Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konservasi Burung Hantu di Yogyakarta Dilirik Peneliti Thailand hingga Spanyol

Kompas.com - 10/05/2017, 15:53 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Memasuki Dusun Cancangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, maka akan terlihat pelakat besar warna merah dengan Kombinasi Putih bertuliskan "Kawasan Studi dan Konservasi Burung Hantu Serawak Jawa (Tyto Alba Javanica)".

Memang sejak 2016, seluruh elemen warga dusun yang berada di Selatan Gunung Merapi ini meresmikan wilayahnya sebagai Kawasan Studi dan Konservasi untuk burung hantu.

Munculnya kawasan ini berawal dari para petani yang memanfaatkan burung hantu jenis Serawak Jawa (Tyto Alba Javanica) untuk mengontrol populasi tikus.

Pasca-erupsi 2010, serangan hama tikus terhadap pertanian warga terbilang sangat parah. Para petani hanya bisa menikmati hasil panennya 15 persen hingga 20 persen.

Setelah memanfaatkan burung hantu, populasi tikus dapat diatur dan para petani memperoleh hasil panen yang maksimal.

Melihat manfaat burung hantu dalam mengontrol populasi tikus dan mengembalikan eksosistem, kelompok tani Dusun Cancangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, memutuskan untuk menjaga keberadaan burung dengan bahasa latin Tyto Alba Javanica.

Hanya saja, untuk menyamakan pandangan dan semangat menjaga perlu ada dukungan dari seluruh elemen dusun.

Bavit Margo Utomo, Ketua Kelompok Tani Margomulyo Dusun Cancangan bersama Wakil Ketua Raptor Club Indonesia (RCI), Lim Wen Sim lalu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta karangtaruna.

Hingga seluruh elemen di Dusun Cancangan sepakat untuk melakukan upaya menjaga keberadaan burung hantu dan pada 2015 di sepakati konservasi burung hantu.

"Di sini, kami kerja sama seluruh elemen masyarakat, baik kelompok petani, hingga karangtaruna untuk melakukan perlindungan terhadap burung hantu Tyto Alba. Kami bersama Raptor Club Indonesia (RCI), ya pak Lim ini," ujar Bavit Margo Utomo, Ketua Kelompok Tani Margomulyo dusun Cancangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Senin (8/5/2017).

(Baca juga: Mengontrol Tikus dengan Burung Hantu Ala Petani Dusun Cancangan)

Upaya yang dilakukan salah satunya adalah warga sepakat melarang siapa pun berburu di wilayah Dusun Cancangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman. Larangan tersebut diaplikasikan lewat menulis papan pengumuman larangan berburu dan dipasang dibeberapa titik dusun.

"Dulu dibiarkan, tapi setelah ada perlindungan ini setiap saat ada pemburu masuk di wilayah kami, dan bertemu dengan warga di sini pasti akan ditegur. Berburu apa pun tidak diperbolehkan disini," tegasnya.

Secara swadaya, para petani pun mulai membuat gupon dengan tinggi 5 meter di area persawahan sebagai tempat burung hantu. Saat ini, telah ada 16 gupon.

Burung hantu yang awalnya berjumlah sepasang hasil pemberian Raptor Club Indonesia (RCI), kini jumlahnya telah berkembang dan terdapat 5 pasang burung hantu dewesa aktif serta 17 ekor anak.

"Pengembangbiakannya alami. Kami hanya melakukan pemantuan saja. Yang paling berat kan perlindungan itu," tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com