Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita dari Komunitas Hikayat Tanah Hitu, Membaca agar Cerdas dan Bisa Hargai Perbedaan

Kompas.com - 17/05/2017, 08:00 WIB
Rahmat Rahman Patty

Penulis

Rumah baca ini sendiri ikut terpilih sebagai juara harapan saat mengikuti Gramedia Reading Community Competition (GRCC) tahun 2016. Rumah buku ini terpilih karena dianggap berhasil membangun budaya literasi di daetah tersebut.

Sejak itulah bantuan buku terus berdatangan pada rumah baca ini. Terakhir, Gramedia Maluku City Mall Ambon juga ikut menyumbangkan sebanyak 200 buku bacaan kepada komunitas ini. Hingga saat ini, koleksi buku yang ada di rumah baca tersebut mencapai sekitar 1.000 buah buku.

“Kami sangat berterima kasih kepada Gramedia, tanpa Gramedia pasti tidak akan ada rumah buku Barakate. Terima kasih atas perhatiannya kepada kami,”ujarnya.

Terinspirasi dari Imam Rijali

Komunitas Hikayat Tanah Hitu terbilang masih sangat muda. Usia komunitas ini belumlah menginjak usia tiga tahun sejak didirikan pada akhir bulan September 2014 silam. Awalnya komunitas ini didirikan untuk persiapan menjelang perayaan Hari Sumpah Pemuda. Namun setelah terbentuk, komunitas ini baru aktif di tahun 2015.

Ide pendirian komunitas ini semula lebih fokus kepada pengembangan seni dan budaya masyarakat di dua desa bertetangga itu. Namun dalam perjalanannya, komunitas ini kemudian mendirikan rumah baca Barakate yang saat ini mulai terkenal luas.

Menurut Halid Pellu, lahirnya komunitas tersebut berawal dari ide beberapa rekannya yang ingin membuat festival dalam rangka perayaan Hari Sumpah Pemuda di tahun 2014. Dari situlah muncul kesepakatan untuk membentuk komunitas Hikayat Tanah Hitu.

“Awalnya ada beberapa teman, mereka adalah Alfian Pellu Abdul Azis Pellu, Faisal Pellu, dan Fahmi Pellu yang berkeinginan untuk membuat Festival Hari Sumpah Pemuda, mereka mengutarakan niat itu dan kami diskusi, di situlah ide pertama kali pembentukan komunitas Hikayat Tanah Hitu ini muncul,” ujarnya.

Nama komunitas Hikayat Tanah Hitu sendiri diambil dari sebuah karya Imam Rijali, seorang cendekiawan dan pemikir terkemuka Maluku asal Tanah Hitu yang sangat terkenal saat itu.

Bukunya berjudul Hikayat Tanah Hitu telah menjadi sumber referensi sejarah di Maluku yang terus digunakan banyak pihak hingga saat ini.

Menurut Halid, pengunaan nama Hikayat Tanah Hitu sengaja dipakai komunitas tersebut untuk menghormati jasa-jasa serta Imam Rijali dan untuk menghidupkan kembali semangat kecendekiawanannya kepada para generasi muda di dua desa tersebut.

“Inspirasinya dari situ. Kami ingin semangat intelektual Imam Rijali dapat menjadi motivasi untuk generasi muda di Tanah Hitu saat ini,” ungkapnya.

Dia mengaku, sejak didirikan hingga saat ini, komunitas Hikayat Tanah Hitu telah tiga kali menggelar festival besar di dua desa tersebut. Fesitval yang dibuat itu selalu dirangkai dengan berbagai kegiatan seni dan budaya seperti pementasan teater dan pembacaan puisi.

“Kami bentuk panitia lalu bikin festival teater dan baca puisi. Teater yang dibuat itu untuk mengenang sejarah Tanah Hitu di masa lampau,” ujarnya.

Dari berbagai kegiatan itulah, Halid mengaku komunitas Hikayat Tanah Hitu terus mendapat dukungan dari pemerintah kedua desa dan juga dari masyarakat setempat. Lebih-lebih saat mereka mulai membentuk rumah baca Barakate dan mengajak warga, khususnya anak-anak di dua desa itu, untuk terus membaca.

“Dukungan dari masyarakat dan pemerintah desa sangat tinggi. Mereka sangat support sekali dengan keberadaan komunitas Hikayat Tanah Hitu dan rumah baca Barakate ini,” ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com