Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resik Lawon, Tradisi Cuci Kain Putih Jelang Ramadhan di Banyuwangi

Kompas.com - 12/05/2017, 12:00 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI,KOMPAS.com - Resik Lawon yaitu mencuci dan mengganti kain kafan penutup petilasan Ki Buyut Cungking yang memiliki panjang mencapai 110,75 meter.

Buyut Cungking dipercaya sebagai orang sakti dan penasehat Prabu Tawangalun pada masa kerajaan Blambangan sebagai cikal bakal Kabupaten Banyuwangi.

Buyut Cungking atau dikenal dengan Ki Buyut Wongso Karyo diperkirakan hidup pada tahun 1536-1580.

"Resik Lawon sudah dilakukan selama ratusan tahun dan ritual ini masih kita jaga sampai hari ini," kata Jam'i Abdul Ghani (60) juru kunci makam Ki Buyut Cungking kepada Kompas.com, Kamis (11/5/2017).

Ritual tersebut digelar antara tanggal 10 sampai 15 Ruwah dalam kalender Jawa pada Kamis atau Minggu. Ritual Resik Lawon diawali dengan membersihkan petilasan Ki Buyut Cungking kemudian melepas kain putih yang menutup cungkup makam.

Kemudian, kain-kain tersebut dibawa ke Dam Krambatan Banyu Gulung yang berada di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Giri untuk dicuci. Jarak yang harus ditempuh untuk menuju Dam Krambatan sekitar 3 kilometer dan harus ditempuh dengan berjalan kaki.

"Tidak boleh naik kendaraan baik motor atau mobil harus jalan kaki. Kain-kain yang sudah dicuci akan dipikul secara bergantian menuju Balai Tajuk untuk dibilas," jelas Jam'i.

(Baca juga: Tradisi Bubur Samin, Simbol Kebersamaan Saat Ramadhan)

Untuk setiap lembar kain akan diperas dan dibilas selama 3 kali dalam dua bak yang berbeda. Uniknya, semua prosesi ritual dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan menyiapkan makanan untuk disajikan kepada tamu-tamu yang datang ke Balai Tajuk.

Sementara itu, air bekas bilasan dari kain kafan menjadi rebutan warga karena mereka percaya air tersebut membawa berkah. "Ada yang disiramkan ke sawah agar hasil panen baik atau untuk cuci muka dan mandi agar mendapatkan berkah," tuturnya.

Setelah dibilas, kain putih sepanjang 110,75 meter tersebut dijemur di tengah jalan desa di ketinggain empat meter dengan tali tambang hitam yang dibentangkan dan diikat pada bambu. Salah satu syarat ritual tersebut adalah kain putih tidak boleh jatuh dan terkena tanah.

Agar tidak jatuh, ujung kain putih diikatkan ke tali tambang hitam menggunakan bambu yang sudah ditipiskan. Jika sudah mengering, kain tersebut diturunkan dan dibawa kembali ke Balai Tajuk.

"Setelah kering lalu kain-kain tersebut akan disimpan di Balai Tajuk selama satu minggu kemudian dilabuh atau dipendam di sekitar petilasan Buyut Cungking," jelasnya.

(Baca juga: Unik, Tradisi Malamang untuk Sambut Ramdhan)

Ritual berakhir dengan mengganti kain putih penutup. Kain pengganti tersebut masih baru dan hasil sumbangan masyarakat yang dijahit bersama-sama di Balai Tajuk dan disiapkan beberapa hari sebelumnya.

Ritual diakhiri dengan selamatan bersama warga di petilasan Ki Buyut Cungking. Jam'i Abdul Ghani mengatakan, ritual tersebut dilakukan sebagai simbol pembersihan diri sebelum masuk bulan Ramdhan termasuk mendapat berkah dari doa-doa yang dipanjatkan selama ritual.

"Ritual ini kami lakukan salah satunya sebagai bentuk penghormatan atas jasa Ki Buyut Cungking. Jika ritual ini tidak dilakukan, kami takut nantinya ada apa-apa di wilayah sini," ungkap juru kunci ke sembilan dari penjaga petilasan.

Walaupun sudah digelar rutin selama ratusan tahun, Jam'i Abdul Ghani mengaku khawatir rituat tersebut tidak lagi dilaksanakan karena beberapa tahun terakhir warga yang ikut ritual jumlahnya semakin sedikit. Bahkan, peserta yang ikut didominasi berusia lanjut.

"Saya sempat khawatir nanti tidak ada yang meneruskan ritual tersebut. Padahal ini adalah bagian dari tradisi leluhur juga untuk silaturahmi serta mengajarkan gotong royong. Harapannya semoga nanti yang muda-muda mau meneruskan," pungkasnya. 

(Baca juga: Marandang, Tradisi Unik Sambut Ramadhan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com