Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Buku, Taman Baca Kudi Bawa Anak-anak Desa Semakin Dekat dengan Mimpi

Kompas.com - 20/05/2017, 11:40 WIB
Iqbal Fahmi

Penulis

BANYUMAS, KOMPAS.com - Suasana Minggu pagi itu terasa hangat. Puluhan anak kecil di Dusun Cunil, Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Jawa Tengah, ramai-ramai berkumpul di jalan.

Berbeda dengan anak-anak di perkotaan, tak ada satu pun anak-anak dusun tersebut nampak menunduk sambil menggenggam gawai. Mereka berlarian, bercengkerama satu sama lain di tepi jalan sembari menanti kakak pengasuh Taman Baca Kudi mengeluarkan koleksi buku dari dalam rumah.

Begitu mereka yang biasa kerap disapa Kak Olipe, Kak Apris, dan Kak Eko itu muncul dari balik pintu membawa buku, anak-anak itu langsung berhambur menghampiri. Mereka berebut membantu ketiga pemuda-pemudi itu untuk menata koleksi buku di atas rak kayu.

Dengan riang, anak-anak Dusun Cunil mengangkat rak dan menata buku satu per satu, menjajarkannya dengan rapi di atas rak.

“Membaca adalah bermimpi dengan mata terbuka,” kalimat ini selalu diungkapkan oleh Kak Olipe, aktivis sosial sekaligus founder Taman Baca Masyarakat (TBM) Kudi.

Gadis asal Purwokerto ini berkeyakinan, dengan membaca, seseorang akan semakin dekat dengan cita-cita. Sebab, semakin banyak orang tahu akan sesuatu hal, semakin kecil ketakutan yang meliputi hal tersebut sehingga semakin berani seseorang menjemput kemungkinan yang ada dalam masa depannya.

“Momok yang menjadikan manusia gagal sebenarnya adalah ketakutan. Takut salah langkah, takut ini, takut itu. Tapi dengan banyak membaca, ketakutan itu sedikit demi sedikit akan hilang. Sebab wawasan kita untuk tahu mana benar dan salah akan semakin luas,” ujar Kak Olipe yang memiliki nama asli R Widiawati tersebut.

(Baca juga: Demi Anak-anak Desa, Ibu Ini Modifikasi Motor Roda 3 Jadi Perpustakaan Keliling)

Kak Olipe menceritakan, awal mula dia menemukan Dusun Cunil berangkat dari ketidak sengajaan. Sekitar awal tahun 2015, Olipe dan dua orang sahabat karibnya, Apris Nur Rakhmadani (Apris) dan Eko Priyanto (Eko) sedang mencari spot air terjun di sekitar Desa Pegalongan.

“Saya, Eko, sama Apris setiap liburan memang suka nyari curug (air terjun) yang belum populer. Kami menemukan Dusun Cunil justru karena tersesat waktu nyari curug,” katanya.

Ketiga sahabat itu merasa prihatin, betapa dusun kecil di atas bukit itu tidak memiliki fasilitas pendidikan dini sama sekali.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com