PURWAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengecam aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Rabu (24/5/2017) yang memakan korban jiwa tiga orang polisi.
Dedi mengatakan, kekerasan dalam bentuk apapun dan atas nama apapun tetap adalah sesuatu yang memberikan rasa sakit dan luka, baik fisik maupun psikis bagi keluarganya serta menimbulkan luka kebangsaan.
"Me-recovery (menyembuhkan) luka psikis memerlukan waktu yang cukup panjang. Saya prihatin," kata Dedi kepada Kompas.com via telepon, Kamis (25/5/2017).
Baca juga: Kronologi Ledakan Bom Bunuh Diri di Kampung Melayu
Dedi juga mengimbau kepada semua pihak, dari kelompok maupun golongan manapun agar tidak menjadikan peristiwa bom bunuh diri menjadi bahan caci maki dan olok-olokan.
"Jangan dianggap seperti permainan, rekayasa. Sebab, bagaimana perasaan kalau peristiwa itu terjadi pada keluarga kita, famili kita? Apa kita rela peristiwa itu jadi bahan olokan," tanya Dedi.
Dedi juga mendukung kepolisian untuk segera mengusut tuntas peristiwa itu hingga ke akar-akarnya. Dia meminta aktor di balik serangan itu segera ditangkap.
Ia mensinyalir, serangan bom bunuh diri itu dilakukan untuk membuat Indonesia dalam kondisi kacau.
Motif pelaku, kata dia, bisa saja murni karena ideologis namun bisa berdampak pada ekonomi dan politik menjelang pilkada serta pilpres. Dia menilai, kekacauan ini seperti yang disengaja untuk dipelihara sampai pilpres nanti.
"Saya tidak menuduh orang. Saya hanya menyampaikan bahwa siapapun yang melakukan ini harus segera dihentikan. Sudahlah kepentingan bangsa dan kesejahteraan adalah segalanya dalam hidup bernegara," jelas dia.
Lembaga ideologi
Dedi menilai, akar dari masalah ini adalah karena gagalnya pemahaman ideologis sebagian orang sehingga mengarah pada radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, ia mengusulkan pembentukan badan ideologi dan kebangsaan. Lembaga ini bersifat otonom dan independen.
"Selama ini, terorisme ditangani oleh Densus. Sudut pandang pengelolaannya lebih menonjol pada penindakan teroris dan akar-akarnya. Nah, sudut padangan sebagai ideologisnya, kebangsaan, kurang menonjol dalam kacamata publik," katanya.
"Sebagai warga, saya berpendapat sebaikanya Polri membentuk lembaga baru bernama Badan Ideologi dan Kebangsaan. Konflik-konflik yang bersifat ideologi ini ditangani oleh badan ini," lanjut Dedi.
Baca juga: Mendagri: Kita Harus Maklumi Perang terhadap Terorisme dan Radikalisme
Memang, kata Dedi, saat ini sudah ada lembaga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Namun lembaga ini lebih pada penindakan kriminal teroris, bukan kriminal ideologis yang bertentangan dengan spirit Pancasila.
"Nah, untuk kriminal ideologis ini bisa ditangani lembaga ideologi dan kebangsaan. Di situ proses dialog dan perdebatan soal sebuah ideologi bisa dilakukan," tandasnya.