sebagian besar terdiri dari plastik, dan untuk komponen di luar metal atau besi hanya tabung gas kecil untuk bahan bakar yang wadahnya menggunakan materi besi.

Agus menyebutkan salah satu teori fisika yang menjelaskan, dampak kerusakan akan lebih besar ketika sebuah objek dengan kecepatan tinggi menabrak benda yang berukuran kecil. Teori ini yang sering diungkapkan dengan penjelasan pesawat akan rusak parah, bahkan berpotensi terjun bebas, meski hanya menabrak burung kecil.

"Burung yang kecil saja bisa menimbulkan kerusakan sehebat itu, apalagi balon udara yang diameternya berapa kali orang dewasa," tutur Agus.

Selain ditakutkan menabrak pesawat, balon udara juga bisa mengancam keselamatan ketika tersedot masuk ke turbin mesin pesawat. Terlebih, jika masih ada bahan bakar gas yang tersisa dari balon udara tersebut hingga memicu ledakan di mesin.

"Kami bukannya melarang tradisi merayakan 1 Syawal dengan menerbangkan balon udara, tapi kami imbau agar sebelum menerbangkan, masyarakat berkoordinasi dengan kepolisian dan pihak bandara setempat, agar bisa diantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Agus.

 

Kompas TV Pelepasan balon udara merupakan salah satu tradisi yang dimaknai sebagai momen kemenangan bagi umat Muslim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com