Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buni Yani Ajukan 9 Poin Keberatan dalam Sidang

Kompas.com - 20/06/2017, 12:55 WIB
Putra Prima Perdana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran Undang-undang ITE dengan terdakwa Buni Yani digelar di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (20/6/2017).

Dalam sidang kali ini, Buni Yani melalui tim kuasa hukumnya mengajukan eksepsi atau nota keberatan. "Kurang lebih ada 9 poin yang kami sampaikan di persidangan," kata Aldwin Rahadian, kuasa hukum Buni Yani seusai persidangan, Selasa pagi.  

Eksepsi pertama, tentang kompetensi relatif Pengadilan Negeri Bandung. "Poin ini lebih pada siapa yang berwenang menentukan tempat Buni Yani diadili," tuturnya.

Kedua, eksepsi penggunaan pasal 28 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 11 Tahun 2016 tentang ITE.

"Surat dakwaan kedua yang melanggar asas legalitas atau reproaktif yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 kitab UU Hukum Pidana," ucapnya.

(Baca juga: Buni Yani Didakwa Melanggar Dua Pasal)

Ketiga, sambung Aldwin, eksepsi tentang perbuatan terdakwa Buni Yani yang tunggal tapi diterapkan dua pasal yang berbeda unsurnya. Hal itu terdapat dalam dakwaan ke satu dan pasal dakwaan jaksa penuntut umum. 

"Eksepsi keempat tentang uraian perbuatan terdakwa yang tidak jelas yang terdapat dalam dakwaan ke satu Jaksa Penuntut Umum," ungkap Aldwin.

Eksepsi kelima, lanjut dia, tentang penyusunan surat dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"Karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan terhadap terdakwa dan tidak pernah terdapat dalam berkas perkara sebagai dakwaan yang muncul tiba-tiba," bebernya.

Keenam, kuasa hukum Buni Yani mengajukan eksepsi tentang ketidakseusuaian antara uraian perbuatan dalam surat dakwaan kedua dengan pasal yang didakwakan.

"Ketujuh eksepsi tentang pelanggaran hukum yang berkaitan dengan penerbitan SPDP. Jadi SPDP diterbitkan dua kali kepada dua kejaksaaan berbeda yakni Kejati DKI dan Jawa Barat dan SPDP diterbitkan bukan di awal penyidikan tapi di akhir," akunya. 

(Baca juga: Sidang Buni Yani, Ini Respons Kuasa Hukum Ahok)

 

Kedelapan, eksepsi tentang hasil penyidikan yang tidak sah karena melanggar 138 ayat 2 KUHAP Jo pasal 12 ayat 5 peraturan kejaksaan tentang SOP penanganan tindak pidana umum. 

Poin keberatan terakhir dari pihak Buni Yani adalah terkait dengan putusan hukum yang sudah ditetapkan terhadap Basuki Tjahja Purnama.

"Pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara Basuki Tjahja Purnama atau Ahok  yang sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Kami berharap majelis hakim terhormat mengabulkan apa yang menjadi nota keberatan kami karena kita berharap surat dakwaaan JPU batal demi hukum dan menghapus perkara tentang Buni Yani," tandasnya. 

Kompas TV Buni Yani akan Ikuti Sidang Perdana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com